Indonesia Menuju Perguruan Tinggi Modern
Artikel, Pendidikan Thursday, October 15th, 2009 1,612 views
Oleh : Majayus Irone*
Isu tentang semakin mahalnya biaya kuliah di perguruan tinggi bukanlah gosip murahan seperti berita yang kerap kita baca, lihat dan dengar di berbagai media baik cetak maupun elektronik seputar selebritis tanah air. Tetapi berita kali ini adalah realita dihadapan publik yang bernama Indonesia.
Globalisasi dan perbaikan pembiayaan perguruan tinggi telah mendorong kompetisi bagi lembaga pendidikan yang tidak bersifat lokal atau regional saja, melainkan internasional. Tentang hal itu tentu kita harus mengingat kembali apa yang dikatakan Kenichi Ohmae, yang kalau boleh saya alih bahasakan mengatakan demikian, ’ globalisasi telah membuat dunia seolah tanpa sekat batas antara pasar dunia dan domestik, antara lokal dan regional, antara daerah kaya sumber daya alam dengan daerah miskin…’ . Globalisasi yang ingin ditawarkan adalah tentang bagaimana pengelolaan lembaga perguruan tinggi dalam menjalankan misis dan visi yang sudah menjadi komitment dapat dijalankan run well on the road, berjalan lancar – meskipun tentu saja – tidak pernah lepas dari batu sandungan – tetapi setidaknya tidak stagnan atau mati total.
Internasionalisasi perguruan tinggi adalah sebuah tantangan sekaligus keharusan jika tidak ingin perguruan tinggi yang kita miliki masuk dalam kategori ’buram’ baik dari segi pelayanan maupun kualitas lulusannya. Supriadi ( 2000: 11) menganjurkan internasionalisasi dapat dilakukan dalam empat bentuk. Pertama, dibukanya cabang-cabang perguruan tinggi dinegara lain (semacam kelas ekstension/franchise), misalnya perguruan tinggi Amerika membuka cabang di Asia. Kedua, kerjasama perdguruan tinggi satu dengan yang lainnya yang menawarkan program gelar. Ketiga, kuliah jarak jauh baik melalui media cetak, maupun secara virtual melalui internet. Sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Amerika, Eropa, dan Australia menawarkan program gelar melalui model ini. Keempat, studi perbandingan mutu pendidikan tinggi yang menghasilkan peringkat perguruan tinggi dibandingkan dengan sejumlah perguruan tinggi lainnya. Kompetisi global ini mau tidak mau harus dihadapi perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta.
Disisi lain hilangnya batas-batas negara (internationalization) pendidikan ditakutkan akan memangkas akses pendidikan masyarakat kelas menengah ke bawah. Bahkan isu mahalnya biaya kuliah – dan kini bukan lagi sebagai isu – tetapi menjadi kenyataan tragis bagi masyarakat – animo untuk kuliah tetap saja tinggi, bahkan pendidikan tetap menjadi magnet bagi masyarakat.
Pembiayaan di Perguruan Tinggi
Pembiayaan Pendidikan di PT merupakan salah satu variabel penyumbang tercapainya tujuan pendidikan disamping berbagai variabel lainnya. Sementara salah satu tujuan pendidikan dalam mengelola pembiayaan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan konstitusi. Muncul satu pertanyaan, sudahkan PT melaksanakan pengelolaan pembiayan secara akuntabel dan transparansi? Sebab-sebab timbulnya inefisiensi internal ditimbulkan oleh banyak hal. Juoro ( 1990) dan World Bank (1980) menyebutkan bahwa inefsiensi penmbiayaan pendidiukan disebabkan oleh antara lain; kurikulum yang tidak tepat, peserta didik yang kurang gizi, para pendidik yang tidak memenuhi syarat dan juga lingkungan pendidikan yang tidak mendukung. Akan tetapi yang menjadi penyebab utama adalah masalah sosial-ekonomi. Dimaklumi saat ini bangsa sedang mengalami masa sulit dalam keuangan karena inflasi dan lainnya.
Kesulitan-kesulitan tersebut bukanlah jalan buntu, kuldesak apalagi harga mati! Dari hasil penelitian yang dilakukan Fuller dan Clarke ( McMahon.,et al., 2001) yaitu: Pertama, menemukan input-input berikut yang memiliki pengaruh signifikan pada prestasi anak didik dinegara-negara berkembang; biaya per siswa, perbandingan siswa dengan guru, buku teks, buku tambahan, alat bantu belajar, bangku, mutu fasilitas, perpustakaan, program pemberian makanan, lama pendidikan pendidik, pengetahuan pendidik terhadap pelajaran, pengalaman pendidik dan waktu pengajaran. Perbaikan pembiayaan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan komponen-komponen tersebut, baik prosentase mapun pengelolaannya. Kedua, Ahmed (1975) menjelaskan bahwa manfaat dalam konteks sosial-ekonomi bagi individu dari suatu program pendidikan, adalah berupa perbaikan dalam hal; penghasilan, produktivitas, kesehatan, nutrisi, kehidupan keluarga, kebudayaan, rekreasi, dan partisipasi kewarganegaraan. Artinya, untuk menghasilkan output yang baik dibutuhkan biaya input yang cukup besar untuk perbaikan faktor-faktor tersebut.
Pembiayaan merupakan dinamo terbesar dalam mendongkrak kekuatan perguruan tinggi. Oleh karenanya tidaklah berlebihan jika pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang perguraun tinggi BHMN (Badan Hukum Milik Negara ). Pemberlakuan kebijakan itu merupakan kristalisasi dari perluasan otonomi kampus. Beberapa perguruan tinggi menuntut otonomi perluasan kampus lewat BHMN itu. Tetapi sebenarnya, otonomi kampus itu sudah berlangsung sejak lama. Perguruan tinggi telah diberikan keleluasaan dalam mengelola sejumlah aspek yang mampu mendorong sirkulasi pendidikan kampus. Dimana otonomi tersebut sedikitnya memiliki empat aspek, Pertama adalah otonomi pengelolaan sejumlah sumber daya. Kedua, otonomi yang menyangkut sumber daya fisik, termasuk sarana dan prasaran. Ketiga, otonomi sumber daya informasi. Keempat, otonomi pengelolaan finansial. Sejumlah keleluasaan di atas sudah seyogyanya dikendalikan secara feketif dan efisien, sehingga perguruan tinggi tidak lagi mengeluh – menadahkan tangan – meminta subsidi dari pemerintah. Namun pada kenyataannya, apa boleh buat – memang pembiayaan perguruan tinggi tetap morat marit, artinya subsidi dari pemerintah boleh saja dikurangi - atau bahkan dicabut – jika situasi dan kondisi perguruan tinggi sudah mapan dan tidak lagi dalam masa kolapse.
Otonomi kampus hanyalah sebagai alat, karena itu, selaku alat, otonomi kampus haruslah mempunyai pasangan. Pasangan otonomi guna mencapai tujuan kualitas itu adalah evaluasi, akuntabilitas, dan akreditasi. Sudjarwadi, mengatakan, ’Sedangkan BHMN hanyalah continuos improvement atau otonomi yang dipercepat. Diakui, selama ini, sejumlah perguruan tinggi memiliki individu-individu yang pandai dan cerdas, tetapi secara sistem sangat lemah’ .
Perguruan tinggi telah diberikan wewenang hampir penuh dalam mengelola keuangan. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah model pengelolaan keuangan macam apa yang harus digunakan. Satu model pengelolaan keuangan ideal diperguruan tinggi adalah menggunakan sistem Badan Layanan Umum (BLU), tetapi badan hukumnya memakai format Badan Hukum Pendidikan (BHP). Rektor Universitas Indonesia (UI) Usman Chatib Warsa menyatakan, ”kalau perguruan tinggi jadi BLU dalam artian badannya akan tetap di bawah Depdiknas. Padahal, yang kita inginkan kemandirian otonomi dengan otonomi perguruan tinggi. Jadi badannya yang tetap BHP, tetapi samapi saat ini belum ada peraturannya..” . Lagi-lagi keterlambatan pemerintah dalam mengeluarkan regulasi menjadikan polemik berkepanjangan dan problem bagi perguruan tinggi dalam melakukan progress movement.
Quo Vadis Perguruan Tinggi?
Perguruan Tinggi selama ini masih dalam proses pembenahan dirinya untuk mencari formula atau model yang tepat untuk konteks kekinian dan kedisinian. Kiprah perguruan tinggi dalam proses pembangunan nasional (national building) – dalam aspek kelembagaan masih belum optimal. Ironisnya, uji coba berulangkali dilakukan untuk mencari formula yang sesuai dengan kebutuhan, sesaat itu pula secara bersamaan muncul tuntutan perubahan social yang terus menerus oleh masyarakat diberbagai aspek yang tidak terbendung lagi. Angin reformasi dan keterbukaan Information Comunication and Technology (ICT) juga ikut serta memperderas kemauan masyarakat dalam mengusung perubahan – meskipun tidak sepenuhnya masyarakat mengetahui dampak dari perubahan yang akan terjadi. Begitupun dengan perguruan tinggi yang terus berusaha menemukan model terbaiknya. Artinya, disatu sisi formula untuk penyelesaian masalah dalam proses pencarian, disis lain, berbagai masalah baru datang seiring perjalanan waktu. Akibatnya, banyak permasalahan yang tidak tertuntaskan dengan maksimal yang kemudian menjadi kridtalisasi problem sosial yang sangat sulit untuk diurai.
Perguruan tinggi terus berkutat dengan permasahan dalam lembaganya, dan di luar sana permasalahan juga menghempas. Kaitannya perguruan tinggi menghadapi permasalahan internalnya, bukan berarti menyurutkan semangan moral force nya untuk tetap peduli terhadap moral kebangsaan, yang bel;akangan ini terasa kian mengawang. Terlepas dari setuju atau tidak, diketahui bahwa perguruan tinggi kita belum maksimal menjadi motor agent of social change atau agen perubahan sosial di tanah air.
Harapan masyarakat adalah bahwa perguruan tinggi – secara minimal – akan menjadi tauladan yang konstruktif dalam pembinaan moral dan mental masyarakat. Diharapkan budaya keterbukaan dan transparansi menjadi domain yang tak terpisahkan dari tradisi PT, mulai dari aspek manajemen kelembagaan sampai pada aspek yang paling sensitif yaitu keuangan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa Pt dengan segala aparatusnya harus siap diaudit, ditelanjang – diperiksa oleh lembaga yang berwenang. Bahkan bila perlu hasil auditnya disampaikan kepada publik dan dapat diakses secara cepat melalui jaringan internet atau pemanfaatan teknoligi nirkabel. Sehingga perguruan tinggi yang semestinya mencetak insan akademik yang jujur, terbuka bahkan sekaligus penjaga gawang moral masyarakat awam menjadi realitas yang membumi.
Dalam persoalan internal, terkadang perguruan tinggi mengabaikan – dan untuk tidak menggeneralisir – yang menyajikan tontonan memuakan seperti tawuran antar fakultas bahkan antar perguruan tinggi, kecuali demontrasi yang elegan yang mengusung kebijaksanaan. Hal ini seolah merefleksikan wajah asli perguruan tinggi belum mencerminkan sebagai institusi adult education. Sehinnbga ke depan, perguruan tinggi diproyeksikan untuk menjadi inventor dalam kemajuan moral bangsa. Adalah menjadi keharusan universal, bahwa dunia perguruan tinggi memberikan sajian ’menu’ keteladanan bagi masyarakat umum dan bukan hanya sebagai ’menara gading’ atau bahkan simbol – berhala – yang sulit disaentuh, tetapi menjadi bagian, sub sistem yang sistemik dari seluruh sisterm sosial yang ada. Untuk itu slogan PT yang menjadi institusi kekuatan moral, institusi peradaban dapat terakomodasi dengan incredible.
Konsep Strategi Bisnis Perguruan Tinggi
Konsep Kompetisi
ME. Porter menyatakan, ” Competition from suppliers of substitutes, the threat from entrants, competition from established producers, and the bargaining power from suppliers and buyers” . Dalam dunia bisnis konsep kompetiti menjadi satu hal yang wajar dan ditolerir. Bila sebuah bisnis memenangkan konsep kompetisi, maka ada dua hal terpenting yang harus dilakukan yaitu: ’The company must supply the customers want to buy’ dan yang kedua ’ The company must survive the competition”. Artinya konsep kompetisi harus menjadi core dalam menjalankan lembaga perguruan tinggi.
Konsep Startegi
Strategi adalah sebuah rencana yang komprehensif dan menyeluruh yang mengintegrasikan segala resources dan capabilities yang mempunyai tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi strategi adalah rencana yang mengandung cara komprehensif dan integrativ yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang, dan berbuat guna memenangkan kopmpetisi . Konsep strategi secara historis berasal dari militer , seperti yang diungkapkan oleh Von Neumon dan Morgenstern dalam tulisannya ” Theory og Games” yang mengandung teori konsep strategi. Kemudian konsep in i berkembang dan mulai diadaptasi atau diadopsi oleh berbagai lembaga. Thomas Schelling, pernah mengembangkan sebuah study tentang ” The Strategy of Conflict” yang mengungkapkan berbagai unsur strategi dalam berbagai aspek kehidupan yang kompetiotif. Maka dalam era globalisasi ini, konsep itu masuk dalam urat nadi berbagai lembaga dan institusi, termasuk perguruan tinggi.. Dimana konsep itu ternyata cukup baik dalam mengajarkan cara survive, bertumbuh dan berekembang.
Analisis Terhadap Kompetitor
Tumbuh suburnya perguruan tinggi ditanah air baik negeri maupun swasta cukup menggembirakan disatu sisi, tetapi cukup memprihatinkan disisi lainnya. Alasanya mengapa, karena persaingan antar perguruan tinggi dalam menawarkan produk jasa semakin menghawatirkan. Menganalisa lawan adalah hal lumarh dan sah untuk dilakukan asal saja dilakukan secara fair dan gentelment. Artinya persaingan dilakukan secara sehat, misalnya dalam kualitas, produk maupun layanan jasa yang maksimal. Tiap perguruan tinggi boleh bersaing dalam rangka menarik minat masyarakat untuk kuliah, tentu dengan garansi bahwa perguruan tinggi mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai labeling yang dia promosikan tersebut. Diera keterbukaan – pasar bebas – persaingan adalah bagian dari tantangan.
Repositioning Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi kita dihadapkan pada tiga persoalan yaitu, globalisasi, kompetisi dan strategi. Maka agar perguruan tinggi dapat bergerak dalam kompetisi dan dapat menerapkan strategi dengan tepat dan benar, maka diperlukan penemapatan posisi baru dengan paradigma serta orientasi yang baru. Menentukan posisi berdiri adalah hal terpenting dalam memulai sebuah gerakan. Repositioning perguruan tinggi dapat dilakukan dengan melakukan review menyeluruh atas kekuatan, kelemahan, peluangan dan ancamana ( Lihat Teori SWOT).. Perguruan tinggi harus juga melihat resources dan potentials serta capabilities sehingga kelemahan maupun kelebihan dapat terukur dan terjaga dengan baik.
Membangun Keunggulan Perguruan Tinggi
Setiap perguruan tinggi memiliki ikon, program unggulan yang akan ditawarkan sebagai ’menu istimewa’ dalam menarik peminat. Seperti UI misalnya dengan Fakultas Ekonomi, UGM dengan Fakultas Hukum, ITB dengan Fakultas teknik dst. Membangun keunggulan sebagai karakteristik unik perlu dilakukan. Beberapa langkah penting yang perlu ditingkatkan misalnya: menjaga hubungan baik dengan pelanggan, untuk perguruan tinggi yang menjadi pelnggan adalah mahasiswa, orangtua, bisnis dan industri serta lembaga pendidikian persekolahan, sehingga mereka merasa terikat secara emosional. Customer satisfication menjadi tujuan utama. Sebab jika kepuasaan layanan telah terjaga, maka emosional dan loyalitas akan melekat. Menciptakan thrust dan confidence dikalangan berbagai kelompok dan stkeholders yang begitu luas dan komplek perlu diciptakan. Kepercayaan dan keyakinan diri penting sebagai salah satu bentuk socila and public accoiuntability perguruan tinggi. Membangun competitive advantage centre, sebagai pusat-pusat keunggulan dapat diwujudkan sebagai point of promotion, sarana promosi program-program perguruan tinggi. Membangun kerjasama dan networking, karena dalam dunia bisnis batas antara kerjasama dan bersaing sangat tipis dan absurd. Kerjasama penting untuk membangun daya saing dan daya jual, tetapi juga sekaligus membuka peluang untuk menambah kekuatan kompetitor. Oleh karena itu di era globalisasi perguruan tinggi tidak boleh menutup diri – apalagi mengucilkan diri – ekslusifisme – sebab itu berati kematian bagi perguruan tinggi tersebut.
Mencari Model Perguruan Tinggi Modern
Mengutip tulisan Agus Setiawan tentang mencari model perguruan tinggi modern telah disinggung nama Peter Drucker ( 1993) yang banyak memberikan ilustrasi tentang pendidikan modern. Menurut Drucker, di negara barat sekolah dipandang sebagai lembaga ’progressif’ dan mesin dari kemajuan disegala bidang seperti seni budaya, literatur, sains, ekonomi, polotik dan militer. Sementara di negara cina dan Islam, sekolah dianggap sebagai penghambat kemajuan, pemberontakan melawan sekolah merupakan awal dari semua gerakan reformasi di dua peradaban ini. Lalau perguruan tinggi seperti apa yang mampu ajeg dan dianggap modern serta mampu melakoni arus globalisasi yang begitu deras mengalir, tentu diperlukan karakteristik jelas tentang perguruan tersebut dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas.
Knowledge worker ( Pekerja Pengetahuan) atau pekerja yang berpendidikan adalah ciri utama dari kehidupan modern. Hal ini dapat kita temukan pada berbagai perguruan tinggi kontemporer. Pekerja cerdas adalah sekelompok manusia yang akan mampu merubah dunia yang menekankan pada komparatif advantage ( keuntungan komparatif) menjadi competitive advantage ( keuntungan kompetitif). Dan kemudian lahirlah apa yang dikenal dengan knowledge society ( masyarakat berpengetahuan), artinya kehidupan masyarakat yang bekerja berdasarkan ilmu pengetahuan, menguasai teknologi, menyukai pendidikan dan bekerja menggunakan akal pikiran. Selanjutnya Drucker memberikan gambaran ciri-ciri dari perguruan tinggi modern tersebut yaitu: a) sekolah perlu menyediakan literacy universal dalam tingkat tinggi melebihi arti literacy saat ini, b) lembaga pendidikan harus mendorong mahasiswa disemua tingkatan dan usia dengan motivasi untuk belajar dan disiplin pendidikan berkelanjutan, c) perguruan tinggi harus menjadi sitem terbuka, mampu diakses untuk orang-orang terdidik dan mereka yang karena alasan apapun tak memiliki akses belajar lebih tinggi pada tahun-tahun sebelumnya dan d) perguruan tinggi harus mampu menanamkan pengetahuan baik sebagai substansi maupun proses.
Sedangkan dari ciri universitas , perguruan tinggi harus mampu menunjukkan ’sesuatu sebagai primadona’ dari label mereka. Hal in dapat kita lihat dari beberapa perguruan tinggi kelas dunia seperti Harvard, Oxford, Cambridge, Al Azhar, London Scool of Economic atau MIT, memiliki kekhasan masing-masing. Perguruan-perguruan tinggi tersebut unggul dalam bidang kajian tertentu dan telah pula melahirklan tokoh-tokoh populis di masyarakat dunia. Dari ciri-ciri yang muncul dimanca negara, tampaknya ciri- ciri dan kekhasan dalam keunggulan sebuah bidang atau jurusan digunakan sebagai bahan promosi yang handal.
Kemudian yang menjadi pertanyaan besar adalah sudahkan perguruan tinggi di Indonesia menuju kepada Perguruan Tinggi Modern? Siapkah Indonesia menuju Perguruian tinggi Modern? Tentu siap, karena banyak perguruan ditanah air yang telah memilki akses untuk itu. Sebut saja UI misalnya yang telah menyelanggarakan proses pembelajaran modern, UIN Jakarta, Uhamka serta beberapa perguruan tinggi lain telah melakukan digitalisasi kampus. Proses administrasi secara elektronik, nirkabel dan networking channel. Namun kemudian muncul isu terbaru yang mengatakan bahwa pendidikan tinggi Indonesia salah urus? Bisa jadi benar bisa juga tidak. Benar, karena kualitas perguruan tinggi kita merosot rankingnya dari tahun ketahun dalam kelompok perguruan tinggi bergengsi dunia. Regulasi yang terus menggantung karena perguruan tinggi masih dikelola dalam satu atap Depdiknas, padahal pendidikan tinggi memiliki karakter yang berbeda. Dan tidak, jika dilihat dari kontinuitas lembaga yang tetap berjalan meskipun ke-eksisan-nya masih belum ajeg.
Bisakah perguruan tinggi Indonesia menuju perguruan tinggi modern. Tentu, peluang untuk itu terbuka lebar. Indonesia dapat belajar banyak dari beberapa perguruan tinggi kels dunia maupun dari berbagai literatur yang tersedia. Froma Harrop pernah menuliskan sebuah artikel tentang Universitas Modern yang menjadi kenyataan, seperti yale dan Harvard. Bahkan Peter Drucker juga pernah menyarankan agar kita mau melihat perguruan tinggi lain yang lebih dulu maju, misalnya The Modern University for the Humanity (MUH –Moscow Russia). Tinggal sekarang siapkah kita ’berguru’ dan belajar dari perguruan-perguruan tinggi modern tersebut?
* Majayus Irone adalah staff pengajar/dosen STKIP KN Jakarta dan STKIP Bekasi, tinggal di Jatiasih Bekasi.
Refernsi :
Muchlis R. Luddin, Makalah Kuliah, 2008
Donald Kennedy, Academic Duty, USA; Harvard University Press, 2001
Drucker, Peter, The Age of Discontinuity, New York, Harper and Row Publisher, 1969
Reuben, Julie, The Making of Modern University: Intelectual Transformation and the Marginalization of Morality, Caroline Academica Press, 1999
Ralp G Lewis, et. Al, Total quality in Higher Education, Florida, St. Lucie Press, 1994
Michael E, Potter, Competitive Strategy, New York , Free Press, 2004
http//www. Kwintessential.co.uk
http//www.polarhome.com
www.kompas.com
www.republika.com
***

Wah tulisannya pak Majayus mantep re:-), satu aliran nech dengan omjay?…
Ditunggu tulisan-tulisan yg mencerahkan lainnya ya pak..
Semoga nyaman disini dan salam kenal dari saya
http://www.yulyanto.com
[Reply]
majayus irone Reply:
October 26th, 2009 at 1:37 PM
@yulyanto,
oke bro and thank for your comment.
Sekalian berbagi info, sharing dan belajar. Lain kali anda yang nulis donk, biar aku yang baca.Dan saya berharap kita semua terus meramaikan bloggerbekasi.com yang sudah kita bangun bersama, bukan begitu? Oke, maju terus dan tetap semangat!
[Reply]
hebat, luar biasa, keren, top abis, saya jd kagum
[Reply]
My cousin recommended this blog and she was totally right keep up the fantastic work!
[Reply]