Ujian Nasional & Sertifikasi
Artikel, Pendidikan Friday, November 20th, 2009 532 views
Seminar dan Worskshop PTK di Nganjuk Jawa Timur
Di antara berita masalah hukum yang belum berkeadilan, masih ada berita masalah pendidikan yang juga tak kalah seru. Ujian nasional akan dimajukan waktunya, dan sungguh sangat mengejutkan. Forum Rektor Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan akan memboikot pelaksanaan sertifikasi tahun 2010. Mereka protes karena honor mereka tak sesuai dengan harapan.
Bila sampai mereka mogok, maka akan sengsaralah para guru, apalagi buat mereka yang belum dinyatakan lulus sertifikasi guru. Sudah lulus saja masih bermasalah, apalagi belum lulus sertifikasi pastilah ada banyak masalah, khususnya masalah isi kantong yang belum menyebar merata ke semua guru. Itulah yang saya baca dari koran kompas cetak bagian opini hari ini, Jum’at 20 November 2009.
Masalah pendidikan memang masalah pelik, dan tidak semua orang bisa memahaminya dengan cara-cara yang bijaksana. Tentu dari menteri pendidikan nasional yang baru, kita berharap ada terobosan yang berbeda dari menteri pendahulunya.
Perbedaan itu misalnya berani menghapus Ujian Nasional (UN) karena UN mematikan kreativitas siswa dan guru. UN hanya melatih siswa menjawab soal-soal PG dan semua itu bisa di drill dengan latihan soal-soal terus menerus. Bagi mereka yang mempunyai uang banyak mungkin tak ada kesulitan dalam memberikan materi tambahan, tetapi bagi mereka yang tak punya uang, maka harus belajar ekstra keras berlatih soal-soal.
Mungkin ini hanya pikiran saya yang tidak holistik. Saya hanya melihat dari kacamata saya saja, tetapi saya bisa membuktikan bahwa UN tidaklah cocok dijadikan penentu atau barometer kelulusan siswa. Sebab masih banyak ukuran kelulusan yang bisa dilakukan, misalnya dengan sistem tes masuk perguruan tinggi, sehingga bila ada peserta didik yang ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, maka peserta didik itu harus ikut tes sesuai dengan jenjang yang akan dimasukinya. Seleksi tes perguruan tinggi tak melihat nilai siswa, tetapi kemampuan siswa.
Contoh kasus misalnya, murid SD tak perlu lagi ikut UASBN, karena siswa SD yang telah dinyatakan lulus oleh sekolah akan mengikuti tes di SMP yang akan jadi tujuannya. Begitu seterusnya sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peserta didik tak perlu ikut ujian nasional, tetapi cukup ikut tes masuk dari sekolah yang bersangkutan. Idegila ini memang butuh sosialisasi dan pemikiran yang panjang serta sistem yang jelas sehingga masing-masing tingkat tahu fungsi dan perannya masing-masing. Semua soal dibuat oleh lembga yang ditunjuk seperti Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP).
Selain masalah UN, ada masalah sertifikasi guru yang belum tuntas dan masih terus dievaluasi. Pelaksanaan sertifikasi guru memang belum menyenangkan semua pihak. Guru diibaratkan seperti kelinci percobaan dari para penentu kebijakan yang sebenarnya kebijakan ini dipaksakan. Satu sisi jelas guru dan dosen harus disertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme mereka, tetapi disisi lain masalahnya adalah banyak guru dan dosen yang kurang bersabar dalam menunggu giliran sesuai dengan jenjang kepangkatannya, dan kurag bersyukur dengan apa yang telah didapatkan, sehingga banyak kita lihat guru dan dosen yang sudah tersertifikasi justru mengalami penurunan kinerja.
Akhirnya UN dan Sertifikasi adalah masalah yang memusingkan menteri, dan kita doakan beliau mampu mengatasinya dengan kebijakan yang “smart” . Berlaku adil dan menyenangkan semua pihak. Kita pun berharap guru dan dosen semakin bermartabat. Guru di sekolah mampu menjalankan tugasnya dengan baik, dan dosen di perguruan tinggi tidak terlalu asyik mengerjakan tugasnya di luar, sehingga banyak mahasiswa yang tidak terbina dengan baik.
Semoga saja kita bisa memberikan dorongan positif agar pelaksanakan UN dan sertifikasi ini berjalan sesuai dengan harapan semua pihak. Tidak 100 % mungkin, tetapi setidaknya masalah pendidikan di negeri ini terselesaikan dengan tepat dan cepat.
Salam blogger persahabatan
Omjay

