Home » Artikel » Bekasi, Memberdayakan Kemiskinan?

Bekasi, Memberdayakan Kemiskinan?

Kemiskinan telah lama mencengkram Indonesia. Meski Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim angka penurunan yang konsisten, 2007 (37,17 juta), 2008 (35 Juta), 2009 (33,88 Juta), angka itu tidak sepenuhnya menggambarkan realitas wong alit. Versi lain lebih seram, 60% penduduk berpendapatan 2 dollar per hari, 6% sebesar 1 dollar per hari (Indonesia Country Strategy Paper 2000-2006 ASEAN European Meeting).

Era otonomi sekarang, soal kemiskinan menimpa telak “jantung” pemerintahan daerah. Tak luput Kota Bekasi. Kota berpenduduk 2,3 juta jiwa ini dihadang masalah kemiskinan. Ada 200.000 warga Bekasi tergolong miskin (kompas 25/01). Celakanya, kota satelit Bekasi, Jakarta, melakukan kriminalisasi terhadap kemiskinan. Fakir miskin “dilarang” tampil di Jakarta, bila bandel diancam kurungan penjara.

Patut dicermati, hiruk pikuk pemilu kemarin, mengambil bekasi sebagai “simbol” kemiskinan, tepatnya Bantar Gebang yang jadi ajang deklarasi Mega-Pro. Mochtar Mohamad pun mengakui Bantar Gebang adalah realitas wong cilik yang masih menderita kemiskinan (vivanews 23/04/09). Lantas, apakah Bekasi akan larut dan tenggelam dalam arus kemiskinan? Kalau begitu, apa yang (semestinya) dilakukan Kota Bekasi? (Alt+Shift+T)

Pendidikan

Kabar gembira datang dari dunia pendidikan. Bekasi menerapkan pendidikan gratis hingga kelas satu SMA. Kebijakan ini sejalan dengan keyakinan Mochtar Mohamad, bahwa kemiskinan harus diberdayakan (pikiran rakyat 25/01). Makna kemiskinan bukan monopoli soal ekonomi. Orang yang tak mampu mengakses pendidikan atau literasi media lemah, layak disebut “miskin”. Jadi, kucuran anggaran 80 Miliar untuk pendidikan gratis sangat tepat. Bahkan proporsinya mencapai 36,87% dari APBD Kota Bekasi (kompas 16/03/09). Kenapa pendidikan memegang peranan penting?

Pemberian uang cuma-cuma, hanya menyelesaikan masalah di permukaan. Letak gentingnya, adalah soal pengetahuan dan informasi. Esensi pendidikan adalah memerdekakan manusia (Ki Hajar Dewantara), dan sebagai proses pemanusiaan manusia (Driyarkara). Lewat pendidikan, manusia bisa merdeka dari kemiskinan. Dengan pendidikan, manusia bisa paham arti kemiskinan, sehingga dapat memutus rantai kemiskinan.

Meski tidak memuaskan “dahaga” politik seperti bantuang langsung tunai (BLT), tapi hasilnya bisa dituai di masa depan. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah rumah tangga miskin di Kota Bekasi berkurang 365 keluarga (BPS Kota Bekasi, 2008). Bisa jadi, pendidikan menjadi faktor penentu pendobrak laju kemiskinan. Pendidikan adalah proyek sosial jangka panjang, pemangku kepentingan harus sabar menunggu hasil. Tetapi percayalah pendidikan lebih pantas dipakai, dibanding “saweran” sekejap yang tak mendidik. Seperti yang dikatakan penggiat lingkungan, Chico Mendez, “menciptakan 1000 orang tanpa pendidikan, yang tercipta amuk massa. Sedangkan menciptakan 100 orang dengan pendidikan, yang muncul adalah sebuah perubahan terstruktur”

Terobosan Baru

Seperti disinggung diatas, terlalu naif mengkategorikan kemiskinan hanya dari berapa jumlah penghasilan. Dengan mengusung visi “Cerdas, Sehat, dan Ihsan”, Kota Bekasi gratiskan pasien miskin (kompas 16/03/09). Anggaran 8 Miliar digelontorkan bagi keluarga miskin. Jadi, sindiran orang miskin dilarang sakit, bisa dienyahkan. Orang miskin rentan jadi objek eksploitasi, dengan mengubahnya cerdas dan sehat, orang miskin bisa lepas dari “kursi pesakitan”.

Kebijakan menanggulangi kemiskinan lewat pendidikan dan kesehatan, adalah kebijakan konvensional. Butuh ide segar, dan konsep brilian untuk memberdayakan kemiskinan. Bantar Gebang yang menjadi simbol kemiskinan, disulap bernilai ekonomi. Melalui proyek Clean Development Mechanism, dimana sampah diproses menjadi sesuatu bernilai ekonomis, sehingga menyumbang pendapatan asli daerah (pikiran rakyat 1/7/09). Lalu, Mochtar Mohamad meluncurkan program “sagu hemat seribu”. Sebuah program berupa menyisihkan Rp. 1000 setiap sabtu dan minggu. Inilah yang hilang dari rakyat Indonesia. Jati diri gotong royong. Bila ini berhasil, sebagai gambaran, jika 100.000 orang menabung Rp. 100.000/bulan, dana ini mampu membiayai 1000 pengusaha kecil (kompas 25/01).

Miris, melihat fakta di lapangan. Banyak warga Bekasi antri di mal-mal, hanya untuk dapat sekerat roti atau karcis film. Di sudut kota lainnya, masyarakat miskin berjejal, berbondong-bondong antri berebut BLT. Kohesivitas sosial semakin luntur. Mulai timbul, curiga mencurigai, prasangka-prasangka buruk yang berujung kejahatan sosial. Akibatnya kasus kriminal tinggi di Bekasi. Dari 3.183 kasus (2007), merangkak naik 3.213 kasus (2008) (kompas 16/03/09).

Program “sagu hemat seribu” bisa dibilang unik. Memadukan kekuatan dan kolektivitas sosial. Lewat aksi ini, masyarakat Bekasi dapat berbagi dari mereka, oleh mereka, untuk mereka. Selain itu, dapat mengikis nafsu “homo economicus”, untuk bertindak atas asas untung rugi, dan menggantinya menjadi “homo social”. Inilah terobosan baru mengatasi kemiskinan. Memberdayakan kemiskinan lewat partisipasi aktif masyarakat, kalangan yang hanya disentuh saat seremoni pemilu. Harus ditegaskan, pengentasan kemiskinan bukan wilayah shareholder, pemodal yang membiayai calon pemimpin, sehingga rawan digembosi. Tetapi selayaknya memberikan peran kepada rakyat.

Penghargaan

Bekasi adalah kota yang masih “muda”. Usianya baru 12 tahun. Tapi persoalan kemiskinan nyata di depan mata. Kemiskinan yang kian meruyak, akibat eksploitasi manusia (dan alam) yang makin buas, juga konsumerisme yang massif. “Parade” bagi-bagi uang harus dihapus, dihentikan sekarang juga. Lambat laun, Bekasi (harus) menyadari bahwa kemiskinan harus diberdayakan. Toh, upaya pemberdayan kemiskinan ini berbuah manis. Walikota Bekasi, Mochtar Mohamad mendapat penghargaan pelopor anti pengganguran dari menteri tenaga kerja (kompas 07/02/09). Dan penghargaan Menteri Keuangan tentang pengelolaan keuangan daerah. Semua itu tidak terlepas dari terobosan pemberdayaan kemiskinan. Tapi, Kota Bekasi sepantasnya tidak berpuas diri, 200.000 warga miskin Bekasi menanti gebrakan pemerintah. Apakah Kota Bekasi mampu? Bekasi harus mampu apa yang diutarakan Muhammad Yunus, “Suatu hari cucu-cucu kita harus pergi ke museum untuk melihat seperti apa itu kemiskinan”

Print Artikel Ini Print Artikel Ini
Posted by on Feb 5 2010. Filed under Artikel. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

1 Comment for “Bekasi, Memberdayakan Kemiskinan?”

  1. ello, its been a while since i last came across your site after finding it on Bing. Best source of solid info.

    [Reply]

Leave a Reply

Jumlah Member saat ini : 1137. Dan terus bertambah..
Daftar Disini


Penghargaan: Blog Komunitas berbasis Wilayah Terbaik 2010


Amprokan Blogger

Amprokan Blogger | Temu Blogger Nusantara


Amprokan Blogger

Sponsor

images-1

---

Member Be-Blog

Sudahkah Anda menjadi bagian dari Be-Blog?

Siapa saja yang sudah terdaftar?

Login

Login Anggota
Lost Password?

Shoutbox


Loading

WP Shoutbox
Name
Website
Message
Smile
:mrgreen::neutral::twisted::arrow::shock::smile::???::cool::evil::grin::idea::oops::razz::roll::wink::cry::eek::lol::mad::sad:8-)8-O:-(:-):-?:-D:-P:-o:-x:-|;-)8)8O:(:):?:D:P:o:x:|;):!::?:



Gabung di Milis Blogger Bekasi

Powered by Yahoo Groups

© 2011 Komunitas Blogger Bekasi. All Rights Reserved. Log in

Switch to our mobile site

- Designed by Gabfire Themes