MENGAIS Hikmah Dalam Musibah
Agama Saturday, February 13th, 2010 1,020 views
Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Marilah kita serukan diri kita untuk terus meningkatkan iman dan taqwa kita dengan sebenar-benar taqwa hingga azal pergi dari kandung badan.
Sejumlah pemukiman di kota Bekasi terendam air. Banjir. Di kecamatan Jati Asih ada empat perumahan yang kelelep. Pondok Gede Permai, Pondok Mitra Lestari, Kemang Ifi dan Villa Jati Rasa.
Selain Kecamatan Jati Asih, air juga menggenang setinggi lutut orang dewasa di Kecamatan Bekasi Barat dan Bekasi Timur. Alhamdulillah, banjir kali ini tidak menimbulkan korban jiwa. Hanya harta benda yang terendam. Sungguh, ini info yang membuat prihatin. Was-was. Betapa tidak, masih lekat dalam ingatan kita bencana bandang yang terjadi di Situ Gintung. Firman Allah dalam al Qur’an ”Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan, dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqarah (2): 155-157).
Jamaah sekalian,
Mari berkaca dengan nurani yang bening. Musibah pada hakikatnya mempunyai beberapa dimensi. Dimensi pertama bahwa musibah adalah ujian dari Allah SWT. Dan ketika ujian dapat dilalui dengan baik, maka akan menaikkan derajat dan kebaikan si penerima ujian itu. Ujian itu datang setiap hari. Tidak hanya ketika terjadi bencana alam. Saat ada anak kita yang sakit. Saat ada yang mengalami musibah. Saat ada saudara kita yang mengalami tabrakan mobil dan lain sebagainya. Dimensi pertama ini mengajarkan kita bahwa semuanya adalah ujian. Dan, Seperti anak-anak kita ketika akan naik kelas, dia perlu diuji terlebih dahulu. Kita juga begitu. Kita akan naik kelas dan kita mendapat ujian keimanan.
Dalam kacamata ini, maka berbahagialah kita yang sedang mengalami ujian. Mengapa? Sebab bila lulus maka grade (tingkat) keimanan kita akan naik setahap demi setahap. Hal ini memang kavling transenden. Kavling keimanan. Sehingga rasionalitasnya tidak bisa dijelaskan. Tingkat ini pun hanya iman seseorang yang tahu kualitasnya. Inilah yang diisyaratkan Rasulullah SAW, ”Siapa yang akan diberi limpahan kebaikan dari Allah, maka diberi ujian terlebih dahulu.” (HR Bukhari Muslim).
Jamaah sekalian rahimakumullah,
Agar lulus dari ujian ini maka kita sebagai hambaNya sejatinya sudah diberikan kunci jawaban yakni : Kesabaran. ”Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman seluruh perkaranya menjadi baik. Ketika ditimpa musibah dia bersabar, itu membawa kebaikan baginya. Dan ketika mendapatkan nikmat dia bersyukur dan itu membawa kebaikan baginya.” (Al-Hadis).
Sabar, bukan dalam pemahaman umum pasrah, nrimo dan tidak berbuat apa-apa. Pemahaman ini kurang tepat. Sabar dalam konteks ini adalah melakukan sejumlah langkah untuk keluar dari kemelut. Seperangkat solusi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah. Plus usaha vertikal, yakni doa kepada Allah swt.
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Seberat apa pun musibah, pasti Allah SWT sudah memperhitungkannya agar tidak melebihi dari kesanggupan masing-masing. ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS Al-Baqarah (2): 286). Pasti apa yang ditimpakan, kita sanggup memikulnya. Ibarat olah raga angkat beban, Allah SWt mengetahui kualitas keimanan seseorang dan nilai ujian yang pantas. Yakin lah kita bisa!
Saudara-saudara,
Musibah yang menimpa seorang Muslim, baik berupa kesusahan dan penderitaan, kesedihan dan kedukaan, maupun penyakit, bahkan karena sepotong duri yang mencocok anggota badannya, dihapuskan Allah SWT sebagian dari kesalahan-kesalahannya. Diangkat derajatnya. Selepas ujian, kita akan menjadi manusia baru.
Hadirin sekalian,
Jika musibah yang terjadi membuat kita sedih dan berduka, ini adalah hal lazim dan wajar. Persoalannya kemudian, jangan sampai berlarut. Tenang saja. Berkatalah untuk diri sendiri. Bismillah, nanti juga akan selesai. Lalu, cari solusi. insyaAllah pasti ada jalan keluar!
Yakinlah badai pasti berlalu. Tak selamanya mendung itu kelabu. Sifat dunia adalah ketika mengalami suka maka bersiaplah untuk berduka. Dan, bila berduka bersiaplah untuk suka. Serahkan segalanya kepada Allah swt. Karena segala sesuatu itu datangnya dari Allah dan akan kembali kepada Allah.
Camkan apa yang disampaikan Syekh Al Qarni, “Ya Allah!” Ketika bumi terasa menyempit dikarenakan himpitan persoalan hidup, dan jiwa serasa tertekan oleh beban berat kehidupan yang harus Anda pikul, menyerulah: “Ya Allah!”
Kuingat Engkau saat alam begitu gelap gulita, dan wajah zaman berlumuran debu hitam Kusebut nama-Mu dengan lantang di saat fajar menjelang, dan fajar pun merekah seraya menebar senyuman indah
Setiap ucapan baik, doa yang tulus, rintihan yang jujur, air mata yang menetes penuh keikhlasan, dan semua keluhan yang menggundahgulanakan hati adalah hanya pantas ditujukan ke hadirat-Nya. Setiap dini hari menjelang, tengadahkan kedua telapak tangan, julurkan lengan penuh harap, dan arahkan terus tatapan matamu ke arahNya untuk memohon pertolongan! Ketika lidah bergerak, tak lain hanya untuk menyebut, mengingat dan berdzikir dengan nama-Nya. Dengan begitu, hati akan tenang, jiwa akan damai, syaraf tak lagi menegang, dan iman kembali berkobar-kobar. Demikianlah, dengan selalu menyebut nama-Nya, keyakinan akan semakin kokoh. Karena, {Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya.} (QS. Asy-Syura: 19)
Barokallahu lii walakum…
[[email protected]]

artikel yang bagus,semoga kita smua dirahmati alloh&disukseskan alloh,amin………..
[Reply]