Makanya, Gaul Dong!
Pengantar:
Kisah ini terjadi satu setengah tahun silam (akhir 2008), saya posting ulang disini sebagai intermezzo segar buat anda semua.
============================
Kemarin sore (14/12) bersama si sulung Rizky, saya menuju ke tempat cukur langganan kami dengan mengendarai motor Suzuki Shogun butut kami. Rambut kami berdua sudah gondrong dan relatif “cukup umur” untuk dipotong. Sebenarnya, rencana awalnya adalah pagi hari namun karena minggu pagi itu ada acara kerja bakti bersama bapak-bapak di sekitar lingkungan rumah saya, maka rencananya ditunda ke sore harinya.
Ternyata, di dua tempat tukang cukur langganan kami semuanya penuh. Antriannya panjang banget. Kami bisa dapat giliran setelah–paling tidak–2 jam menunggu. Dan Rizky, paling tidak betah menanti lama-lama.Saya lalu memutuskan mencari tempat cukur alternatif. Dan terdamparlah kami disebuah Salon yang letaknya kurang lebih 2 km dari rumah kami. Ini adalah kali pertama kami berdua bercukur di salon. Tak apalah, sekalian menjajal pengalaman baru dan tentu tidak perlu lama-lama menunggu. Setelah memarkir motor, saya mengajak Rizky turun dari motor dan beranjak menuju Salon..
Saya menguak pintu salon dengan gugup. Rizky masih takut untuk masuk.
“Oooh…mari masuk Om. Siapa nih yang mau dicukur?” sambutan hangat datang menyongsong kami dari seorang pria gemulai berkemeja warna-warni. Sangat seronok ditambah lagi sebuah bando bermotif kembang menghias di kepala. Senyumnya mengembang dan menerima kami berdua seperti tamu yang sudah lama ditunggu-tunggu kehadirannya.Wangi parfum begitu keras menyengat hidung saya ketika ia mendekat.
“Yang mau cukur saya dan ini nih, anak saya, Rizky” kata saya sambil memeluk pundak putra sulung saya itu.
“Wah..ya ampyun, ganteng banget ini anak,” kata si pria gemulai itu sambil mencubit pipi Rizky dengan gemas.
“Oo..tentu dong, ketampanan sang ayah, bagaimanapun juga, pasti menurun ke anaknya,” sahut saya dengan Pe-De sembari tertawa renyah.
Pria gemulai itu melirik. Ia memandang saya dari atas ke bawah, persis seperti satpam baru menangkap maling jemuran.
“Kayaknya bukan dari bapaknya deh ih, mungkin justru dari kecantikan ibunya. Gak mungkin banget deh gantengnya turun dari si Om,” ujar si Pria Gemulai itu ngeledek seraya menggiring Rizky ke kursi cukur. Ia tertawa melengking keras yang kedengarannya bagaikan tawa seorang nenek sihir baru mendapatkan mangsa.
“Jangan marah Om, cuma bercanda kok,” katanya setelah tawanya reda.
Saya keki berat. Dalam hati saya merutuk kesal, sialan juga , berani amat nih orang ngeledek. Saya lalu merancang “aksi pembalasan”. Tapi belum ada ide.
Rizky pun masuk arena pencukuran. Terlihat ia sangat tegang. Tidak seperti biasanya, bila di tempat cukur langganan kami, ia sangat aktif bergerak dan ngomong tentang apa saja, namun di Salon, ia hanya diam. Tentu ini cukup menguntungkan karena waktu cukur si pria gemulai itu lebih cepat.
“Om, sebenarnya sih, kalo lihat dari tampang, Om ini gak jelek-jelek amat kok, cuma kurang perawatan aja,” tiba-tiba si pria gemulai itu nyeletuk dengan kalimat yang sungguh mengguncangkan hati saya.
“Perawatan apaan sih?,” tukas saya ketus seraya meletakkan majalah yang saya baca di meja. Lama-lama bikin kesel juga nih orang, saya membatin.
“Paling tidak gini nih Om, seminggu sekali datang kek kesini buat luluran, facial, creambath atau Meni-Pedi, lumayan kok, bisa bikin ganteng Om 3 kali lipat,” kata si pria gemulai itu cekikikan genit.
“Meni Pedi? Apaan tuh? Ortopedi kali’ maksudnya”, saya balas bertanya dengan lugu.
“Yaelah..Om..Om, makanya, gaul dong!. Meni Pedi itu ye, Menicure Pedicure atau perawatan kuku tangan dan kaki. Emang si Om ini jarang ke Salon ya?”, jawab si pria gemulai itu cengengesan.
Saya menghela nafas. Gemas. Kayaknya asap mulai keluar deh dari ubun-ubun kepala saya.
Tabahkan hatimu Daeng Battala, kata saya menghibur diri lalu meraih kembali majalah yang saya baca tadi.
15 menit kemudian, Rizky sudah selesai. Kini giliran saya.
“Mau dicukur kayak gimana nih Om,” kata si pria gemulai seraya “membungkus” badan saya dengan mantel cukur.
“Biasa aja, dibikin cepak deh,”sahut saya cepat.
“Ooo…model ABCD ya Om. ABRI Bukan Cepak Doang, beres Om,” ujar si pria gemulai itu memulai aksi cukurnya.
Tak lama kemudian, ia pun nyerocos membahas berbagai hal-hal aktual yang sedang berkembang di dunia infotainment. Mulai dari kasus Marcella Zalianty/Ananda Mikola vs Agung, kontraversi warisannya alm Suzanna, sampai Afghan–idola si pria gemulai–yang konon kabarnya makin ganteng aja. Saya hanya manggut-manggut mengiyakan sembari berdoa semoga “penderitaan” ini lekas berakhir.
“Eh..mbak..eh..mas, namanya siapa sih?”, tanya saya iseng.
“Dinda, Om”, sahut si pria gemulai.
“Apa?”
“Dinda Om…Dinda,” ia mengulang kembali seraya terus konsentrasi mencukur.
Page 1 of 2 | Next page