Catatan Kecil tahun 2010
Baru saja kita melewati tahun 2010. Sepanjang tahun 2010, banyak sekali peristiwa penting yang menimpa Indonesia. Peristiwa-peristiwa tersebut berada dalam beragam aspek seperti Politik, hukum, ekonomi, bencana alam, olahraga,dll. Sebagaimana umumnya di akhir tahun, kita mencoba merefleksikan semua kejadian itu untuk dapat mengambil hikmah,pelajaran, kesadaran baru dalam rangka menyongsong Indonesia yang lebih baik di tahun berikutnya.
Awal tahun lalu, diramaikan dengan kasus Bank Century yang mewarnai dan menyedot energi dan dana bangsa ini. Namun sangat disayangkan penyelesaian kasus ini ditutup begitu saja dengan menjadikan menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai kurban deal politik. Setelah Sri Mulyani hijrah ke Bank Dunia, kasus inipun perlahan redup. Partai Golkar yang semula getol mengangkat kasus ini kemudian merapat kembali ke pangkuan Partai Demokrat. Dalam hitungan hari, Aburizal Bakri menjadi Ketua Harian Sekretariat Gabungan (Setgab) dengan Presiden Yudoyono sebagai ketua umumnya. Di sini mengemuka dugaan bahwa target Golkar hanyalah menyingkirkan Sri Mulyani dari barisan kabinet. Padahal masih ada Budiono yang menjadi Gubernur Bank Indonesia saat pencairan tersebut yang belum diusik. Biaya sekian milyar untuk penyelidikan kasus tersebut oleh Pansus DPR menguap ke udara tanpa hasil konkrit. Rekomendasi DPR pun oleh KPK diannggap tidak dapat dijadikan sebagai bukti hukum. Bila demikian, sesungguhnya untuk apa dibentuk Pansus tersebut bila kesimpulan penyelidikannya tidak berkekuatan apa-apa?
Pada pertengahan tahun 2010, mencuat kasus rekening gemuk para perwira tinggi Polri. Majalah Tempo mengangkat berita mengenai rekening para perwira tinggi Polri yang jumlahnya tidak wajar bila ditinjau dari pendapatan resmi mereka sebagai pejabat. Data ini sebenarnya merupakan temuan PPATK, lembaga Negara yang bertugas mengawasi transaksi mencurigakan. Kasus ini menjadi heboh karena majalah Tempo yang mau terbit tiba-tiba hilang di pasaran karena diduga diborong oleh orang-orang yang tidak senang dengan isi pemberitaan tersebut. Tindakan ini sebetulnya telah mengingkari hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya. Andaikan berita ini mengandung ketidakakuratan data, maka Polri bisa mempergunakan hak jawab dengan menyodorkan bukti-bukti yang sah. Namun sangat disayangkan, penyelesaian kasus ini pun terkesan ditutupi, karena orang yang diduga terlibat dalam rekening mencurigakan tersebut tidak mendapatkan sanksi administrasi dan pidana yang jelas. Pejabat tertinggi Polri pun langsung menyangkal berita tersebut tanpa mengadakan penyelidikan yang mendalam. Bila, tindakan perwira tinggi ini dianggap sebagai nila setitik , maka sikap protektif Kapolri tersebut dapat digolongkan sebagai nila sebelanga merusak susu sebelanga..
Bila Polri sungguh-sungguh mendukung pelayanan umum yang bersih , di masa depan sebaiknya Kapolri harus menanggapi positif setiap pemberitaan mengenai oknum Polri. Pemberitaan negatif mengenai personil polri tidak identik dengan tindakan mengotori Institusi Polri secara keseluruhan. Oleh sebab itu, Kapolri harus terbuka menerima segenap kritik, dan kemudian menyelidiki kebenarannya. Bila terbukti, maka Kapolri harus berani menjatuhkan sanksi administratif dan pidana kepada anggotanya. Perlindungan atas nama ‘esprit de corps’ tidak tepat dipergunakan. Bagaimanapun kepolisian adalah Institusi milik masyarakat dan dibiayai oleh masyarakat melalui pajak. Maka sudah selayaknya Polri juga terbuka bila ada anggotanya yang menyalahgunakan wewenangnya.
Page 1 of 3 | Next page