Mengubah Mindset Mahasiswa Dari Pencari Kerja ke Pengusaha
Seorang mahasiswa bertanya kepada saya bagaimana mengubah mindset dari pencari kerja ke pengusaha? Pertanyaan ini keluar begitu saja dari salah seorang mahasiswa ketika kami berdiskusi dalam mata kuliah hukum bisnis di STMIK Muhammadiyah Jakarta.
Sebagai dosen mereka tentu saya tersenyum mendengar pertanyaan ini. Sayapun langsung menjawab dengan jawaban yang sangat sederhana. Mulailah dengan menulis. Dengan menulis, sedikit demi sedikit mindset kita akan berubah dari pencari kerja ke pengusaha. Sebab dari menulis itulah kamu akan banyak membaca. Membaca begitu banyak peluang bisnis tersebar di mana-mana. Kitapun menjadi tahu apa bedanya menjadi seorang bawahan dengan atasan. Kita bisa melihat bagaimana bos (pengusaha) bekerja, dan kita menjadi pegawainya (karyawan). Kita pun akan merasakan bagaimana nestapanya menjadi seorang karyawan yang hidupnya miskin. Pergi pagi pulang malam penghasilan pas-pas-an. Tak ada yang bisa ditabung untuk hari tua.
Jumlah pencari kerja setiap tahun semakin bertambah. Para mahasiswa kita tidak disiapkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, tetapi justru dibiarkan untuk mencari pekerjaan. Akibatnya, dalam alam bawah sadar mereka, yang hanya terpikirkan adalah bagaimana mencari pekerjaan setelah lulus dari perguruan tinggi, dan menjadi seorang sarjana. Bila itu dibiarkan, maka bila tidak siap bersaing mereka akan menjadi pengangguran terdidik. Pengangguran yang bergelar sarjana. Bahkan banyak diantaranya dari perguruan tinggi ternama.
Kenyataan di lapangan membuktikan, begitu banyak para pencari kerja yang bergelar sarjana. Setiap kali lowongan kerja dibuka, maka akan diserbu oleh ribuan orang pencari kerja. Padahal posisi atau tempat yang dibutuhkan sangatlah terbatas. Terjadilah persaingan yang begitu besar dan tajam. Siapa yang tak siap bersaing, dan bertanding, maka dia akan tergeser dengan sendirinya.
Merubah mindset dari pencari kerja ke pengusaha tidaklah mudah. Dibutuhkan sebuah perjuangan nyata dari dalam diri untuk berani mencoba, dan berani menemui kegagalan. Sebab kegagalan awal dari sebuah kesuksesan.
Kalau anda saat ini berposisi sebagai seorang karyawan, lihatlah bagaimana bos anda bekerja, dan memimpin perusahaannya agar mencapai kesuksesan. Pelajari cara mereka mempekerjakan kita, dan bayangkan bila anda yang menjadi bosnya. Kursi bos itu akan tertukar bila kita mampu merubah mindset kita dari seorang karyawan menjadi seorang pengusaha. Jadi belajarlah menjadi seorang karyawan yang baik, dan rasakan bagaimana bos anda memperlakukan anda.
Begitupun ketika anda menjadi orang tua. Tentu anda ingin anak-anak sukses. Berbagai carapun anda lakukan agar anak-anak kita terdidik dengan baik. Tegakkan kedisiplinan dan keteladanan itu kuncinya dalam mendidik anak menjadi sukses.
Dalam dunia usaha, kegagalan itu pasti kita temui, namun bila kita menyerah kalah, maka kita akan musnah. Justru yang harus diingat bagi mereka yang ingin menjadi pengusaha adalah bagaimana menangkap ide atau peluang menjadi sebuah lahan bisnis besar. Ketika ide itu dipraktikkan, belum tentu bisa langsung sukses sesuai harapan, sebab pasti kita akan menemui apa yang disebut dengan kegagalan. Karena takut gagal inilah akhirnya alam bawah sadar kita mengatakan jangan mau menjadi pengusaha, dan lebih baik menjadi karyawan saja. Kita menjadi takut gagal padahal belum pernah mencobanya.
Seorang teman yang tak lulus kuliah menjadi sukses dalam pekerjaannya dengan berwirausaha. Ketika saya bertanya apa kunci suksesnya, maka dia menjawab harus berani mencoba. Dengan mencoba itu akan terjadi trial and error. Kita pun menjadi tahu langkah yang benar dalam mencari peluang bisnis. Anda perlu menjadi pembelajar sejati dalam dunia bisnis.
Mengubah mindset para mahasiswa kita saat ini tidaklah mudah. Banyak mahasiswa yang sudah memasrahkan dirinya hanya untuk menjadi seorang karyawan. Dalam alam pikirannya dia menyangka kalau telah menjadi sarjana, maka pekerjaan akan semakin mudah didapat. Dalam kenyataannya belum tentu demikian. Padahal sudah puluhan juta uang orang tuanya terkuras hanya untuk membiayai anaknya menjadi seorang sarjana.
Page 1 of 2 | Next page