Berbuat dan Teruslah Berbuat
Artikel Tuesday, April 26th, 2011 108 views Print Artikel IniTiba-tiba Saya begitu tertarik dengan sebuah artikel yang di Upload oleh seorang teman di jejaring sosial Facebook. Dia bernama Putra Gara, seorang Novelis dan juga cepernis yang tinggal di Jakarta. Dalam artikel tersebut tertera, yang penting kita berbuat, salah atau benar itu urusan lain, selama kita berpegang pada hati jika salah nanti juga ada yang mengkritik atau membenarkan.
Saya cukup tercekat dengan ungkapan ini. Bukan karena keindahan bahasa yang disampaikan namun oleh makna yang ada. Seolah kalimat itu begitu mengejekku yang selama ini hanya asyik berbicara cuap sana cuap sini. Begitu banyak waktu saya buang hanya untuk berbicara dari waktu ke waktu. Gagasan di benak sangat banyak, ide di otak sangat berjubel, namun tak ada satu pun yang terwujud.
Ide tersebut hanya selesai di meja kopi dan pembicaraan. Bahkan untuk mewujudkan dalam sebuah tulisan agar gagasan itu dapat lebih dimengerti oleh orang lain, saya pun enggan melakukannya. Maka setelah membaca tulisan itu, saya laksana tertampar. Meminjam istilah anak muda sekarang, tulisan itu Gue Banget.
Dalam keadaan yang bersungut dan juga merutuki diri, saya merenung di ruang kerja rumah saya, yang tak begitu lebar dan juga cukup panas karena berada di lantai dua plus tanpa AC. Tatapan saya tertumpu pada sebuah buku berjudul Sketsa-sketsa Henk Ngantung Dari Masa Ke Masa terbitan Sinar Harapan tahun 1981.
Dalam buku bersampul sederhana berwarna kelabu dan kertas isinya sudah kecoklatan terdapat gambar sketsa-sketsa Henk Ngantung. Untuk Anda yang belum tahu Henk Ngantung atau sudah tahu namun lupa, saya akan coba mengingatkan dengan ingatan Saya yang sangat terbatas. Henk Ngantung adalah seorang seniman lukis yang pernah menjadi Gubernur DKI pada masa 1964-1965. Mungkin Dia adalah satu-satunya pelukis yang menjadi Gubernur di Indonesia tercinta ini.
Kembali ke buku usang tersebut, disana terdapat sketsa-sketsa Henk Ngantung dari masa sebelum kemerdekaan hingga masa mengisi kemerdekaan. Seorang Henk Ngantung sangat tahu tugas dirinya. Karena Dia seorang perupa atau pelukis dia akan melukis apapun yang ada dan juga terjadi di depannya. Dia konsisten melukis walau pun dengan alat yang seadanya, adakalanya Dia membuat sketsa dengan pencil, kadang dengan arang bahkan kertas yang dipakai pun bisa berupa tisue atau karton.
Setelah berpuluh tahun masa itu berlalu, maka sketsa-sketsa Henk Ngantung itu menjadi suatu yang sangat berarti untuk Negeri ini. Karena dari sketsa-sketsa itu kita menjadi tahu seperti apa rapat Perjanjian Renvile yang terkenal itu, bagaimana juga keadaan Linggar Jati sewaktu diadakan perjanjian, dan masih banyak lagi kejadian yang menorehkan sejarah perjalanan Bangsa ini terekam di sketsa-sketsa Henk.
Henk telah berbuat dan akan terus berbuat sesuai kata hatinya, dan itu juga yang ada dibenak saya saat ini. Saya menjadi teringat pada peristiwa seminggu yang lalu, ketika Saya diundang oleh sahabat Saya yang bernama Thomdean seorang Kartunis muda cukup ternama di Tanah Air untuk menghadiri launching buku karyanya. Di sela-sela acara tersebut Saya sekeluarga bertemu dengan Mas Wisnu Nugraha seorang penulis Best Seller skuel Tetralogi Pak Beye dan Istananya.
Dalam perbincangan itu saya mencoba membaca sekilas buku yang cukup menarik yang berjudul Pak Beye dan Keluarganya. Ternyata di keempat buku yang cukup spektakuler itu Mas Inu panggilan akrab Mas Wisnu Nugraha, hanya menulis kejadian-kejadian ringan yang terjadi di sela-sela tugas peliputannya di Istana Kepresidenan.
Istilah Mas Inu menulis hal-hal yang tidak penting yang dijumpainya di Istana, Cikeas atau pun pas kunjungan presiden. Dengan teratur Mas Inu mengupload tulisan itu untuk dinikmati bersama dan cuma-cuma katanya, di blog bersama Kompasiana. Namun siapa sangka tulisan-tulisannya kini menjadikannnya Mas Inu begitu populer karena dibukukan, setelah Dia sudah lama tak bertugas lagi menjadi wartawan istana. Hanya sebagai catatan saja Mas Inu tugas menjadi wartawan Istana pada periode pertama masa bhakti Pak Beye sebagai presiden atau tahun 2004-2009, saat ini Dia sudah bertugas di Desk Multimedia.
Ketika Saya kembali terdampar di ruang sempit dan panas ruang kerja Saya di rumah kembali, maka Saya berbertekad untuk berbuat. Tak perlu besar, toh sebuah gagasan besar jika hanya nongkrong do otak juga tak berarti apa-apa. Berbuatlah sepanjang berpegang dengan hati, berbuatlah tak perlu berpikir ini benar atau salah. Jika dengan hati maka pasti ada yang membenarkan jika kita salah, kita tinggal meluruskannya.
Mari Berbuat !
Print Artikel Ini
wah,,,,capek juga bacanya mas,,,,,,
[Reply]