Blogger, Terlahir atau Dilahirkan ?
Pendidikan Tuesday, May 3rd, 2011 1,936 views
Di sebuah blog yang saya lupa alamatnya, terpampang sebuah tagline gagah “born to be a writer (terlahir sebagai seorang penulis)”. Kesan pertama saya ketika membaca tagline tersebut adalah sikap kagum terhadap si pemilik blog alias blogger (sebut saja namanya Anto) yang sejak dini sudah mengetahui bahwa dirinya ditakdirkan sebagai seorang penulis.
Namun, tagline “born to be a writer” yang dipajang pada blog Anto tersebut sepertinya cuma sekedar omong kosong dan gagah-gagahan saja. Kenapa? karena blog tersebut ternyata sudah setahun kosong melompong dan tidak ada tulisan baru yang ditampilkan. Ibarat sebuah rumah, blog tersebut merupakan rumah yang tidak lagi berpenghuni, berdebu dan disana-sini terlihat sarang laba-laba.
Saya tidak tahu persis kenapa blog si Anto tidak pernah lagi diperbarui. Mungkin si Anto sudah menjadi penulis sungguhan dan terkenal sehingga tidak perlu lagi menggunakan blog sebagai medium untuk memajang tulisan-tulisannya. Mungkin pula si Anto tidak lagi menulis di blog karena dilarang pacarnya yang khawatir si Anto dilirik banyak cewek-cewek seperti Raditya Dhika, blogger yang menulis buku “kambing jantan”. Atau jangan-jangan si Anto telah menjadi anggota DPR dan sedang sibuk studi banding ke manca negara. Atau jangan-jangan pula, si Anto telah kehilangan passion ngeblog dan lebih senang menengok gambar-gambar seronok di ipad seperti anggota DPR yang tertangkap kamera wartawan.
Terlepas dari alasan si Anto behenti menulis di blognya, satu pertanyaan yang menarik adalah apakah benar seorang penulis itu terlahir begitu saja karena bakatnya yang besar? Ataukah penulis itu sesungguhnya bisa dilahirkan, misalnya dengan proses belajar yang terus menerus? Suatu pertanyaan generik yang bisa dilekatkan pada profesi-profesi lainnya, sebut saja atlet, pedagang, atau politisi.
Bakat saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang besar di bidangnya, tanpa diikuti dengan proses pembelajaran dan latihan yang terus menerus akan mustahil seseorang akan terus tumbuh dan berkembang, begitu keterangan yang saya dengar dari seorang pakar pendidikan. Seseorang yang mengaku terlahir sebagai penulis misalnya, ia tidak akan pernah menjadi penulis hebat jika yang bersangkutan tidak pernah menulis dan mengasah kemampuannya. Seorang atlit tinju seperti Mike Tyson yang konon terlahir sebagai petinju, karena sosok tubuhnya yang besar kokoh dan kuat, tidak akan pernah menjadi juara dunia jika tidak berlatih terus menerus dan teratur. Tyson bisa menjadi juara dunia ketika dilatih dengan benar dan terjatuh ketika mulai malas-malasan berlatih.
Jadi penulis tidak terlahir dengan sendirinya donk? Ya tentu saja. Penulis itu dilahirkan oleh berbagai peristiwa dan kejadian yang terekam dalam pengalaman. Menjadi penulis bukan tidak dengan keterampilan. Ia butuh kemampuan untuk mengupas suatu hal yang didapatkan dari proses belajar yang terus-menerus tanpa kenal lelah dan putus asa. Kerja keras adalah kunci dari segala-galanya. Ada yang mengatakan “Jika ingin berenang, maka ceburkan diri ke dalam kolam renang. Jika ingin menulis, maka menulislah. Apa saja yang dapat ditulis …”
Untuk menjadi penulis sepertinya gampang-gampang susah. Gampangnya, ide penulisan bisa diambil dimana saja dan gratis. Kita tinggal metik saja ide-ide dari langit yang biru, dari lingkungan kita, dari tempat kerja atau sekolah dan lain sebagainya. Susahnya, tidak semua orang bisa langsung memulai untuk menulis. Ada yang langsung menulis seperti orang yang sedang bercerita, ada yang perlu waktu sejenak untuk mengendapkan ide-ide sebelum dijadikan sebuah tulisan atau menulis karena dikejar tenggat waktu (biasanya ini dilakukan wartawan yang dikejar waktu cetak), dan ada yang ingin menulis tapi tidak memulai menulis …. akhirnya enggak pernah jadi dech tulisannya . Nach kalau anda sendiri bagaimana ?


Artikel yang menggugah dan “mencubit” mas menyangkut komitmen kita berbagi lewat blog dan aktifitas menulis.
Saya sendiri? Hmm…Blogging is my Passion
[Reply]
Ini seperti menyindir saya yang seakan-akan melupakan blog saya sendiri
Terlahir atau dilahirkan sebagai apa, itu terbukti dari semua yang telah dihasilkan, bukan sesuatu yang masih ada di dalam pikiran.
[Reply]
Waduh! Kok si Anto dikaitkan dengan anggota DPR, Pak?
Mari kita tanya ke [email protected] !
#eaaaaaa
—-
inspiratif dan menggugah !
Salam
[Reply]
hehehe, terima kasih mas, kayaknya saya kenal tulisan ini
“born to be a writer (terlahir sebagai seorang penulis)”
salam
omjay
[Reply]
saya cenderung percaya setiap orang bisa menulis tanpa dikawal bakat menulis sama sekalipun. Dengan usaha keras, setiap orang bisa kok jadi penulis. Alah bisa karena biasa, saya kira pepatah ini sudah sangat jelas, dan dalam bidang apapun, oleh siapapun pasti bisa, jika ada kemauan untuk menekuninya.
saya, mungkin tidak terlahir sebagai penulis, tapi saya ingin bisa menulis seperti mas Ahu, Om Jay, mas Amril juga seleblog lainnya, makanya saya berusaha untuk konsisten belajar menulis. Menulis tentang apa saja, asal kepekaan saya menulis dapat terasah.
Andaipun satu hari nanti saya tidak juga menjadi penulis handal, saya masih akan bersyukur, karena setidaknya saya sudah meninggalkan jejak sejarah tentang kehidupan saya dan orang2 yang di sekitar saya,
[Reply]
menurt ane blogger terlahir dari sebuah kerja keras…salam kenal gan
[Reply]
Mas Aris,
Pastinya itu “tagline” blog saya, dan tulisan inipun saya yakini 100% untuk saya sebagai si-empunya blog.
Jujur saja saya sangat appreciate, bahwasanya ditengah kesibukan mas aris sebagai seorang diplomat, ketua beblog, penulis, dan setumpuk kesibukan lainnya masih menyempatkan diri untuk menulis sebuah tulisan yang ditujukan khusus buat saya. Ini merupakan sebuah kebanggaan dan sanjungan buat saya. Artinya mas aris masih peduli dengan saya sebagai sahabat.
Tulisan tersebut merupakan kritikan/ masukan positif yang cukup menghujam jantung (ngikutin gaya mas eko…..) namun secara pribadi sangat membangunkan saya dari tidur pulas selama ini. Satu hal yang perlu saya klarifikasi adalah, saya sendiri tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang penulis apalagi terlahir sebagai seorang penulis (born to be a writer) sebagaimana terpajang “gagah” pada blog yang jangankan sahabat, bahkan pemiliknyapun (mungkin) sudah lupa dimana alamatnya.
“Tagline” dalam blog tersebut sangat memiliki nilai historis bagi saya sebagai si-empunya blog. Mengapa bunyinya demikian? Saya masih ingat betul saat putra pertama saya lahir adalah saat-saat dimana saya pertamakali serius ngeblog karena beberapa kali di ingatkan melalui email oleh mas budi putra bahwa http://asiablogging.com (ABN) sudah launching dan para penulis yang memang sudah diseleksi sebelumnya (termasuk saya) agar sudah mulai aktif melakukan posting tulisan di blog keroyokan tersebut.
Karena itu, sebenarnya “tagline” tersebut lebih saya tujukan kepada kelahiran putra pertama saya, dengan harapan (barangkali saja) kelak bisa menjadi seorang penulis. Bisa jadi itu hanya sebuah harapan yang sia-sia belaka jika tidak di iringi oleh usaha dan do’a, atau bisa juga itu hanya luapan emosi sesaat dari seorang ayah yang begitu berbahagia karena kelahiran putra pertamanya berbarengan disaat ia sedang menggandrungi dunia penulisan.
Tentu sahabat seperjuangan saya di ABN, mas ATG juga masih ingat betul saat-saat beliau saya sibukan dan berulangkali saya ganggu karena menjadi tutor saya untuk membuat blog berbayar tersebut (thanks again ya mas ATG……)
Berhenti sesaat bukan berarti menghilang, terkadang ada saat-saat dimana kita “terpaksa” harus mundur beberapa langkah agar pijakan kaki menjadi lebih seimbang bahkan hingga berbelok berlawanan arah untuk menggapai sebuah tujuan yang (mungkin) “tidak pasti” tercapai, karena hingga saat ini saya yakin bahwa sesuatu yang kekal didunia ini salah satunya adalah sebuah “ketidak-pastian”…..
Sekali lagi terimakasih telah mengingatkan saya dalam tulisan tersebut. Mudah-mudahan saya tidak termasuk dalam golongan anggota dewan yang “terhormat”, sebagaimana mas Aris sebutkan di atas…..
Salam,
Yulyanto (Anto)
[Reply]
Mas Aris,
Pastinya itu “tagline” blog saya, dan tulisan inipun saya yakini 100% untuk saya sebagai si-empunya blog.
Jujur saja saya sangat appreciate, bahwasanya ditengah kesibukan mas aris sebagai seorang diplomat, ketua beblog, penulis, dan setumpuk kesibukan lainnya masih menyempatkan diri untuk menulis sebuah tulisan yang ditujukan khusus buat saya. Ini merupakan sebuah kebanggaan dan sanjungan buat saya. Artinya mas aris masih peduli dengan saya sebagai sahabat.
Tulisan tersebut merupakan kritikan/ masukan positif yang cukup menghujam jantung (ngikutin gaya mas eko…..) namun secara pribadi sangat membangunkan saya dari tidur pulas selama ini. Satu hal yang perlu saya klarifikasi adalah, saya sendiri tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang penulis apalagi terlahir sebagai seorang penulis (born to be a writer) sebagaimana terpajang “gagah” pada blog yang jangankan sahabat, bahkan pemiliknyapun (mungkin) sudah lupa dimana alamatnya.
“Tagline” dalam blog tersebut sangat memiliki nilai historis bagi saya sebagai si-empunya blog. Mengapa bunyinya demikian? Saya masih ingat betul saat putra pertama saya lahir adalah saat-saat dimana saya pertamakali serius ngeblog karena beberapa kali di ingatkan melalui email oleh mas budi putra bahwa http://asiablogging.com (ABN) sudah launching dan para penulis yang memang sudah diseleksi sebelumnya (termasuk saya) agar sudah mulai aktif melakukan posting tulisan di blog keroyokan tersebut.
Karena itu, sebenarnya “tagline” tersebut lebih saya tujukan kepada kelahiran putra pertama saya, dengan harapan (barangkali saja) kelak bisa menjadi seorang penulis. Bisa jadi itu hanya sebuah harapan yang sia-sia belaka jika tidak di iringi oleh usaha dan do’a, atau bisa juga itu hanya luapan emosi sesaat dari seorang ayah yang begitu berbahagia karena kelahiran putra pertamanya berbarengan disaat ia sedang menggandrungi dunia penulisan.
Tentu sahabat seperjuangan saya di ABN, mas ATG juga masih ingat betul saat-saat beliau saya sibukan dan berulangkali saya ganggu karena menjadi tutor saya untuk membuat blog berbayar tersebut (thanks again ya mas ATG……)
Berhenti sesaat bukan berarti menghilang, terkadang ada saat-saat dimana kita “terpaksa” harus mundur beberapa langkah agar pijakan kaki menjadi lebih seimbang bahkan hingga berbelok berlawanan arah untuk menggapai sebuah tujuan yang (mungkin) “tidak pasti” tercapai, karena hingga saat ini saya yakin bahwa sesuatu yang kekal didunia ini salah satunya adalah sebuah “ketidak-pastian”…..
Sekali lagi terimakasih telah mengingatkan saya dalam tulisan tersebut. Mudah-mudahan saya tidak termasuk dalam golongan anggota dewan yang “terhormat”, sebagaimana mas Aris sebutkan di atas…..
Salam,
Yulyanto (Anto)
[Reply]
memang benar……saya setuju dengan bahasan nya…..
dengan pengalaman dan ke sadaran diri untuk mencurah kn semua kejadian dan pengalaman…..
[Reply]
mungkin malas kali mas..apa gak ada ide….harusnya tagline nya gak gitu banget kali ya harusnya
[Reply]
sebenarnya sih penghalangnya adalah diri kita sendiri,,biasanya sifat malas yang menjadi hambatan ….karena kita dilahirkan mempunyai potensi yg besar…
[Reply]
terlahir dan dilahirkan kan sama…, sama2 kata pasif…, tapi menarik juga bacaan di atas… saya rasa tergantung kepada kita…
[Reply]
Memang untuk membuat blog itu semudah membalikkan telapak tangan, akan tetapi sangat berat sekali jika kita ingin membalikkan kembali telapak tangan kita Itu menandakan untuk menjadi seorang blogger sejati memang tidaklah mudah. Seperti tagline Anda yaitu Born to be Writer, saya juga memiliki tagline The Famous Blogger from Borneo. Sebenarnya bukan ada maksud apa2 membuat tagline tsb, hanya ingin memotivasi diri sendiri aja. Demikian sedikit sharing dari saya. Keep spirit for blogging… Trims
[Reply]
klo udah kosong lama gitu ,,,terbengkalai dong,,mungkin rasa malas yang menyebabkan smua itu,,,tapi kan sekarang udah hidup lagi blognya,,,
[Reply]
Salam kenal, Mas Aris. Saya sepakat dengan Anda. Tidak ada sebuah prestasi yang datang begitu saja. Tengok saja penulis-penulis besar, mereka tidak besar begitu saja. Perjuangan mereka berat. Dalam penguasaan ketrampilan bahasa (apapun bahasa itu) ketrampilan menulis akan dicapai pada urutan keempat. Menulis itu termasuk productive skill, sama dengan berbicara. Sedangkan menyimak dan membaca itu tergolong receptive skill yang sifatnya hanya menikmati. Benar memang, seorang penulis itu memerlukan banyak modal, dan ketrampilan tersulit ya memang menulis itu. Anak yang lahir tak akan bisa langsung menulis. Dia akan melewati tangga-tangga sebelumnya, misalnya berbicara, menyimak, membaca, baru bisa menulis…
[Reply]