15 mil

Ali Reza

 

“Aku dulu sepertimu. Muda, berambisi tapi selalu mengikuti aturan. Tiga puluh dua tahun menjadi polisi, tapi harus berakhir seperti ini. Tangan dan kaki dirantai, terkurung dalam mobil baja. Sial, seperti monster saja” James Milner berkata, lebih untuk menghilangkan kekakuan diantara mereka. Yang diajak bicara seorang detektif muda yang menangkapnya, baru beberapa hari ini dipindah tugaskan, hanya diam dengan sesekali melihat jam tangannya. Barangkali karena cuaca panas membuat wajahnya memerah dan sedikit flu.

Mobil belok ke kiri, supirnya terlalu kasar mengemudi hampir mengempas mereka.

“Apa kau selalu diam begini? Atau takut kalau bicara akan membuatmu lengah dan kemudian aku akan mengeluarkan klip dari dalam mulutku, membuka rantai ini dan kemudian membunuhmu? Ah, itu sangat bodoh. Aku tidak akan melakukannya.”

Ada jeda sebentar. Ruang di dalam mobil tahanan itu terasa panas, ventilasi tidak memberikan angin yang cukup.

“Mungkin sedikit cerita di masa lalu akan membuat kita saling mengenal” James menarik nafas panjang dan menghembuskannya. “Aku pernah mengawal seorang penjahat besar. Seorang pembunuh berantai. Tapi ia asik diajak bicara.”

Si detektif muda mengangkat kepalanya seperti tertarik untuk bicara tentang penangkapan pembunuh berantai itu. Untuk pertama kalinya ia bicara. “Aku pernah mendengarnya. Kurt si Penjagal. 1986. Kau menangkapnya.”

“Tepat. Tanpa mengeluarkan sebuah peluru. Dan terima kasih menangkapku tanpa peluru, detektif Adam Johnson”

Sebelumnya detektif Adam Johnson pernah sedikit mendengar tentang James Milner, terutama berita tentang polisi yang membantai sebuah keluarga. Tapi tidak sedikit hal-hal baik yang didapatnya dari rekan-rekan James yang masih memercayainya.

“Detektif Johnson, apa kau menikah?”

“Ya. Aku memiliki seorang anak perempuan. Usianya empat tahun.”

Well, itu bagus.”

“Terima kasih”

Mobil melaju tenang, beberapa kali berhenti karena macet. Dua sepeda motor pengawal di depan mereka rupanya tidak bisa memberi ruang. Pagi itu matahari bersinar cerah di awal musim panas. James bisa melihat sedikit ke arah luar, ke jalanan dan memerhatikan orang-orang berdiri berjejer melihat iring-iringan kendaraan mereka. “Mereka sepertinya tidak menyukaiku” ia kembali duduk.

Si detektif muda melepas jaketnya, membuka tiga kancing kemeja dan menggulung kedua lengan kemejanya. James melihat sebentar ke arah pistol milik Adam.

“Pernah menembak? Penjahat maksudku”

“Beberapa kali. Tapi belum pernah sampai membunuh.”

“Meleset?”

“Tidak semua”

James tertawa kecil, lalu berkata, “Aku menembak ratusan kali, membunuh tujuh belas penjahat dan dua dari tembakan itu membuatku mendapat penghargaan.”

James di usia pertengahan lima puluhan memiliki mata tajam dan sepertinya masih sulit dijatuhkan, terlihat tidak ada rasa takut sedikit pun atas tuduhan sebagai pembunuh kelas satu. Tapi kini reputasinya seperti hilang terbawa air. Dua tahun terakhir ia lebih dikenal sebagai seorang polisi yang mengacaukan segalanya, menganggap dirinya lebih pintar dari selusin polisi di kantornya dan seorang pemabuk payah.

“Aku banyak mendengar cerita tentangmu”

“Tapi kau belum mendengar semuanya” James berkata, lalu terdiam, cukup untuk terlihat sedih. “Dua puluh lima Januari, aku baru pulang dari Toe’s jam sebelas malam menyesali pertengkaranku dengan istriku. Semua masalah berkumpul di kepalaku dan aku hampir membentur kepalaku ketika tiba-tiba kulihat dua orang pria memasuki sebuah rumah. Dua orang pria dengan dua buah tongkat baseball.”

“Sudah terjadi kekacauan ketika kumasuki rumah itu. Sepasang suami istri dan kedua anaknya terpojok. Aku melompat masuk, tapi salah seorang bangsat itu tahu kedatanganku. Ia memukul kepalaku dengan tongkat dan aku tidak ingat apa-apa lagi setelah kejadian itu. Kuperkirakan pemilik rumah melakukan perlawanan” James memegang kepalanya yang masih terasa pusing akibat pukulan tongkat itu. “Salah satunya mengambil pistolku dan menembak mereka satu per satu.” James memberi isyarat agar Adam mau memegang bagian samping kanan belakang kepalanya. Adam merasakan benjolan dan sedikit darah yang menempel di jari tengahnya.

Mobil berhenti. Mereka tiba di pengadilan pukul 08.45, disambut puluhan wartawan, dua orang polisi pengawal dan orang-orang yang ingin melihat James.

“Ini saatnya” Adam berkata, membuka kunci rantai dari lantai mobil

Pintu mobil terbuka, petugas mengawal mereka hingga memasuki gedung sedangkan para wartawan hanya mendapat gambar tanpa komentar dari James atau Adam.

James menatap Adam dalam-dalam, ia berkata padanya, “Mereka kembar.”

Ketika pengadilan dimulai setengah jam kemudian, Adam menjadi saksi dengan keraguan. Namun meski demikian semuanya jelas, sidik jari di pistol merupakan milik James. Ia menangkapnya tanpa perlawanan dan tidak ditemukan tongkat baseball seperti yang dikatakan James sebelumnya.

***

 

Page 1 of 3 | Next page