Pengkhianatan Kucing di malam minggu
Cerita Pendek Tuesday, July 31st, 2012 280 views Print Artikel IniSeperti biasa setiap malam minggu, Kosasih selalu menyambangi rumahku sekedar bercerita berbagai hal mulai dari cerita asmara, karir, main tebak-tebakan, sampai cerita masa kecilnya. Malam minggu kali ini ia kembali bercerita, sementara aku menjadi pendengar yang baik karena tak mempunyai stok cerita yang banyak. Ia langsung teringat kakeknya yang selalu bercerita tentang asal-usul hewan dan tanaman di kampungnya. Sang kakek menjadi teman berceritanya saat masih kecil. Ia pun teringat pada satu cerita kakeknya tentang asal-usul kucing dan anjing yang tak pernah akur. Kosasih bertanya padaku, “sudah mendengar belum ceritanya” tanyanya. Aku mencoba mengingat-ingat memori masa kecil, “rasa-rasasnya sudah, tapi tidak sampai selesai” ucapku.
“begini cerita kakeku” ungkapnya. Alkisah pada dahulu kala saat hewan-hewan menguasai bumi, sebelum manusia ada. Di tanah ada Jawa sebuah kerajaan hewan yang dipimpin Singa. Kucing dan Anjing adalah tentara kerajaan, mereka merupakan sahabat sejati. Saling membantu sesama menghadapi musuh. Namun si kucing tak memiliki senjata lengkap, hanya bermodalkan taring sebaliknya Anjing memiliki kuku sakti, dan jurus seribu bayangan. Karena senjatanya itu Anjing dipercaya Singa sebagai jenderal besar.
Sejak naik Jabatan Anjing tak berpisah dengan sahabatnya itu. Hingga suatu saat datang surat yang ditujukan kepadanya.“sahabat kita sudah lama berjuang, susah senang bersama. Kini kau sudah meraih cita-citamu. aku ingin bertemu denganmu. Aku tunggu di pasar” kata kucing dalam sebuah suratnya. Usai membaca surat itu, si Anjing teringat sahabat lamanya, segera ingin menemuinya.
Sampailah di hari H, Anjing bersiap-siap dengan mengenakan baju kebesarannya menemui sahabat lamanya. “mungkin ia ingin bernostalgia denganku” pikirnya dalam hati. Setelah melewati perjalanan 5 mil, tibalah Anjing di pasar dekat ibu kota kerajaan.
Di kedai kopi, kucing duduk dengan kopi di hadapannya. “sepertinya itu kucing” kata Anjing. Ia mendekat kesana dan ternyata memang benar itu sahabatnya. “hai kawan sudah lama kita tak bertemu. Kau sudah terlihat beda dengan dulu yang masih dekil” sambungnya. “ah bisa saja kau Cing, sama saja” merendah Anjing.
“hebat ya sekarang kau sudah menjadi jenderal besar” puji si kucing sembari menepuk badan Anjing. “aku juga tak menyangka bisa seperti ini, kamu juga tak menutup kemungkinan untuk berprestasi” kata Anjing. Mereka sangat menikmat obrolan sore itu, sehingga tak terasa kopinya sudah tiris. Sesekali diselingi tawa terbahak-bahak dari mulut mereka berdua yang menyita perhatian orang yang kebetulan lewat.
Tiba-tiba di pertengahan obrolan Kucing berkata “sebenarnya aku ingin minta bantuanmu, itu pun jika tak keberatan” pintanya. Anjing merasa terdiam sejenak, “ada apa, kalau bisa aku bantu ya aku bantu” tawarnya. Diam sebentar si kucing melanjutkan pembicarannya, “aku ingin meminjam senjatamu itu”. “untuk apa “ anjing bertanya. “aku ingin menggunakannya untuk menghadapi perang yang akan terjadi di tahun-tahun ini, sebab kamu sudah tak turun ke lapangan lagi, sayang jika tak digunakan” papar kucing.
“benar juga, tapi gimana ya, aku sangat menyayanginya, sebab dengan itu aku menempati posisi seperti saat ini” kata Anjing. “baiklah karena kita sahabat, dan aku ingin melihat sahabatku berprestasi pula” lanjutnya. “jadi aku boleh meminjam senjata itu” kata kucing. Anjing mengangguk petanda boleh. “terima kasih sahabat, aku tak akan melupakan jasamu ini”. “pesanku setelah perang usai, senjata itu kembalikan padaku” kata Ajing. “tenang jangan khawatir” kata kucing seraya tersenyum lebar.
Anjing menyuruh menemuinya besok untuk mengambil senjatanya itu. Percakapan mereka pun berakhir bersamaan dengan gelapnya malam, bergegas kembali ke rumahnya masing-masing. Anjing pulang dengan perasaan sedikit khawatir tentang niatan si kucing. Tapi ia tak mau berburuk sangka dengan sahabat karibnya itu. sementara si kucing terus tersenyum setelah si Anjing membolehkan meminjam senajatanya itu.
Keesokan harinya Kucing tiba di rumah sahabatnya yang luas dan megah itu. Terkagum-kagum matanya berpindah –pindah arah menatap setiap sudut yang ada. Bila dibandingkan dengan rumahnya sendiri sangat berpindah, ia tinggal di pekampungan yang dikelilingi sawah. Kucing masih berdiri di halaman rumah sahabatnya itu. dari dalam rumah si Anjing melihat ke jendela dan mendapati temannya sudah ada di luar. Segera ia menemui temannya.
“kenapa tidak mengetuk-ngetuk pintu” tanya si Anjing. “aku kagum dengan rumahmu yang besar ini berbeda dengan rumahku” kata si kucing. “cepat masuk sini” ajaknya masuk ke dalam rumah. Seperti seorang tamu pada umumnya, si kucing disediakan makanan ringan, dan segelas kopi. Di dalam rumah ia pun menengok-nengok ke berbagai perabotan yang ada. Sementara si Anjing sedang bersiap mengeluarkan senjata yang akan dipinjamkannya.
Anjing keluar dari kamarnya dengan membawa kotak persegi empat, terbuat dari kayu jati dihiasi dengan ukiran-ukiran Jepara, di kotak itulah senjatanya disimpan. Semenjak menjabat jenderal besar senjatanya tak dipakai lagi, lebih banyak bertugas di keraton. “inilah senjataku” ucap Anjing. “kamu sangat hati-hati menyimpannya” tanya kucing. “ya aku sangat menjaganya seperti menjaga diriku” katanya. “sebenarnya aku tak mengijinkan kepada siapapun, namun karena kau sahabat seperjugananganku, aku pinjamkan ini” sergahnya. “aku selalu berpikir positif dan ingin melihat temanku berprestasi” lanjutnya. Kucing hanya terdiam mendengar ucapan temannya itu. “pesanku sekali lagi, setelah kau berhasil memenangi pertempuran itu, tolong kembalikan senjata itu” kata Anjing. “terima kasih kawan, aku akan menjaga senjata ini seperti kau menjaganya, dan aku segera akan mengembalikannya” kata kucing.
Senjata itu pun berpindah tangan, setelah menerimanya Kucing lantas berpamit. Anjing mempersilahkan sahabatnya pergi, sementar hatinya masih tak tenang. ia segera menghapus kekhawatirannya dengan beraktifitas kembali, bersiap-bersiap menuju keraton menghadap sang raja.
——-\
Keadaan perbatasan semakin genting, pasukan musuh mulai mendekat. Raja segera memerintahkan Anjing menyiapkan pasukan untuk dikirim kesana. Setelah mendengar berita itu, ia memerintahkan Kerbau menjadi panglima memimpin pasukan tempur kerajaan. Kucing sendiri ada di dalam kesatuan itu.
Berbagai persenjataan dikeluarkan mulai dari pelontar api, sampai meriam besar. Ribuan pasukan sudah berkumpul di alun-alun depan keraton, menunggu komando. Usai mendapat komando pasukan bergerak menuju wilayah konflik yang terletak di perbatasan timur, daerah pegunungan dan hutan lebat Kerbau sendiri cukup berpengalaman, karena berhasil menumpas pemberontakan di wilayah selatan.
Perjalanan sangat jauh, melewati perkampungan, hutan belantara, dan perbukitan. Dengan semangat tinggi pasukan terus merangsek medan yang susah itu. Tak jarang saat melintasi perkampungan, warga memberi bantuan kepada mereka berupa air minum, nasi, dan sekedar tempat mengasoh. Perjalanan menuju kesana memakan tiga haru waktu perjalanan. Di hari keempat mereka sudah dekat dengan wilayah perbatasan, hanya beberapa jam lagi mereka sudah sampai.
Sampai lah di wilayah perbatasan di tandai dengan tiang perbatasan. Mereka beristirahat sembari mendirikan tenda mempersiapkan amunisi meriam, anak panah, dan perisai. Di depan berjarak 5 kilo meter tenda-tenda pasukan musuh sudah berdiri dilengkapi dengan meriam-meriam. Kerbau menulis surat kepada tentara kerajaan Harimau yang dipimpin Badak. Surat itu berisi ajakan menyelesaikan masalah melalui jaur dialog, guna menghindari pertempuran yang menumpahkan banyak darah, dan memboroskan anggaran negara.
Kerbau mengutus Kambing utusan untuk mengantarkan surat itu ke tenda pasukan Badak. Siap tidak siap, kambing menerima perintah atasan dengan berat hati ia melaksanakannya. “ini demi tugas negara, segala sesuatunya demi negara” Kerbau menguatkan hati bawahannya itu. “baik panglima” kata Kambing. Sampailah di tenda tentara lawan, ia segera dihadang. “ada apa” tanya prajurit itu. Kambing menjelaskan kedatangannya, ingin menemui panglima Badak, menyampaikan surat dari panglima Kerbau. Diijinkanlah kambing menemui panglima.
Badak membaca dengan seksama isi surat itu. Tak lama lalu menyobeknya, dan menyuruh ajudan untuk membunuh Kambing. “surat macam apa ini, tidak bisa seperti itu, ini harus diselesaikan dengan perang” kata badak. “bunuh dia” perintahnya. Kambing tak bisa melarikan diri, karena sudah dikelilingi tentara dengan pedang siap menghujamnya, dan akhirnya tusukan pedang membunuhnya. Perang dimulai tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Badak memerintahkan pasukannya untuk menyerang. Esok hari saat pagi menyingsing pasukan Badak bergerak menuju perbatasan, kearah pasukan Kerbau berada. Saat menunggu utusannya kembali, Kerbau dikejutkan oleh serangan mendadak. Dengan persiapan seadanya ia menyuruh pasukannya bersiap-siap dengan perlatan yang ada.
Perang tak terhindarkan, hujan panah dari kedua pihak saling berganti. Keadaan semakin terjepit, panglima kerbau mengambil inisiatif untuk tidak bertahan melainkan menyerang. Mengerahkan pasukan cadangan menuju kearah pasukan badak. Kerbau memaksakan kehendak dengan bermodalkan pasukan yang sedikit, hasilnya dapat dipatahkan pasukan badak, dan terbunuh lah kerbau.
Pasca serangan itu, Badak segera menarik pasukannya mundur, mengambil waktu istirahat di malam hari. Ia merasa yakin memengangkan pertempuran ini, karena sudah terbunuhya Kerbau. Mengetahui panglimanya terbunuh, para tentara yang tersisa membawa kembali mayatnya ke kamp. Kini mereka tak memiliki panglima yang mempiminnya, wajah-wajah mereka masam khawatir akan mengalami kekaalahan. Sapi, Banteng, dan Owa Jawa berdiskusi menentukan siapa pengganti panglima kerbau. Mereka adalah hewan kepercayaan panglima kerbau.
Usai panjang lebar berdiskusi akhirnya mereka sepakat menunjuk Kucing menggantikan posisi Kerbau. Kucing yang sedang ngobrol bersama teman-temannya dipanggil oleh Owa Jawa. “sini ikut, ada hal penting yang ingin dibicarakan” kata Owa. Kucing terheran dengan ajakan owa itu, ia pun segera mengikuti perintahnya. “setelah berdiskusi kami sepakat menunjuk kamu sebagai pengganti panglima” kata Banteng, diikuti dengan anggukan kepala Sapi, dan owa Jawa.
“Aku tak siap dengan perintah ini” kata kucing. Mereka melihat Kucing adalah teman seperjuangan Jenderal Anjing, memiliki lumayan banyak pengalaman mengikuti perang bersamanya. “kami melihat kamu sebagai teman seperjuangan Jenderal Besar” papar Banteng. Kucing berpikir lama, lantaran bingung perihal putusan ini dan merasa dirinya belum siap. Ia teringat senjata yang dibawanya saat ini. Senjata yang dipinjamkan temannya waktu itu. Hatinya pun kini menjadi yakin, segera ia mengiyakan tawarannya itu. “baiklah aku terima tawaran ini”.
Tibalah di hari berikutnya, melanjutkan pertempuran. Kali ini kucing yang memimpin pasukan mengahadapi gempuran bala tentara kerajaan Harimau. Pertempuran berlangsung alot, kedua pihak mulai kehabisan suplai baik persenjataan maupun tentara. Kucing membiarkan pasukan badak terus menyerang, ia sendiri memilih bertahan sekuat tenaga menunggu kekuatan lawannya habis. Prediksinya terbukti, pasukan Badak mulai kehabisan tenaga, dan kucing segera menyerang balik. Menggunakan senjata andalannya berupa Kuku Sakti, dan Jurus Seribu Bayangan. Tak dinyana pasukan badak dapat dikalahkan, sekaligus membayar nyawa Kerbau dengan kemenangan. Badak pun terbunuh dalam pertempuran itu dengan sayatan kuku saktinya Kucing, menjadikan tawanan pasukan yang tersisa.
Berita kemenangan tersiar di seluruh kota, Raja beserta rakyat menyambut rombongan tentara. Kucing mendapatkan penghargaan dari raja berupa medali, serta menaikan posisi jabatannya menjadi panglima tertinggi. Para pejabat keraton memberikan selamat, pesta pun digelar guna merayakan kemenangan ini. Anjing turut bergembira dengan prestasi temannya itu dan memberikan ucapan selamat. Sekaligus gembira karena senjatanya akan kembali ke tangannya selepas kucing mengikuti pertempuran itu.
———-///
Anjing gundah sebab sudah lima bulan Kucing tak memenuhi janjinya mengembalikan senjatanya. Sudah berkali-kali ia menyurati namun tak dibalas, hingga akhirnya kesabarannya sirna. Anjing segera memerintahkan pasukannya untuk membawa Kucing ke hadapannya. Pasukannya pun menemui Kucing di kediamannya, dan mereka dihadang oleh pasukan kucing sehingga tak bisa masuk.
Pasukan anjing memaksa masuk namun tak diperbolehkan, maka mereka terus menerobos. Kucing memberikan komando ke anak buahnya untuk menghabisi utusan Anjing, sehingga terjadilah bentrokan. Pasukan Anjing kalah jumlah dengan pasukan kucing yang berjumlah lebih banyak, dalam bentrokan itu pasukan anjing terbunuh semua.
Setelah insiden itu, kucing segera melapor kepada Raja, bahwa pasukan Anjing telah menyerang kediamannya, dengan membeberkan serta merekayasa bukti-bukti yanga ada seperti senjata tajam. Menerima laporan itu Singa berang dan segera mengutus bawahannya untuk segera membuat keputusan pemberhentian Anjing sebagai seorang menteri.
Sudah sehari semalam Anjing menuggu tak ada kabar dari utusannya. Dari kejauhan terlihat ada yang datang, mereka adalah utusan raja membawa surat keputusan pemberhentiannya. “ada apa kalian datang” tanyanya. “kami datang atas perintah raja untuk memberikan surat ini kepada mu”. Anjing membaca suratnya itu, tak lama kemudian wajahnya memerah dan giginya mengancing. “maksudnya apa ini, saya tidak berbuat seperti ini”. “saya tidak tahu hanya diperintah oleh raja”.
Anjing kesal dengan pemberhentiannya secara sepihak oleh raja, ia menuduh kucing ada di balik ini semua. Ia merasa Kucing telah menghasut raja untuk segera menggulingkannya. perkara ini ia tak ingin menghadap ke Raja sebab pikirnya semuanya sia-sia, lebih memilih menerimanya. Segara bersumpah tak akan melupakan pengalaman ini, dan mewariskan dendam ini kepada cucunya. “aku akan menuntut dendam sampai anak cucuku”.
“Begitulah ceritanya, kenapa Kucing dan Anjing selalu ribut” kosasih mengkahiri cerita malam itu. Setelah mendengar itu kami tertawa. Obrolan kami pun malam itu berakhir, karena sudah tak ada bahan cerita lagi dari kosasih. “nanti cerita lagi ya” kataku.