Pembangunan Monumen Perjuangan di Cibarusah
Bekasi-Ku Monday, August 20th, 2012 53 views Print Artikel Ini
Release dan Narasi :
Panitia Nasional Pembangunan dan Pelestarian Masjid Al-Mujahidin sebagai Monumen Nasional Perjuangan Ulama/Umat Islam untuk Kemerdekaan Republik Indonesia (Jejak Sejarah Pangkal Pelatihan Perang Laskar Hizbulloh Sabilillah untuk Kemerdekaan Republik Indonesia di Cibarusah, Bekasi)
Bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Bekasi ke 62 dan HUT ke 68 Kemerdekaan Republik Indonesia, pada pukul 15.30-18.00 WIB, Rabu, 15 Agustus 2012 (26 Ramadhan 1433 H) di area Masjid Al-Mujahidin Cibarusah, rakyat Bekasi bersama Pemerintah Daerah, Ulama/Habaib, para veteran, dan pemuda menggelar acara Tasyakur Kemerdekaan, Istighatsah dan Peresmian Soft Launcing Pembangunan dan Pelestarian Masjid al-Mujahidin Cibarusah, sebagai Monumen Perjuangan Ulama/Umat Islam dalam Mewujudkan Kemerdekaan Republik Indonesia. Agenda tersebut akan dilangsungkan di Masjid Al-Mujahidin Babakan Cibarusah, Bekasi, dihadiri oleh Bapak Dede Yusuf, Wakil Gubernur Jawa Barat, bersama para ulama, tokoh agama, veteran dan masyarakat luas.
Pada 1 Agustus (12 Ramadhan), Panitia Pembangunan Monumen telah diterima oleh Dewan Pertimbangan Presiden SBY di lingkungan Istana, Kantor Wantimpres, bersama arsitek pembangunan, Bapak Dr. Ir. Kamal Arif dan Tim dari Yayasan Bustanussalatin, Bandung. KH Makruf Amien selaku Wantimpres mendukung dan menyambut baik untuk meneruskan proses pembangunan sebagai sesuatu yang penting bagi pengembangan semangat juang dengan spirit nasionalis-religius.
Diantara para penggagas dan dalam kepanitiaan nasional pembangunan dan pelestarian monumen bersejarah tersebut tercatat beberapa nama yang menjadi saksi sejarah dan mendukung pembangunannya antara lain : K.H. Makruf Amien (Dewan Pertimbangan Presiden RI), Prof. Dr. Nazarudin Umar, MA (Wakil Menteri Agama), Ir. H. Sholahuddin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebu Ireng Jombang, Putera KH. Wahid Hasyim), Prof. Dr. Masykuri Abdillah (Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden RI), Muliaman D Haddad (Wakil Gubernur Bank Indonesia/Ketua Umum OJK, yang putera asli Bekasi), Prof. DR. Ermaya Suradinata, MH (Rektor Presiden University), KH. Zaenuddin MZ (alm), KH. Slamet Effendi Yusuf (Ketua Majelis Ulama Indonesia), H. Dede Yusuf (Wakil Gubernur Jawa Barat), Ir. H. Deddy Harsono, MBA (Ketua Umum Forum Investor Bekasi), SD. Darmono (Pendiri/Presdir Jababeka), Halim Shahab (Direktur EJIP), K.H. Ahmad Bagja (Ketua DPP Dewan Masjid Indonesia), K.H. Ikram Zulfaqar (Ketua Umum Majelis Dzikir Zulfaqqar). Di tingkat daerah Bekasi, terdapat dukungan dan legitimasi dari Komandan Korem Wijayakarta, Komandan Kodim Bekasi, Kapolresta Bekasi, KH. Amien Noer, MA (Ketua MUI Bekasi, Putera KH Noer Alie), KH. Abdul Haq Hamidy, KH. R. Noeh Inayatillah (alm), KH. Yusuf Kamil, KH. Jamaluddin Nawawi dan H. Munawar Fuad Noeh, selaku Ketua Panitia Nasional sekaligus Ketua Umum DKM Al Mujahidin.
Pembangunan Monumen Perjuangan yang rencananya akan rampung pada Agustus 2014 tersebut, dimaksudkan untuk mengenang dan melestarikan semangat juang, jiwa patriotisme, persatuan, teladan keilmuan dan semangat berkorban demi kecintaan terhadap tanah air sebagai bagian dari wujud keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan spirit itulah, diharapkan akan memberikan energi bagi generasi kini dan mendatang, sebagaimana jejak para pemimpin perjuangan yang berlatih di camp Cibarusah saat itu, dimulai Pelatihan Perang Pertama pada 28 Februari 1945, dipimpin beberapa tokoh seperti KH.Wahid Hasyim, yang mewakili ayahnya, KH. Hasyim ‘Asy’ari, KH Zainul Arifin, bersama sekitar 500 pemimpin Laskar Hizbulloh Sabilillah, juga diantaranya ulama Bekasi KH. Noer Alie (yang telah diangerahkan sebagai pahlawan nasional) dan KH. Makmun Nawawi, Cibogo Cibarusah, Bintal Laskar Hizbulloh pengasuh Pesantren Al-Baqiyatushsholihat Cibarusah. Usai pelatihan perang tersebut, 500 kader kembali ke desa-desa dan memberikan latihan kepada para pemuda sehingga pada saat Jepang menyerah , anggota Hizbulloh berjumlah 50.000 orang.
Dalam catatan sejarah di saat latihan perdana, pada 28 Februari 1945, yang dihadiri oleh Gunseikan, para perwira Nippon, Pimpinan Pusat Masyumi, Pangreh Praja dan lainnya, Guiseikan memberikan sambutannya :
“Berhubung dengan nasib Asia Timur Raya, maka semasa sekarang adalah masa yang amat penting seperti yang belum pernah dialami atau terjadi di dalam sejarah. Dalam saat yang demikian itu, telah bangkit segenap umat Islam di Jawa serta berjanji akan berjuang “luhur bersama dan lebur bersama”…Buktinya ialah pembentukan barisan muda Islam yang bernama Hizbulloh. Dengan demikian lahirlah tujuan untuk menghancurkan musuh yang zalim dan perjuangan dengan segenap jiwa raga, maka saya sangat gembira membuka latihan pusat barisan Hizbullah ini.”
Saat itu, di kamp militer Cibarusah, laskar tak murni berlatih soal perang. Di malam hari, mereka mengaji dengan ulama seperti KH Mustafa Kamil dari Singaparna, Jawa Barat, dan belajar soal bahan peledak kepada KH Abdul Halim. Setelah latihan tiga bulan, opsir Hizbullah dipulangkan untuk melatih milisi di daerah asal yang beranggotakan para santri.
Kuntowijoyo, pakar sejarah, melihat laskar bentukan Wahid ini mengubah peta militer di Indonesia. Tak terbayangkan sebelumnya santri bisa jadi petinggi tentara republik. “Hizbullah membuat santri yang tidak mengenal ilmu kemiliteran jadi bisa ikut aktif dalam revolusi fisik,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan majalah Tebuireng.
Setelah Partai Masyumi berdiri pada 7 November 1945, Hizbullah, juga laskar Sabilillah, masuk jadi sayap militer partai Islam saat itu. Kedua laskar ini ikut bertempur melawan tentara Sekutu, di antaranya pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Selepas agresi militer Belanda pertama pada 1947, Gerakan Pemuda Islam Indonesia yang diprakarsai M. Natsir dan Wahid bergabung dengan kedua laskar tersebut. Mereka membentuk Dewan Mobilisasi Pemuda Islam Indonesia, yang menentang semua perundingan dengan Belanda.
Dalam pembukaan latihan tersebut, Kiai Haji Zainul Arifin, Ketua Markas Tertinggi Hizbulloh, dan Kiai Haji Wahid Hasyim, Ketua Muda Masjumi, mengingatkan akan pentingnya latihan kemiliteran bagi para pemuda untuk membela agama Islam dan cita-cita perjuangan bangsa. Salah satu yang menjadi tokoh utama adalah Ulama kharismatik dari Ujung Harapan Bekasi yaitu Kiai Haji Noer Ali. Atas jasa besar dan manfaat perjuangan nya Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia, telah menganugerahkan almarhum al-maghfurlah K.H. Noer Ali sebagai Pahlawan Nasional.
Dengan adanya catatan sejarah, jejak dan fakta tersebut, pada Agustus 2010, Markas Besar TNI Angkatan Darat, ditandai dengan kehadiran dan penandatanganan Prasasati Monumen Bersejarah Perjuangan Umat Islam untuk Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Bapak Dandim Bekasi, telah meneguhkan posisi dan nilai spirit perjuangan Masjid Al-Mujahidin dan area sekitarnya sebagai saksi dan sumber spirit dari jejak perjuangan umat Islam dalam kecintaan memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Majalah Tempo, 18 April 2011, menggambarkan adanya fakta perjuangan heroik LASKAR ALLOH dari CIBARUSAH. Sekitar lima ratus pemuda berkemeja dengan celana tanggung biru berbaris keluar dari barak-barak anyaman bambu. Para calon opsir ini bersiap mengikuti upacara pembukaan latihan Laskar Hizbullah di Desa Cibarusah, Bekasi. Suatu pagi pada Februari 1945 itu, petinggi Jawa Gunseikan meresmikan pasukan sukarelawan bentukan pemerintah militer Jepang. Bersama mereka, hadir pengurus Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), termasuk Ketua II Muda, Abdul Wahid Hasyim.
Gus Wahid, begitu ia disapa, memang salah satu penggagas pembentukan “Tentara Allah” itu. Menurut dia, ulama dan santri harus angkat senjata melawan Belanda yang bakal segera kembali ke Tanah Air. “Tiap-tiap muslim mesti merupakan nasionalis,” ujarnya.
Dalam sebuah konferensi pada 1949, Wahid menyampaikan unek-uneknya soal ulama yang lebih berpengaruh ketimbang tokoh pergerakan sipil ataupun militer tapi sering ditinggalkan dalam revolusi fisik. “Ulama adalah golongan yang paling berkuasa di Indonesia, melebihi sipil dan militer,” ujarnya. “Pembesar negeri minta petunjuk ulama dan perwira militer menanyakan siasat pertempuran.”
Ide membuat laskar jihad mencuat kala Jepang mengubah strateginya setelah terdesak Sekutu. Perdana Menteri Kuniaki Koiso pada September 1944 mengobral janji, termasuk memberi kemerdekaan. Menurut sejarawan almarhum Kuntowijoyo, Hizbullah merupakan gabungan keinginan pemerintah Jepang dan ulama.
Tak sulit bagi Wahid menyampaikan usul membentuk laskar. Jabatan Wakil Ketua Shumubu, kantor urusan agama bentukan Jepang, memudahkan pembicaraan. Sebenarnya yang jadi ketua KH Muhammad Hasyim Asy’ari, ayah Wahid. Tapi Asy’ari tak mau meninggalkan Pesantren Tebuireng.
Cibarusah, 12 Agustus 2012
Ketua Panitia Nasional/
Ketua Umum DKM Al Mujahidin Cibarusah
H. Munawar Fuad Noeh
Jl. Raya Cibarusah Kota, Babakan Kaum Cibarusah, Bekasi, Jawa Barat
Telp./Faks. : 62 2189950356, Email : [email protected]
HP : +62 811 139 379
Print Artikel Ini