The Raid : More Blood and Fight..
Film Wednesday, March 28th, 2012 113 views Print Artikel IniBooming film ini disebagian kalangan penggemar film di tanah air memang sudah bergaung setahun yang lalu, saya sebagai seorang penyuka film layar lebar harus kecewa karena kehabisan tiket film waktu ada tayangan perdana film The Raid saat acara Inaff. Pada tanggal 23 Maret 2012 kemarin ini lah, film yang berhasil sukses di beberapa festival film luar negeri telah saya tonton bersama teman-teman. Tidak sia-sia juga antri tiket setelah solat Jumat dan berhasil mendapatkan 4 tiket dengan mudahnya tanpa harus rewo-rewo bersaing mendapatkan tiket seperti di tempat lain.
Saya sendiri sudah menunggu lama film ini terbit di layar bioskop sekitar rumah, karena menurut saya film ini merupakan sebuah tamparan besar buat para sutradara sampah yang hanya bisa membuat film Horno (Horor Porno) dan merusak generasi muda dengan racun-racun film tolol tak bernilai. Walaupun The Raid itu sendiri merupakan hasil karya Sutradara Gareth Evan yang tak lain adalah orang asing namun dari karakter, Fighting Art, dan nuansanya merupakan hasil karya orang Indonesia.
Iko Uwais dan Yayan Ruhian merupakan 2 Tokoh utama dalam pertarungan di Film ini, setelah mereka sukses bertemu di Merantau Movies, kini mereka bertemu kembali di film The Raid untuk menunjukkan kekuatan seni bela diri mereka yang terkenal unik. Seni bela diri yang dipakai dalam film ini adalah silat tangan kosong, ya walaupun beberapa scene iko uwais menggunakan senjata untuk melumpuhkan rombongan musuh-musuhnya yang siap menggorok lehernya. Saya tidak akan menceritakan tentang film ini seperti apa ceritanya, lebih baik persiapkan diri pembaca untuk pergi ke bioskop terdeka.
Film ini sangat tidak cocok buat anak-anak dibawah usia remaja dan memang lebih cocok di tonton kalangan dewasa yang tidak alergi dengan darah muncrat. adegan-adegan fight di setiap film ini benar-benar bloody, darah muncrat sana-sini bahkan ada adegan yang terlihat di sensor karena tergolong sadis (penggorokan leher dgn lampu neon). Film ini sendiri hanya menonjolkan pertarungan dari Iko dan Yayan serta beberapa pemain pendukung yang bisa berkelahi namun dari segi cerita sangat-sangat sederhana sekali, penonton tidak perlu memutar otak untuk mencerna cerita dalam film The Raid. Walaupun cerita tergolong sederhana, para penonton sepertinya tetap fokus memandang layar bioskop tanpa sempat menengok kenanan kekiri mencari objek mesum di ruang bioskop. Tepuk tangan pun beberapa kali terdengar dari telinga saya ketika om Iko berhasil mengalahkan musuhnya dengan teknik silatnya yang aduhai.Sudah 2x saya menonton film bioskop seperti menonton pertandingan badminton, para penonton riuh bertepuk tangan dan tak jarang berteriak “waaah….” dengan suara lantang. terbukti para penonton film di Indonesia sangat haus dengan film-film yang digarap dengan serius dan jauh dari gambar ‘dada’ dan pocong, apalagi film-film cinta dengan tema yang sama dan akhiran film monoton.
Film The Raid sendiri ditayangkan juga di Amerika dan Australia, bahkan dari kaskuser di ostrali melaporkan jika poster The Raid telah memenuhi papan reklame dan antusias penontonnya cukup tinggi. Bangga?, yap, namun ada kebanggaan yang kurang yaitu film ini tidak 100% buatan lokal, bahkan untuk penayangan diluar Indonesia, Sound Effect dan scoringnya di buat oleh mike shinoda yang tak lain adalah personil Linkin Park. SejujurnyaThe Raid bukan yang pertama berhasil menjuarai festival film international, Daun diatas bantal dan laskar pelangi merupakan film berharga milik negara kita yang memenangkan beberapa penghargaan.
Saya sendiri membaca beberapa kekurangan dari Film The Raid, boleh dunk saya sebagai penonton memberikan kritik terhadap film ini. Kekurangan pertama dari pengucapan dialog atau aksen dari pemain sehingga saya beberapa kali tidak mendengar apa yang mereka omongin dan bicarakan karena tidak jelas. dari Iko Uwais sendiri ada beberapa kalimat yang ia ucapkan ejaannya kurang jelas, tapi mungkin sudah ciri khas dia berbicara seperti itu karena di film Merantau pun saya beberapa kali miss terhadap dialognya. Kekurangan kedua pada kekuatan serta detail cerita, namun saya sadar kalau sang sutradara memang ingin menampilkan film ini dengan konsep fighting bukan ba bi bu dialog panjang serta sejarah yang hanya memakan waktu, ia menginginkan para penonton tidak berpindah pandangan ke kanan atau kekiri, tetap di layar lebar dengan perasaan menegangkan. Kekurangan ketiga, ada di endingnya, merasa ada yang kurang saja pada adegan terakhir meskipun di akhir cerita ada tanda-tanda The Raid akan memiliki sekuel.
Menonton film ini seperti menikmati sepotong pizza, gigitan di ujung pizza enak, ditengah-tengah makin enak tapi di akhir gigitan terasa garing tapi mengenyangkan. Saya cukup puas menonton film The Raid, sudah setahun saya tidak menonton film lokal dan ini yang pertama di tahun 2012 saya menonton film lokal, semoga sutradara-sutradara sampah bisa sadar untuk membuat film terbaik dan apabila masih saja membuat film sampah lebih baik dia (indiahe) pulang saja ke negara asalnya. Saya lebih baik menemukan film lokal yang pembuatannya lama, 2 tahun sekali di produksi daripada harus bertemu dengan film lokal yang dalam setahun bisa produksi film sebanyak 5 film dan kelima filmnya tidak ada yang saya tonton karena film sampah.
Print Artikel Ini
Salam.
Jadi pingin nulis juga nih pendapatku tentang film ini.
Meskipun isinya tidak jauh beda.
Film bagus yang tidak cocok untuk anak-anak, sehingga film ini masuk ke golongan film Dewasa (D).
Salam sehati
[Reply]
nice info… thanks gan
[Reply]
tawvic Reply:
March 30th, 2012 at 8:52 AM
@jasa pengujian, sip juragan… cendolnya jgn lupa…
[Reply]
@Eko Sutrisno HP, ayo om ditulis, sapa tahu ada yg berbeda sedikit hihihihihi
[Reply]
Memang patut berbangga walaupun tidak 100% lokal dan ada beberapa kekurangan, tapi yang nyata bahwa film ini go international. terimakasih
[Reply]
tawvic Reply:
April 4th, 2012 at 10:13 AM
@Buka Mata, mantab om filmnya, saya aja mau nonton lagi…
[Reply]
Kapa Keluarnya ini film gan.???.indonesia bisaaa !!!!
[Reply]