Plt. Walkot Bekasi Ibarat Anak Nakal

Oleh. Purwalodra

Dr. H. Rahmat Effendi (Plt. Wali Kota Bekasi)

Ketika plt Walikota Bekasi, Dr. H. Rahmat Effendi melakukan sebuah perombakan besar-besaran terkait dengan mutasi, rotasi, promosi dan demosi para birokrat Pemkot Bekasi, mulai dari tingkat staf sampai Pejabat Tinggi pada hari Kamis (09/06/2011), ternyata bukan persoalan yang mudah. Karena, selain berusaha menyesuaikan SDM yang ada, dengan tugas dan tanggungjawabnya yang menjadi amanah para pejabat, juga upaya mengantisipsi akibat-akibat yang ditimbulkan dari proses mutasi, rotasi, promosi maupun demosi tersebut.

Keputusan strategis Plt Walikota Bekasi itu, sekarang menggelinding mejadi obyek pengamatan dari berbagai pihak, mulai dari politisi, akademisi, dan para aktivis. Persoalan awal yang menjadi bahan pengamatan oleh para pengamat, baik yang berstatus politisi maupun bukan, adalah banyaknya pejabat yang mesti dirotasi, dimutasi, dipromosi bahkan ada beberapa Pejabat yang menerima Demosi alias penurunan kepangkatan, dengan istilah lain ‘di-non-job-kan.’

Pelantikan Pejabat yang diselenggarakan secara serempak tersebut melibatkan 203 orang pejabat, yang terdiri dari 168 pejabat eselon III, dan 35 pejabat eselon II telah menuai kritik dari berbagai pihak. Suara-suara miringpun bertebaran dimana-mana, namun demikian diam-diam suara-suara positif pun juga mengimbangi. Terlepas dari suara-suara positif-negatif yang membahana di seantero bumi patriot ini, mari kita cermati dari sudut pandang lain, dimana Kota Bekasi sedang dalam kondisi krisis kepemimpinan.

Dalam diskusi yang digelar oleh harian Radar Bekasi yang bertempat di kantor redaksi pada 16 Juni 2011 lalu, pernyataan positif yang bernada sinispun terlontar dari Ketua DPC Peradi Bekasi, H. Shalih MS, SH, MH, yang menyatakan bahwa Plt. Walkot Bekasi ibarat anak nakal yang tidak patuh pada orang tuanya. Pernyataan ini terkait dengan Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2008 yang sengaja dilanggar, namun PP tersebut tidak mencantumkan sanksi yang jelas atas tindakan pelanggaran yang dilakukannya.

Sementara, pihak Pemkot Bekasi merasa bahwa mutasi, rotasi, promosi dan demosi tersebut sudah benar dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Bahkan PP No. 49 tahun 2008 pada pasal 1, dimana seorang Plt Walkot tidak boleh melakukan mutasi, bisa dibantah dengan ayat 2 pada pasal yang sama tersebut, yakni : Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Dengan ayat tersebut, Pemkot Bekasi memiliki legalitas melakukan mutasi, rotasi, promosi maupun demosi. Dasar Hukum yang digunakan oleh Pemkot Bekasi adalah rekomendasi Pemprov Jabar nomor 820/2358/Pem.Um tanggal 23 Mei 2011 dan surat Sekjen Kemendagri Nomor 832.24/ 1278/SJ tanggal 13 Mei 2011, yang berisi antara lain :

1. Mutasi dapat dilakukan dengan mengutamakan profesionalisme, kompetensi.

2. Pengisian personil jabatan struktural hanya untuk jabatan yang lowong dan tidak boleh merugikan PNS daerah.

Selanjutnya, dasar hukum yang menjadi pegangan Pemkot Bekasi, justru menuai kritik pasalnya adalah bahwa pelaksanaan Mutasi, Promosi, Rotasi dan Demosi tersebut, mungkin tanpa didahului oleh ‘Penilaian Jabatan’, sehingga ‘persyaratan jabatan’ kurang diperhatikan. Seperti halnya, yang terjadi pada, Agus Sofyan (Kadisbimarta) menjadi Staf Ahli Walkot dan dr. Iman (Kepala RSUD) menjadi Staf Ahli Bidang Bidang Ekonomi dan Keuangan yang pada akhirnya, tidak mengutamakan profesionalitas dan kompetensi pejabat yang diberikan amanah.

Page 1 of 2 | Next page