Home » Cerita Pendek » Aspirasi

Aspirasi

“Baiklah, saya tampung semua aspirasi saudara-saudara. Nanti akan kami bahas dalam rapat komisi dewan mendatang”, begitu disampaikan Badrun kepada ketua dan anggota kelompok tani harapan sejahtera yang menemui di kantornya sore ini.

Pintu ruangan kerjanya segera ditutup begitu anggota rombongan terakhir meninggalkan ruang kerjanya di lantai 4. Rombongan tersebut adalah rombongan ketiga hari ini yang diterima di ruang kerjanya. Pagi hari ia menerima rombongan kelompok pemuda sadar narkoba dan siangnya menerima roombongan pengerajin batik tulis. Meski berbeda bendera, masing-masing rombongan tersebut memiliki tujuan yang sama, “menyampaikan aspirasi atas nama kelompoknya”.

Segera Badrun menyelonjorkan kedua kakinya di atas meja tamu, menarik nafas panjang, dan berharap tidak ada lagi tamu yang akan menemuinya sore ini. Bukannya ia tidak lagi mau menerima mereka, tapi ia mulai merasa lelah menerima tamu yang datang dengan alasan menyampaikan aspirasi. Yang membuatnya semakin lelah, tepatnya menjengkelkan, adalah setiap usai menerima rombongan tersebut. Ia mesti memberikan sangu ke tamunya.

Sekali dua kali ia dapat memberikan sangu kepada tamu-tamunya, tapi jika dalam seminggu ada sekitar 10 rombongan tamu atau berarti 40 rombongan tamu dalam sebulan, maka sudah dapat diperkirakan berapa dana yang yang mesti dikeluarkannya. Dapat dipastikan gaji dan segala honor bulanan yang diterimanya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat akan habis untuk menyangui tamu-tamunya.

Padahal sebagai anggota Dewan, banyak pengeluaran rutin yang mesti dilakukan, baik untuk kepentingan keluarga ataupun dinas. Kemana ia mesti mendapatkan uang untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut. Masyarakat yang memilihnya tidak tahu dari mana ia mesti mendapatkan penghasilan besar agar bisa memberikan sangu bagi setiap rombongan tamu yang datang menemuinya. Masyarakat hanya tahu bahwa sebagai anggota Dewan pendapatannya pasti sangat besar.

“Ach inilah resikonya menjadi wakil rakyat, Saya mestinya tidak boleh mengeluh karena semua ini resiko dari pilihan yang diambilnya. Maju ke pemilihan anggota Dewan dan mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk kampanye. Dan sebagai anggota dewan ia mesti siap menerima segara aspirasi dari masyarakat”. desahnya perlahan.

Ia pun kemudian teringat kata aspirasi yang sering diucapkan temannya beberapa tahun lalu saat memutuskan untuk terjun ke dunia politik dan maju sebagai anggota Dewan. Seorang temannya yang biasa dipanggil dengan sebutan Om Haji menasihatinya begini, “Drun, kalau elo nanti jadi anggota Dewan, elo mesti siap menerima semua aspirasi masyarakat. Jangan diabaikan, karena merekalah yang memilih elo”

Temannya yang dipanggil Om Haji tersebut usia sebenarnya masih lebih muda dibanding dirinya, tapi karena tampangnya yang jauh lebih tua dan selalu memakai kopiah haji sebagai ciri khasnya, maka orang-orang memanggilnya dengan sebutan Om Haji. Dan karena penampilannya tersebut, maka sang teman tersebut selalu didaulat sebagai penasihat dalam organisasi ataupun kegiatan apapun, meski kata-kata yang disampaikan tidak sedikit yang asal cuap.

Lamunannya pun kemudian melayang ke pengalaman pertamanya saat menjadi Ketua Kelompok Pemuda Sadar Menulis Kecamatan (Pokdarlismat). Sebagai Ketua Pokdarlismat dia mesti sering-sering mendengar aspirasi, tepatnya keluhan, anggotanya yang memiliki beragam latar belakang. Ada anggota yang orang tuanya seorang petani singkong sehingga teman-temannya sering menyebut dirinya sebagai anak singkong. Ada anggota yang orang tuanya seorang pemilik bengkel sukses di kampungnya. Ada juga anggota yang memiliki profesi sebagai pedagang sayur, bidan, ataupun guru ngaji seperti om Haji. O ya … ada juga yang anggotanya masih pengangguran atau masih cari-cari identitas diri. Pokoknya beragam.

Pada awal pendirian Pokdarlismat, ia masih dapat dengan mudah mendengarkan aspirasi anggotanya karena masih relatif sejalan dengan tujuan awal pendirian Pokdarlismat yaitu membiasakan masyarakat di kampungnya untuk menulis dan berbagi lewat media koran dinding yang dipasang di setiap balai desa di kecamatan tempat tinggalnya.

Ia pun masih bisa mendengarkan semua aspirasi yang disampaikan karena masih tinggal di kecamatan yang sama, bahkan ketika ia diterima bekerja sebagai pegawai di kota ia masih bisa mendengarkan karena kebetulan kotanya masih nempel dengan wilayah kecamatannya. Persoalan menjadi agak sedikit berbeda ketika akhirnya Badrun terpilih sebagai anggota Dewan dan mesti jauh-jauh meninggalkan kecamatan dan kelompok Pokdarlismat yang didirikan bersama teman-temannya tersebut.

Sejalan dengan kepergiannya ke ibu kota negara sebagai anggota Dewan, ternyata teman-temannya di Pokdarlismat pun banyak yang meninggalkan kecamatan dengan beragam alasan.

Demi merubah nasib, si anak singkong misalnya, lebih memilih fokus pada bisnis orangtuanya dan sering bepergian ke luar kota untuk menjajakan singkongnya dan meninggalkan tugasnya sebagai pengatur tulisan di majalah dinding. Beruntung ada anggota lain yang bisa mengambil alih tugas tersebut.

Sementara anggotanya yang menjadi bidan, karena kesibukannya sebagai tenaga pengajar dan sukarelawan di sekolah perawat, jarang lagi nongol di pertemuan Pokdarlismat. Adapun on Haji sendiri, walau masih sering kirim tulisan ke majalah dinding, jarang bisa hadir ke pertemuan karena sudah semakin sibuk mengajar ngaji hingga ke berbagai kota. Jadi, sama seperti latar belakang anggotanya, alasan meninggalkan Pokdarlismat pun ternyata beragam.

Sebetulnya ketika pertama kali mendirikan Pokdarlismat, kondisi seperti seperti di atas sudah diperkirakan. Makanya sejak awal pula diupayakan untuk mengajak anak-anak muda lainnya di kecamatan untuk aktif di Pokdarlismat agar proses regenerasi berjalan mulus. Sayangnya ketika proses tersebut belum berjalan mulus, ia mesti cepat-cepat ke ibu kota begitu terpilih sebagai anggota Dewan. Sementara anak-anak muda tersebut belum siap baik mental ataupun ekonomi.

Tok tok tok … tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu ruang kerjanya. Sekejap lamunannya pun buyar. Buru-buru ia menurunkan kedua kakinya dari atas meja dan segera membuka pintu. Begitu pintu terbuka, terlihat Mirna, sekretarisnya yang seksi sudah berdiri di depan pintu.

Belum lagi ditanya, Mirna sudah berkata “pak ada dua rombongan lagi ingin menemui bapak, apakah diterima?’

“Dari mana mereka?”

“yang satu katanya dari kelompok penulis dan yang satunya dari kelompok pengajar kecamatan. Dan kedua kelompok tersebut katanya kenal dengan bapak sejak dari kecamatan dulu. Terlebih bapak-bapak yang pakai topi katanya dulu pernah jadi penasihat bapak waktu di kecamatan”

“Ada maksud apa sore-sore begini menemui saya? Ini kan sudah lewat Magrib”

“katanya mau (menyampaikan) aspirasi pak …”

“aspirasi?”

“iya pak, katanya aspirasi …, mau diterima pak”

Sebetulnya Badrun sudah enggan menerima tamu lagi sore ini. Selain sudah cukup lelah seharian menerima tamu, ia sudah berjanji untuk mengajak makan malam anaknya yang hari itu berulang tahun ke-14. Tapi demi teringat pesan temannya yang bernama Om Haji agar jangan mengabaikan aspirasi pemilihnya, maka dengan berat hati ia pun menerimanya.

“Ok lah, tapi saya mau Magriban dulu … saya juga mau menyampaikan aspirasi”

 

Print Artikel Ini Print Artikel Ini
Posted by on Jul 22 2012. Filed under Cerita Pendek. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

5 Comments for “Aspirasi”

  1. Eko Sutrisno HP

    Salam.

    Wah cerpen seorang diplomat asyik juga dibacanya ya.
    Kayaknya punya bakat menulis cerpen mas.

    Salam sehati

  2. Amril Taufik Gobel

    Mas Aris benar-benar menyampaikan “aspirasi” yg menggugah dan menyentak lewat cerpen ini. Good Work mas, ada bakat nih jadi penulis cerpen..hehehe

  3. Aris Heru Utomo

    @Eko Sutrisno HP, bisa aja mas Eko, baru belajar nich …

  4. Aris Heru Utomo

    @Amril Taufik Gobel, trims mas Amril … butuh kerja keras nich biar bisa menyamai cerpen2 mas Amril

  5. eko sutrisno hp

    @Aris Heru Utomo,
    saat kopdar tadi malem saya komporin untuk baca cerpen mas Aris, dan ternyata mas Amril kena kompor juga ya…!:-)

    salam sehati

Leave a Reply

Login

Login Anggota
Lost Password?

Amprokan Blogger | Temu Blogger Nusantara

Banner Komunitas

Komunitas Blogger Bekasi

Copykan Kode dibawah ini ke Blog/Website Anda!

© 2014 Komunitas Blogger Bekasi. All Rights Reserved. Log in - Designed by Gabfire Themes