Oleh-oleh Mudik (1): Makan di (bukan warung) Tegal
Kuliner Tuesday, September 28th, 2010 3,654 views Print Artikel IniKalau mendengar kata “Tegal”, apa yang langsung terbayang di dalam benak anda?
Haa…sama!
Pasti warteg kan? Warung Tegal (bilang “tegal”-nya harus khas ya!), yang menjual nasi dan lauk-pauknya lengkap dengan harga yang sangat terjangkau. Banyak terdapat di lingkungan sekitar kita, khususnya di daerah Jabodetabek.
Nah, kalau kita berada di kota Tegal, apakah kita akan menemukan warteg-warteg ini di seluruh penjuru kota?
Tentunya tidak. Karena katanya, kalau di kota asalnya nama warung makan dengan gaya warteg seperti di Jabodetabek ini, namanya bukan warteg lagi. Melainkan…apa ya? Yaa…warung nasi-lah!
(Sama halnya dengan rumah makan padang — beda ya dengan rumah makan P.Adang, hehe… — yang di Padangnya sono tidak ada sebutan rumah makan padang)
Kalo beggitoh…apa yang bisa kita makan pada saat kita berada di kota Tegal?
Pada saat perjalanan pulang dari mudik ke Semarang kemarin, saya dan keluarga sempat istirahat di kota Tegal. Berhubung sudah masuk waktunya makan malam, anak-anak juga sudah mulai “bernyanyi” karena kelaparan, kami berhenti di sebuah rumah makan yang terlihat agak ramai, dengan beberapa mobil parkir di depannya. Kata orang yang berpengalaman jalan-jalan, nyari tempat makan jangan cari yang sepi, karena kemungkinan besar makanannya kurang enak. Carilah rumah makan yang banyak pengunjungnya!
Masuk akal juga sih!
Anak saya Sasha difoto dengan latar belakang papan nama rumah makan
Setelah memperhatikan lebih seksama, kami menyadari bahwa rumah makan ini bergaya Sunda. Namanya saja sudah Nyunda, “Sari Raos” dan ada embel-embelnya “Bandung” lagi, dengan menu utama ayam goreng. Dan memang, setelah kami berada di dalamnya, di atas setiap meja terlihat sekeranjang lalaban (orang Sunda bilangnya lalaban bukan lalapan) ciri khas rumah makan sunda. Dan sempat terdengar juga waiter (pramusaji)-nya bicara, kelihatan banget nyundanya euy!…hehehe…Ini mah namanya orang Dagal, alias orang Sunda Tegal!
Dihadapkan pilihan tempat duduk, antara yang pakai kursi/bangku dengan yang lesehan, kami memilih lesehan, dengan alasan:
- Satu, ruangannya ada di dalam, dan ber-AC. Tidak kena asap dari dapur juga.
- Dua, karena dengan posisi duduk lesehan, kami punya kesempatan untuk duduk selonjor yang hal ini tidak mungkin dilakukan jika duduk di atas kursi. Bahkan tiduran pun bisa! Apalagi dalam kondisi badan pegal-pegal setelah menempuh total 1200 km lebih!
Duduk lesehan, dengan pemandangan dinding berhiaskan gambar pepohonan bambu
Ayam goreng datang, masih panas-panas, pastinya terasa empuk digigitnya. Terus dipadu dengan nasi putih pulen hangat, ditambah lalaban dan sambal yang terdiri dari 2 macam, yang agak pedes dan yang pedes banget, akhirnya kami bersantap malam dengan nikmat. Maknyosss….
Alhamdulillah, masih bisa makan enak dalam perjalanan yang cukup melelahkan.
Harganya? Tidak terlalu mahal lah. Satu orang kena sekitar 25 ribuan untuk makanan (plus minum es jeruk) seperti itu, dan jangan lupa, untuk tempatnya juga yang cukup menyenangkan. (dibandingkan sewaktu berangkat, makan sate di Brebes di warung kakilima, masak nasi sepiring harganya Rp7500?)
Andra kekenyangan setelah nambah nasi sampai 3 kali!
Kesimpulannya, kalau anda kecapekan pas di Tegal sewaktu mudik, anda bisa istirahat dan makan, makannya tidak perlu di warung nasi (yang sebenarnya warteg) atau pun di tenda kaki lima yang harganya tidak pasti serta justru sering mahal dengan kualitas masakan ala kadarnya, tapi anda bisa makan di rumah makan sunda, dengan ayam goreng dan lalaban segar…Hmmm….nyam.nyam..nyam…
Contohnya di RM Sari Raos Bandung ini!
Lokasi rumah makan…di dekat baliho di atas ini, yang terbentang di atas jalan raya yang kita lewati dari arah Pemalang. Sugeng Rawuh! (si Sugeng tuh rupanya orang Tegal ya!…haha…)
Yang jelas…ini bukan iklan…saya hanya sekedar berbagi pengalaman.
Anda mau coba?
Aslinya mana Mas?
Teggall….:)
(CP, Sept 2010)
Salam,
http://harihari-ceppi.blogspot.com
http://ceppi-prihadi.blogspot.com