Hidup di Bekasi ini keras, kawan. Apalagi kau tahu sendiri bahwa Bekasi salah satu kota besar.
Kalau ga mau dipukul, harus bisa mukul.
Kalau ga bisa mukul, bersiaplah untuk dipukul.
Begitu Bapak ku selalu mengingatkan. Dan memang benar, bahkan aku pernah mengalaminya. Tahu sendiri kan di Bekasi, jika hari menjelang petang, banyak orang-orang berhamburan, entah itu menuju pulang, berangkat ngampus bahkan memulai kerja lembur. Ketika itu seusai jam kerja, aku dan temanku buru-buru menuju kampus mengendarai motor kantor yang sedikit lemot, yang selalu membantah apa yang dilakukan majikannya (aku selaku pengemudi), ketika mau direm, eh… dia nyelonong aja, ketika digas? Dia seolah tak berdaya, ngeden seribu tenaga, cukup mengesalkan. Namun tak jadi soal, karena aku dan temanku selalu mempunyai cara untuk mengakalinya. Ku gaum-gaumkan gas, setir dipelintir sampai pol sehingga dia bisa jalan semestinya. Pada saat sampai di perempatan Pom Bensin Setia Kawan, tiba-tiba saja banyak sekali orang berjejal-jejalan baik mengendarai mobil, mengemudi motor ataupun para pejalan kaki. Ada seorang pejalan kaki yang jalan seenaknya dewek, aku bingung untuk mengambil arah hingga kekikukan pun terjadi. Ketika si Bapak penjalan kaki ke kiri reflex motor ku gerakan ke kiri, begitupun ketika si Bapak mengundurkan langkah, aku tak menduga bila si Bapak akan berhenti, sehingga… Ah… hampir saja ia keserempet, tapi untung tidak tercolek sekulit aripun. Namun tiba-tiba PLAK! Asstaghfirullah… ada bara yang menyundut hatiku. Si Bapak memukul kepalaku bukan main! Aku hanya bisa beristighfar sedang temanku tak terima dengan sikap kasar si Bapak. Akhirnya, aku bawa motor itu kencang-kencang, mengawang… membiarkan tangis dalam hatiku membuncah, hanya di hati tidak sampai pada permukaan! Ngapain? Cengeng amat! Ku lihat di Spion, si Bapak mengacung-ngacungkan tangannya… Sadarkan dia ya Rabb dan maafkan… “Jika saja kita ga telat neng, aku hadapi dia! Parah banget sih tuh orang! Pukul-pukul kepala orang sembarangan, okelah kalau dia keserempet, ni mah kita udah baik-baikin minta maaf eh hasilnya malah kayak gini! Aku do’ain semoga dia tertabrak kek atau apalah sehingga dia insyaf!” Dengus temanku saking kesalnya. Aku hanya bisa mengikhlaskan hatiku yang telah merasa tertohok. Saranku kawan, harus pintar-pintar bersiap siaga dari segala tantangan yang akan menghadang. Silih sikut, silih tonjok, silih menyalahkan dan silih-silih lainnya itu merupakan hal biasa yang terjadi di kota. Hanya bagaimana cara kita menyikapinya saja. Itulah sebagian kerasnya dunia Bekasi. Masih ingat semboyan Bapak ku kan? Yap, Kalau ga mau dipukul, harus bisa mukul. Kalau ga bisa mukul, bersiaplah untuk dipukul. Hmm… Bapak… Bapak… semboyan mu terbukti pada anak mu ini! Huhu…
Hey, lantas? Apa yang membuatmu betah tinggal di Bekasi?
Bekasi? Apa ya???
Jika ada yang bertanya demikian, selain tentang ma’isyah yang pernah ku bahas, tak kan ragu lagi ku menjawab “FLP BEKASI”! Yap, FLP BEKASI-lah yang membuatku betah dan kerasan di Bekasi ini, serasa kampung halaman sendiri. Kenapa harus FLP Bekasi? Karena, ada magnet yang menarik ku untuk terjun bersama para pejuang pena di Bekasi. Tahukah, apa yang dimaksud dengan FLP? FLP adalah sebuah singkatan, yang kepanjangannya Forum Lingkar Pena. Sebuah forum besar yang dipelopori oleh tiga wanita tangguh bernama Helvy Tiana Rosa, Muthmainah dan Asma Nadia. Pasti kalian tahu kan dengan para tokoh penulis tersebut? Anggukan kepala mu dan ikuti tulisanku selanjutnya…
Pertama kali tinggal di Bekasi, hal yang paling ku buru adalah Dia! Si FLP itu, karena secara aku tuh doyan banget dengan yang namanya menulis walaupun tentu kau tahu tulisanku sering GAJEBO (Ga Jelas Bo!)
Tapi entahlah, mungkin telah menjadi candu, akhirnya aku mencari-cari FLP yang ada di Bekasi. Karena FLP tersebar luas baik di daerah-daerah tingkat cabang maupun ranting-rantingnya…
Bertemulah aku dengan para pendekar pena. Mata penanya tajam, kata-katanya pun bisa meremukan tajamnya pedang sekalipun. Semakin tertariklah aku… semua itu dimulai karena keinsyafanku akan sebuah hal. Hal yang membuatku sadar akan makna keikhlasan. Di sinilah pengembaraanku dimulai. Melalui tinta-tinta yang mungkin tak seorangpun bisa menghargainya kecuali diriku sendiri. Bagiku menulis sebuah refleksi jiwa dan tentu saja merupakan ladang dakwah…
Lewat FLP Bekasi aku dapat merasakan pengalaman berharga yang tak mungkin dapat ku lupakan. Yang kelak bisa ku ceritakan pada anak cucu. Apakah pengalaman itu? Pengalaman menuju ke Solo dalam rangka Musyawarah Nasional (yang selanjutnya akan disingkat Munas) II FLP. Alhamdulillah, aku merupakan salah satu delegasi dari FLP Bekasi untuk mengikuti Munas tersebut dengan ketua FLP Bekasi.
Munas! Kebayang kan siapa saja yang akan datang? Tentu saja, orang-orang luar biasa yang mampu menyeru dalam buku. Di sana ku temui, Kang Abik (Habiburahman El-Shirazy), Asma Nadia, Muthmainah, Intan Savitri, Rahmadiyanti Rusdi, Sakti Wibowo, Sinta Yudisia dan banyak lagi para penulis yang tak diragukan lagi kiprahnya. Berbagi, memberi, mengambil, apa saja yang bermanfaat untuk pembekalan hidup ini, terutama tentang kepenulisan. Ya, setidaknya orang-orang luar biasa itu bisa menjadikanku seorang yang biasa. Mungkin dikemudian hari akan lebih lagi. Man Jadda Wajada (Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil). Teringat hingga kini, perkataan dari Kang Abik penulis Ayat-ayat cinta dan KCB itu.
Aku melihat luar biasanya mereka justru bukan dari keangkuhan yang memunculkan wibawa, tapi lewat kesederhanaan dan ketawadhuan yang menjadikan mereka nampak mempesona. Subhanallah… alangkah indahnya berkumpul bersama mereka.
Judul yang ditorehkan adalah tentang Sastra, Obat luka-luka bangsa. Setujukah kalian dengan pernyataan tersebut? Bagaimana bisa? Tentu saja, kita lihat pernyataan kang Abik : Ladzi liladi hiya ahlam (menunjukan kebaikan).
Dan seharusnyalah sastra itu berkiblat pada Al-Qur’an. Sastra dapat mengobati sakit-sakit yang tidak kelihatan. Semakin banyak orang-orang yang menyeru pada kebaikan semakin banyak pula luka-luka yang dapat terobati. Bukankah estetikanya nilai suatu bangsa, terletak pada moral? Moral yang telah terdegradasi. Adalah langkah tepat untuk para penulis memerangi pendegradasian moral itu melalui tulisan. Mungkin tepatnya, sebagai obat bagi kita dan vaksin untuk anak-anak sebagai generasi penerus.
Tugas kita para pemuda adalah bisakah kita menjadi seorang motivatior, dinamisator yang spirit? Kemanakah beban ini ditanggungkan jika bukan pada para pemuda? Ingatkah dengan perkataan Bung Karno bahwa : ““Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia” (Sebuah Pepatah dari Presiden Soekarno)
Via FLP Bekasi-lah aku dapat merajut ukhuwah, merengguk setetes ilmu, mengepakan sayap untuk menerkam cakrawala.
Hikmahnya apa? Hikmahnya belajarlah barangsiapa menanam sebiji kebaikan, maka ia akan menuai seribu buah kebaikan.
Hmmm… tak akan sudi jika ada seseorang yang memintaku untuk meninggalkan Bekasi. Aku sudah terlanjur cinta dengan FLP Bekasi, pun dengan Bekasi yang mempersembahkan beribu kesempatan untuk ku bisa berkarya, hasrat betahku menggila.
Nur’Aeni
Bekasi, 28 Januari 2010
Selamat menggilai betahmu itu, semoga saja betahmu itu bukan pura-pura, tetapi betah yang sejatinya betah. Orang bijak kan pernah bilang : supaya betah menyinggahi suatu daerah, singgahi pula hati yang punya daerah dimana kita tinggal. Pertanyaanku : Sudahkah hatimu singgah dihati masyarakat Bekasi? Ehmm….
[Reply]
shinefikri Reply:
February 4th, 2010 at 12:11 PM
@Majayus Irone, jawabannya… sudah dunk om… masyarakat bekasi kan? tentu sudahlah… FLP Bekasi merupakan salah satu wujud hatiku singgah pada masyarakat bekasi, iya toh?hoho… *OOT ga ya?*
[Reply]
Nur, sekalian aja cari jodoh di Bekasi………hi..hi…hii
nice posting dik!
ditunggu tulisa yang laen ya……….
[Reply]
shinefikri Reply:
February 4th, 2010 at 12:14 PM
@komarudin ibnu mikam, Bang Komar… polos bgt seh bang… hehe… cari jodoh di Bekasi? siapa takut!hoho… *iya klo jodohnya di sini, klo bukan? oalaaah…*
okey bang…tulisan yg lain segera menyusul ^_^
[Reply]
komarudin ibnu mikam Reply:
February 4th, 2010 at 12:38 PM
@shinefikri, he..he..he….
dari pondok gede ke bekasi,
cari buah, dapetnya pepaya
kalo ade cari kekasih,
cari sajah nyang kaya sayah…….
=====huuuuu……..
[Reply]
shinefikri Reply:
February 4th, 2010 at 1:34 PM
@komarudin ibnu mikam, huhu… bisa ajah si abang… pake berpantun segala lagi… hadoooh…hadooo…
kayaknya ga ada yg kayak bang komar dech… coz kan bang komar cuma 1 di jagad raya, so pasti ga ada duanya… haha…
[Reply]