Land-reform : Sebuah wacana atau aksi
Politik-Hukum-Keamanan Thursday, February 25th, 2010 3,098 views Print Artikel IniKericuhan akibat sengketa tanah di JL. Pandang Raya Makassar yang siarkan beberapa TV swasta, sungguh membuat kita prihatin. Dalam tayangan itu nampak sepasukan Polisi tidak melakukan perlawanan dengan emosional warga, kesabaran ini tentu kita beri apresiasi meski ada beberapa luka ringan di kedua belah pihak.
Persoalan sengketa tanah bukan hal baru di tanah air, administrasi pertanahan yang amburadul adalah akar permasalahannya. Perlindungan hukum yang kurang berpihak pada rakyat, sehingga mengakibatkan kekerasan sebagai jalan keluar atas permasalahannya. Berbagai upaya rakyat dilakukan demi bertahan atas tanah yang diklaim miliknya, meski sering jatuh korban sia-sia.
Kepemilikan atas tanah sesuai dengan UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria, pada bagian “Berpendapat” butir (d) disebutkan: “ …mewajibkan negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat…”, serta dalam Tap MPR No. IX tahun 2001 pasal 5 butir (b) yaitu: “Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat…”.
Land-reform : Sebuah wacana atau aksi
Land-reform atau reforma agraria dalam sejarahnya pernah dilaksanakan di kurun Tahun 1961 – 1965 meskipun hanya mencakup luasan tanah dan petani penerima dalam jumlah yang sangat terbatas. Kemudian, sepanjang pemerintahan Orde Baru, landreform tidak pernah lagi diprogramkan secara terbuka, namun diganti dengan program pensertifikatan, transmigrasi, dan pengembangan Perkebunan Inti Rakyat, yang pada hakekatnya bertujuan untuk memperbaiki akses masyarakat terhadap tanah. Sepanjang pemerintahan dalam era reformasi, telah dicapai beberapa perbaikan dalam hukum dan perundang-undangan keagrariaan, namun tetap belum dijumpai program nyata tentang landreform. (sumber : Kendala pelaksanaan landreform di Indonesia, Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan Reforma Agraria /Syahyuti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian).
Pembatasan kepemilikan, pendistribusian tanah, pemerataan kepemilikan tanah menjadi agenda penting untuk segera di-implemantasikan, mengingat tanah merupakan salah satu modal dasar peningkatan kesejahteraan rakyat yang juga menjadi aplikasi terhadap “Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia”.
Jika kasus Bank Century saja menjadi perhatian yang luar biasa bagi para pembuat kebijakan di negeri ini, yang dengan dana fantastis diselesaikan dengan bersumber dana APBN. Kasus lumpur Lapindo akibat kesalahan teknis eksplorasi yang seharusnya menjadi tanggungjawab pengelolanya, juga dengan alasan bencana nasional tanggungjawab diambil-alih oleh pemerintah (meski tak kunjung selesai). Kenapa, dalam hal kepemilikan tanah yang merupakan salah satu hak dasar setiap warga negara para pembuat kebijakan negeri ini seperti tidak peduli.
Berbagai kasus sengketa tanah di seluruh negeri ini menjadi persoalan paling krusial, namun penyelesaiannya hanya dilakukan secara gradual dan tidak komprehensif. Di daerah perkotaan, akses kepemilikan tanah bagi kaum marginal menjadi begitu nyata. Lahan yang terbatas itupun kepemilikannya terpusat hanya pada kalangan terbatas : pejabat, pengusaha dan negara, akhirnya kaum marginal harus mau hidup di daerah-daerah kumuh perkotaan. Sedangkan, di pedesaan tidak kalah memprihatinkannya. Kepemilikan tanah juga telah banyak berpindah tangan dari para petani kepada pengusaha yang mengakibatkan lahan pertanian berubah fungsi menjadi lahan komersial lainnya.
Land-reform, sebuah wacana atau aksi
Political Will semua pihak untuk mewujudkan keadilan sosial di negeri ini menjadi suatu keharusan, sehingga land-reform atau reforma agraria tidak hanya sebatas wacana atau nash/teks regulasi saja. Namun, land-reform atau reforma agraria menjadi sebuah aksi baik oleh pemerintahan reformasi ini maupun dukungan politik dari para Wakil Rakyat. Keberpihakkan pada rakyat merupakan keniscayaan yang tak terelakkan, tidak hanya retorika belaka. Sebab, sebelum semua menjadi terlanjur. Sebelum Sang Ratu Adil lahir ditengah-tengah ketidak-adilan ini. Sebelum, era reformasi digugat oleh zaman. Sebelum, era reformasi diganti oleh revolusi ………. Land-reform atau reforma agraria mesti menjadi aksi.. (Mohon maaf wahai para tuan tanah).
Cibitung, 24 Pebruari 2010/10.22.WIB.
Print Artikel Ini
wah sekarang masih banyak remormasi dan demo
[Reply]
bahaya juga kalau program tersebut salah sasaran karena bisa bisa tanahnya langsung dijual lagi buat beli beras dan bayar hutang kepada pemilik modal besar setelah pegang sertifikat tanah.
[Reply]