Catatan film “Dalam Mighrab Cinta”
Ada dua pilihan film yang bisa ditonton oleh istriku dan akhirnya dipilihlah film “Dalam Mighrab Cinta” daripada film humor Kabayan. Pertimbangannya, takut kehabisan jatah waktu nonton dan mumpung belum penuh penontonnya. Kecintaan akan film nasional (+ sinetron) membuat istriku begitu menunggu kehadiran film ini dan selayaknya aku sebagai suami yang baik-baik (saja) tidak ada salahnya menemani istri tercinta untuk nonton film ini.
Sebaiknya memang nonton berduaan sama pasangan masing-masing dari pada nonton sendiri-sendiri. Akibatnya memang kasihan tetangga nonton disamping. Pasti dia jadi agak terganggu dengan dialog antara aku dan istriku, sepanjang berlangsungnya film “Dalam Mighrab Cinta” (DMC). Sebuah film yang enak untuk dikomentari pada setiap adegannya.
Film yang sarat dengan potret kehidupan manusia ini memang disampaikan dengan sangat lugas oleh sang sutradara. Kelihatannya batasan durasi tayang film yang terbatas membuat sutradara harus berpikir keras untuk mewujudkan isi buku DMC ke layar lebar.
Akhirnya semuapun digampangkan saja, yang penting tujuan tercapai. Kalau dikumpulkan pasti akan banyak sekali pertanyaan sepele tentang jalan cerita ini, tetapi kalau kita ikut saja maunya sang sutradara, maka dijamin kita akan bisa menikmati film ini dengan nyaman dan tanpa cacat.
Kisah dimulai ketika seorang santri ketemu dengan adik pemimpin pondok pesantrennya. Adegan disini benar-benar tidak logika otak kiri, tetapi kalau kita pakai otak kanan, maka kita anggap saja itu adalah adegan untuk menunjukkan betapa baiknya hati seorang Syamsul.
Adegan kemudian makin sulit diterima otak kiri kita, misalnya saat Syamsul dituduh mencuri dompet di pesantren. Di novelnya mungkin adegan ini sangat logis, tetapi sutradara terlihat sulit menuangkannya dalam layar lebar, sehingga yang terjadi adalah sebuah pengadilan yang sangat tidak bisa diterima oleh otak kiri kita.
Jadi sebaiknya sejak dari awal sudah siap-siap untuk menanggalkan dulu logika berpikir otak kiri kita dan segera pasang otak kanan dengan kekuatan penuh.
Saat kita sudah memakai otak kanan untuk menonton film ini, maka semua adegan menjadi logis dan bisa dinikmati dengan penuh senyum. Kalau kita nonton berdua dengan pasangan hidup kita, demi untuk menyenangkan hati pasangan kita, maka dijamin tanpa sadar air mata tahu-tahu sudah membasahi pipi kita.
Secara garis besar, film ini sebenarnya sangat baik menunjukkan potret kehidupan yang sangat realistis. Bukankah banyak sekali orang yang dipanggil ustadz tetapi sebenarnya dalam dirinya tidak ada sifat ustadz sama sekali.
Semua kejadian dalm film ini menjadi sangat manusiawi, karena para tokoh film ini digarap agar berakting sesuai dengan potret kehidupan manusia sehari-hari. Semua orang bisa salah dalam bertindak dan tugas kita adalah memaafkannya.
Seorang yang tidak pernah mencuri dan akhirnya dituduh mencuri, bisa saja akhirnya menjadi pencuri betul dan khusus untuk yang satu ini, maka film ini menceritakannya dengan sangat indah.
Kalau ada yang benar-benar kurang dalam film ini adalah akting dari adik Syamsul yang tidak terlihat karakternya demikian juga El Manik, ayah Syamsul terlihat main tidak dalam form terbaiknya (emangnya main bola ya?).
Page 1 of 2 | Next page