Bekasi & Stigma Pemalas
Bekasi-Ku, Sosial-Budaya Friday, October 16th, 2009 1,284 views Print Artikel IniSalah satu kerisauan saya yang utama dan menghinggapi saya selama ini adalah kenyataan ada banyak anak-anak putus sekolah di kampung saya di Tambun-Bekasi. Mereka bukan putus sekolah dalam arti berhenti ditengah jalan (meski ada juga beberapa) melainkan mereka lulus SLTA namun tidak bisa melanjutkan kuliah dan juga tidak bisa bekerja.
Lowongan pekerjaan sangat terbatas. Kalaupun ada, banyak perusahaan yang memilih menggunakan yayasan. Mereka tidak punya pilihan. Jika mereka masuk melalui yayasan, mereka harus menyetorkan sekian juta rupiah dari gaji (prosesnya dicicil, misalnya Rp. 500 ribu tiap bulan) sedangkan kadang mereka hanya bekerja selama 3-6 bulan saja.
Saat ini saya memang tinggal agak jauh dari kampung tempat saya dilahirkan di Tambun sana. Saya tinggal di Bekasi Timur, dekat terminal Bekasi. Jarak tempat tinggal sekarang dengan kampung saya di Tambun memang hanya beda kecamatan namun tiap saya pulang menjenguk orang tua saya, rasa risau dihati saya tidak kunjung reda. Banyak dari mereka adalah tetangga saya dilingkungan rumah orang tua saya. Beberapa diantaranya malah sanak family saya, sedangkan sebagian besar lagi adalah adik kelas saya baik di SD maupun SMP.
Saya tahu pasti sikap dan tindak tanduk mereka sedari kecil. Saya tahu mereka adalah anak-anak yang relatif baik. Kalaupun ada kenakalan, semuanya kenakalan khas remaja dan bukan kriminal.
Masalahnya, tidak bisa kuliah dan tidak memiliki pekerjaan membuat mereka hanya memiliki sedikit kesempatan. Ada stigma bahwa orang Bekasi (asli ?) itu pemalas. Stigma yang mungkin dilekatkan karena ada beberapa sikap yang dilakukan oleh segelintir orang namun menjadi generalisasi.
Saya tidak pernah percaya pada generalisasi. Baik itu generalisasi yang dilekatkan pada orang Bekasi asli ataupun generalisasi yang dilekatkan pada orang lain, didaerah lain, pada suku lain.
Stigma orang Bekasi pemalas dan bodoh mungkin gejala umum yang bukan hanya terjadi di Bekasi. Didaerah lain mungkin ada kecenderungan yang sama, yang sering berujung pada konflik horizontal sosial-masyarakat.
Saya tidak ingin melawan stigma yang dibalas dengan stigma. Ada banyak stigma negatif tentang orang Bekasi, antara lain soal pemalas dan bodoh tadi, kemudian stigma tukang kawin (yang membuat isteri saya sempat maju mundur saat hendak menikah dengan saya ), stigma soal jual tanah warisan, stigma soal ketidakmauan merantau, stigma soal ketidakmauan belajar dan stigma negatif lainnya.
Saya khawatir, stigma yang ada, tidak kuliah dan tidak bekerja jika tidak dikelola dengan hati-hati bisa menyeret mereka pada perilaku kriminal.
Jika sebagian besar orang langsung mengecam tindak tanduk ormas-ormas kedaerahan yang mengatasnamakan Bekasi atau Betawi, saya pribadi miris karena ada banyak diantara mereka yang ikut organisasi tersebut karena tidak punya pilihan untuk bisa mencari nafkah.
Saya sejak lama berpikir, apakah ada yang bisa saya lakukan untuk mengurangi stigma tersebut sekaligus membantu mereka-mereka yang mengalami kesulitan diatas. Saya juga tidak ingin membatasinya hanya untuk orang Bekasi karena saya pribadi cenderung untuk meniadakan sekat-sekat kedaerahan dan jargon “orang asli”
Pikir saya, mungkin ada yang bisa saya lakukan tanpa menunggu saya kaya raya dan membiayai seluruh misi saya. Berikut adalah beberapa pemikiran yang terlintas dibenak saya :
- Memberikan pelatihan. Pelatihan tidak hanya dalam bentuk aplikasi komputer yang menjadi basic kompetensi saya melainkan meliputi juga tata cara pembuatan surat lamaran kerja yang baik, tata cara menghadapi proses interview, tata cara menghadapi test kerja maupun test PNS. Banyak diantara anak-anak lulusan SLTA yang gagal bukan karena mereka tidak mampu melainkan kebanyakan dari mereka grogi, membuat lamaran kerja sekenanya dan memiliki keterampilan yang tidak cukup
- Memberi dukungan. Dukungan yang dimaksud bisa saja dalam bentuk support finansial terbatas, misalnya membantu menyediakan kertas, print out dan amplop untuk lamaran kerja, serta biaya untuk mengirimkan lamaran. Meski nilainya tidak seberapa, banyak diantara mereka yang bahkan tidak punya cukup uang untuk sekedar mengirimkan lamaran pekerjaan
- Memperluas Jaringan. Saya berharap memiliki jaringan yang lebih luas agar peluang-peluang yang bisa didapatkan semakin besar. Mungkin ada diantara mereka yang berminat bekerja dibidang pertanian atau menjadi operator warnet atau menjadi karyawan non pabrik lainnya.
- Proyek Berkelanjutan. Saya menyadari sepenuhnya bahwa suatu proyek yang diinisasi harus bisa menghidupi dirinya sendiri agar bisa berkelanjutan. Dalam benak saya, kegiatan ini merupakan kegiatan volunteer yang biaya awalnya ditanggung oleh para pendiri sesuai kemampuan namun secara bertahap mendapat kontribusi dari sisi yang lain. Tidak menutup kemungkinan para alumni proyek ini membantu teman-temannya baik dalam bentuk finansial (secara sukarela dengan besaran sesuai kemampuan) atau dalam bentuk lainnya
Bagi rekan-rekan yang punya pengalaman untuk kegiatan sejenis atau rekan-rekan yang memiliki saran atau kritik silakan sampaikan melalui bagian komentar.
Tulisan ini merupakan salinan dari tulisan di blog pribadi : Risau.
Print Artikel Ini
Selamat Datang Bang Vavai…
Semoga kita bisa saling bersinergi di Komunitas ini..
[Reply]
Thanks sudah join dan posting tulisan disini mas Vavai,
Bersama BEBLOG, niat tulusnya itu saya yakin bisa direalisasikan…
Ayo kita kembangkan bersama-sama komunitas ini untuk tujuan mulia lainnya:-)
Salam kenal
http://www.yulyanto.com
[Reply]
@Yulyanto,
Salam kenal mas Yul. Saya sering baca tulisannya di Kompasiana namun selama ini silent saja . Saya juga sering dengar kabar mas Yul dari Yanin Jansen, teman 1 gank saya waktu SMAN 2 Bekasi yang jadi Blogger Cikarang.
Mudah-mudahan saya bisa belajar mengaplikasikan project-project pemberdayaan masyarakat pada teman-teman blogger Bekasi lainnya.
@Irfan,
Terima kasih kang Admin, mudah-mudahan saya bisa berkontribusi dan bersinergi secara positif.
[Reply]
Salam kenal Mas Vavai. Selamat datang di be-blog. Senang sudah bergabung dan sharing di Be-Blog. Di Be-Blog ini kita bisa menjumpai beragam profesi. Ada yg merupakan pegawai di pemerintahan dan swasta, ada juga yang berusaha mandiri. Dgn sinergi dari berbagai potensi yg ada, kita bisa berharap bahwa upaya2 pemberdayaan dapat direalisir.
[Reply]
Alhamdulillah, akhirnya hasil percakapan kita ditelepon tadi langsung direalisir disini. Terimakasih mas Vavai. Ditunggu posting-posting lainnya yaa..
[Reply]
hollla mas vavai. ketemu lagih di marih ^^ setelah setaun lalu kita ketemuan di PB . xixixi…
[Reply]
salam dari kami bloger kota malang untuk teman2 dibekasi.
[Reply]
Aris Heru Utomo Reply:
October 6th, 2009 at 3:25 PM
@musik.um.ac.id, Salam kenal juga. Insya Allah tgl 17 Oktober mendatang kami akan meluncurkan secara resmi blog komunitas ini, jika berkenan kami akan mengundang perwakilan komintas bloger kota malang utk hadir.
[Reply]
Tulisan seperti inilah yang kita butuhkan dari para blogger bekasi. terima kasih mas vavai.
salam
Omjay
[Reply]
Untuk menanggulangi masalah yang mas vavai sampaikan memang tidak bisa sendirian, harus bekerja sama.
Saya bergabung dengan komunitas Tangan Di Atas “TDA” yang terdiri dari beragam profesi yang actionnya kebanyakan adalah wirausaha. Untuk membantu mereka agar bsa mandiri menurut saya caranya adalah melalui wirausaha.
Menurut versi TDA, kalau jualan tidak perlu pakai uang, cukup dengan ide saja.
Mungkin sangat susah dimengerti tetapi hal ini memang kenyataan.
Cara yang terbaik adalah… mereka itu harus sering-sering berkumpul dengan para wirausahawan agar ikut ketularan berwirausaha.
Untuk detailnya nanti saya posting saja.
Semoga kita semua bisa ikut andil walaupun cuma setetes….amin
[Reply]
Selain malas, bisa jadi stigma tempat tinggal berdampak ke pekerjaan. Di lingkungan tempat tinggal saya, Seroja, banyak tuh anak-anak komplek Seroja yang nganggur sementara pabrik/kantor bejibun (Bakrie, Mie Sedap, Brigdestone), katanya sih mereka jarang diterima bekerja di tempat-tempat itu karena stigma anak-anak Seroja, yang tukang berantem (anak kolong )
[Reply]
bang vavai..memang ada banyak potensi yg perlu difasilitasi diberikan ruang untuk mengasah. Agar kemampuan itu menunjukan aslinya. Persoalan masyarakat Betawi menyangkut banyak hal, selain yg disebut di atas. Ada persoalan krusial yg perlu pembenahan. Tentang falsafah hidup dan pendidikan. Dua hal ini harus diintenskan untuk dicarikan model ideal menuju cara pandang progresif.
[Reply]
betul betul betul
Salam…
[Reply]