Islam dan Demokrasi
Agama Wednesday, November 25th, 2009 1,700 views
photo by MHA
Membedah wacana Islam dan demokrasi tentu saja tidak bisa lepas dari panggung pergulatan politik, negara, kekuasaan, dan pemerintahan di satu sisi, serta relasi antara Islam dengan entitas lain di luar Islam, pada sisi yang lain. Islam yang dimaksudkan bukanlah sebuah basis nilai dan ajaran yang sama dan tunggal. Islam hanya bisa dilihat dan dirasakan dari ekspresi para pemeluknya. Karena Islam hanya bisa dilihat dan dirasakan dari ekspresi para pemeluknya, maka Islam pun sudah pasti berwajah banyak. Jika Islam berwajah banyak, maka ekspresi politik Islam pun, tentu saja, amat beragam. Islam kadang sejalan dengan demokrasi, tapi kadang juga berseberangan. Setidaknya, inilah poin penting dan pelajaran yang bisa diambil setelah menelaah berbagai buku yang temanya saling bersentuhan, meskipun tidak bisa dikatakan sama persis alur cerita dan isinya. [1]
Diskursus Islam dan demokrasi merepresentasikan tingkat dan kualitas relasi Islam dan Barat sebagaimana disinyalir Samuel P. Huntington melalui tesis benturan peradaban-nya. Demokrasi beserta isu-isu modernisme dianggap tidak cocok dengan kultur Islam. Namun kemunculan Islam and the West: Testing the Clash Civilazations Thesis (2002), working paper yang ditulis Pippa Norris dan Ronald Inglehart dari Universitas Harvard, menunjukkan fakta sebaliknya. Secara mengejutkan, Norris dan Inglehart menunjukkan bahwa ternyata tingkat performance demokrasi di masyarakat Muslim sama-sejajar dengan apa yang terjadi di Barat bahkan keberterimaan masyarakat Muslim terhadap gagasan demokrasi sedikit lebih tinggi daripada masyarakat Barat sendiri. Tentunya, temuan ini sangat menarik. Sehingga, relasi Islam dan modernisme produk Barat tidak selalu berpola dikotomis dan oposisi biner.[2]
Salah satu temuan menarik tentang keterkaitan islam di Indonesia dengan demokrasi adalah disertasi Saeful Mujani, yang memberikan banyak hal berharga dalam mengurai perdebatan antara Islam dengan demokrasi. Disertasi yang kemudian dijadikan buku yang berjudul, Muslim Demokrat, Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca-Orde Baru, memberikan persfektif yang sangat menarik dan unik. Melalui buku itu Saeful Mujani ingin membantah tesis yang mengatakan Islam tidak sesuai dengan demokrasi.
Temuan Mujani sedikit mirip dengan apa yang ditemukan Alexsis de Tocqueville ketika pada tahun 1830-an melakukan penelitian terhadap kehidupan orang Amerika. Dalam penelitiannya Tocqueville melihat agama Kristen di Amerika memiliki peranan positif bagi munculnya budaya kewargaan (civic culture). Budaya kewargaan adalah modal sosial yang sangat penting bagi munculnya demokrasi. Organisasi keagamaan berbasis gereja memberikan banyak hal seperti kemandirian, kritisisme, kesadaran akan masalah-masalah publik, kesadaran akan hak dan kewajiban warga dan lain-lain. Hal-hal demikian penting sekali peranannya dalam demokrasi
Bagi ilmuwan politik seperti Samual P. Huntington atau ahli sejarah Islam seperti Bernard Lewis, judul buku ini pasti terasa aneh. Muslim Demokrat, bagi mereka adalah sebuah contradictio in terminis. Huntington dan Lewis pasti heran bagaimana mungkin dua kategori yang saling bertentangan disebut dalam satu tarikan nafas. Bagi mereka, semakin Islami seseorang, maka akan semakin jauh ia dari nilai-nilai demokrasi. Saiful Mujani menyusun sejumlah hipotesis yang telah menjadi pandangan umum yang menunjukkan kontradiksi diantara dua kategori tadi: [3]
Saiful Mujani menguji hipotesis yang dibangun oleh orang seperti Huntington dan Lewis, juga hasil penelitian empiris Freedom House mengenai keterkaitan Islam dan demokrasi. Melalui survei opini publik, Saiful Mujani menemukan sejumlah kesimpulan:[4]
- Islam di Indonesia mempunyai keterlibatan dalam kegiatan kewarganegaraan sekuler. Ibadah sunnah di NU, identitas ke-Muhammadiyah-an dan jaringan keterlibatan dalam perkumpulan sesama muslim, justru memperkuat keterlibatan orang dengan kegiatan yang bersifat sekuler.
- Keterlibatan umat Islam di Indonesia dalam kegiatan keagamaan dan sekuler membuat umat Islam toleran terhadap kelompok lain.
- Pada hipotesis ketiga, Umat Islam di Indonesia justru memberikan kontribusi positif bagi munculnya partisipasi demokrasi.
- Keempat, umat Islam yang saleh di Indonesia tidak mengancam konsolidasi demokrasi.
- Ada sejumlah nilai dalam Islam yang diyakini mendukung demokrasi, yakni melalui ijtihad (penalaran rasional), ijma (konsensus), ikhtilaf (perbedaan pendapat), dan syura (konsultasi). Saiful Mujani menyimpulkan, korelasi negatif antara Islam dengan prinsip demokrasi meragukan.
- Muslim di Indonesia sangat mendukung negara bangsa. Konsepsi tentang ummah tidak otomatis bertentangan dengan gagasan negara bangsa. Unsur-unsur ibadah dalam Islam justru makin memperkuat keterlibatan umat Islam di Indonesia dengan berbagai masalah masyarakat, tak hanya yang terkait dalam urusan agama.
- Dalam hipotesis kedelapan, Saiful menemukan tak ada kaitan antara keimanan seorang muslim dengan ketertarikan dengan politik dan kepercayaan terhadap institusi politik.
- Terakhir, Islamisme yang bersifat intoleran tak terkait dengan aktifitas politik. Seorang muslim yang intoleran justru cenderung tidak aktif dalam politik dan bukan merupakan ancaman bagi demokrasi.
Meski memberikan sumbangan yang sangat penting, bukan berarti buku ini sepi dari kritik. Kritik pertama datang atas pendekatan metodologis yang dipilih Saiful. Kritik dari para peneliti politik lain (terutama kiri), meragukan sikap dan pandangan manusia bisa dipilah-pilah dan digeneralisasikan dalam kategori yang ketat untuk kemudian ditafsirkan oleh sang peneliti. Subtektivitas peneliti akan mempengaruhi dalam proses pengambilan kesimpulan.
Kritik kedua, terkait pendekatan budaya yang dipakai Saiful Mujani. Pendekatan model ini banyak dikritik oleh para ahli yang mengkaji masalah demokrasi. Ketiga, penelitian Saiful Mujani yang dibuat antara tahun 2001 dan 2002 ini, dilakukan pada saat terjadinya perubahan drastis di dunia muslim tanah air. Pasca reformasi, partai politik dan organisasi agama berbasis Islam banyak muncul dimana-mana. Kebangkitan organisasi ebrbasis agama, disusul marakna fenomena terorisme, perusakan tempat ibadah dan sejumlah peristiwa intoleransi lain mengindikasikan menguatnya konservatisme. Kalau, asumsi ini benar, bisa jadi Saiful Mujani harus banyak merevisi pandangannya yang menganggap Islam di Indonesia tidak bertentangan dengan demokrasi
Referensi
Fukuyama, Francis. 2003. The End oh History and The Last Man – Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal. Qalam.
Lipson, Leslie. 1964. the Democratic Civilization, Oxpord University Press.
Maarif Institute, 2007. slam, HAM dan Keindonesiaan Refleksi dan Agenda Aksi untuk Pendidikan Agama
Mujani, Saiful. 2007. Muslim Demokrat Islam, Budaya Demokrasi, dan partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. Gramedia Pustaka Utama.
Rauf, Maswadi “Teori Demokrasi dan Demokratisasi”, Pidato pada pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1 November 1997.
[1] Sebagai suatu tema sentral, demokratisasi telah menjadi objek studi yang sangat luas rentang pembahasannya. Ada yang menekankan pada pendekatan atau masalah nilai dan budaya (Almond dan Verba, 1984; Harrison dan Huntington, 2000), model dan bentuk baru demokrasi (Held, 1986 dan 1999; Dahl, 1999), masalah-masalah civil-society (Diamond, 1992), masalah civilian supremacy upon military (Huntington, 1956; Diamond dan Plattner (ed.), 2000), tingkatan modenisasi-demokrasi (Apter, 1987; Diamond, Linz, and Lipset (eds.), 1990; International IDEA, 2001), pilihan strategi-strategi demokrasi (O’Donnell, Schmitter, dan Whitehead, 1993a, 1993b, 1993c, 1993d; O’Donnell dan Schmitter, 1993; Huntington, 1991), lembaga-lembaga demokratis (Linz and Valenzuela (eds.), 1994), dan lain-lain.
[2] Bagian ini dikutip dari buku yang berjudul Islam, HAM dan Keindonesiaan Refleksi dan Agenda Aksi untuk Pendidikan Agama yang diterbitkan dalam rangka halaqah MAARIF Institute for Culture and Humanity yang diselelnggarakan pada tahun 2007
[3] Lihat Saiful Mujani, Muslim Demokrat Islam, Budaya Demokrasi, dan partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. Gramedia Pustaka Utama. 2007. hal. 32 - 34
[4] Ib.Id . hal. 313-324


Demokrasi 2.0
Agar warga negara dapat lebih partisipasif menyuarakan aspirasi
[Reply]
makasih banget artikelnya………
[Reply]