Sudah nonton Sang Pencerah? Harus itu…
Film Sunday, September 19th, 2010 4,556 views Print Artikel IniUntung aku tidak jadi karaoke dan kemudian memilih nonton film Sang Pencerah. Coba aku jadi karaoke pasti kondisi badanku akan makin “gering” dan batuk-batukku akan mewarnai isi ruangan karaoke. Ini sebuah film yang bakal laris manis di penghujung tahun ini.
Ini sebuah film tentang kehidupan KHA Dahlan yang penuh dengan kalimat bijak dan disampaikan dengan cara sederhana. Salah satu contohnya ketika istri KHA Dahlan bercerita tentang bagaimana dia memilih Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan) sebagai suaminya.
“Aku tidak perlu sholat istikharah untuk memilih Darwis sebagai suamiku, aku cukup bermunajat pada Allah dan aku sangat yakin akan kepribadian Darwis untuk menjadi suamiku”
Kegelisahan sosial Ahmad Dahlan tercermin dalam beberapa adegan, misalnya ketika melihat ibu sahabatnya harus berutang hanya untuk mengadakan tahlil 40 hari sepeninggal ayah sahabatnya itu.
Film ini sangat pantas untuk ditonton bagi mereka yang ingin mengenal Islam versi KHA Dahlan (bukan Islam versi klenik) dan mengenal Muhammadiyah secara utuh. Kita jadi tahu bagaimana sekelompok orang Islam bisa bertindak brutal seolah tanpa kendali dan bagaimana sekelompok lainnya bisa bertindak penuh budi pekerti, semuanya itu ada di film ini.
Muhammdiyah bukanlah organisasi Islam, tapi adalah organisasi pendidikan. Bukan tempat untuk mencari hidup tetapi tempat untuk berkumpulnya beberapa orang dalam menyeru kepada kebenaran melalui tindakan nyata yaitu melalui dunia penidikan dan kegiatan sosial.
Bagi para pendekar Tapak Suci tentu sangat memahami hal ini karena setiap mereka memberi salam maka posisi kedua tangannya adalah perlambang dari amar makruf nahi munkar.
Berdirinya beberapa panti asuhan Muhammadiyah adalah berkat pelajaran tentang Surat Al Ma’un oleh KHA Dahlan. Surat dalam AL Quran tidak hanya untuk dibaca tapi untuk dipraktekkan dan praktek nyata untuk surat Al Ma’un adalah dengan menyantuni anak yatim.
Film ini benar-benar menggambarkan perjuangan KHA Dahlan sejak dia masih menjadi Darwis sampai dia berubah nama menjadi Haji Dahlan. Darwis muda sudah gerah dengan ritual Islam yang sering melenceng dari Quran dan Hadits, sehingga ketika ilmunya makin mencukupi maka mulailah dia bergerak untuk menunjukkan islam yang sesuai ijtihadnya.
Banyak sekali kalimat-kalimat khas Muhammadiyah yang muncul dalam dialog-dialog yang begitu fasih dibawakan oleh para aktor yang semuanya bermain dengan apik. Semua tokoh telah memainkan peran masing-masing dengan benar, sehingga film terasa mengalir begitu cepat dan tahu-tahu sudah hampir dua jam kita terpaku menyaksikan film ini.
Pemunculan suasana kota Jogyakarta di jaman dulu juga lumayan digarap dengan apik, misalnya beberapa adegan di sekitar tugu Jogya maupun di stasiun Lempuyangan. Meskipun terlihat ada rekayasa disitu, tetapi tetap terlihat sangat natural sehingga membuat para penonton merasa terbawa ke Jogyakarta beberapa puluh tahun lampau.
Bagi penonton dari Jogyakarta tentu ada yang merasa aneh ketika perjalanan dari rumah KHA Dahlan menuju ke Lempuyangan harus melalui Tugu, tapi secara keseluruhan adegan ini tidak mempengaruhi jalan cerita. Keinginan untuk selalu menampilkan tugu tahun dulu begitu kuat sehingga sutradara selalu mencoba menampilkan tugu dalam beberapa adegannya.
Adegan terakhir terasa sangat halus disampaikan oleh sang sutradara. Itulah saat Dahlan mulai menyadari bahwa bersikap keras saja tidak cukup, perlu adanya win-win solution tetapi dengan tetap menjaga keyakinan yang dipegang teguh. Menghargai pendapat orang lain adalah sesuatu yang harus tetap dipertahankan disamping memegang teguh keyakinan yang ada di dalam hati kita masing-masing.
Sesama muslim adalah bersaudara dan tidak layak untuk saling bermusuhan.
Lukman Sardi bermain sangat apik dalam film ini. Dia bisa menggambarkan betapa rapuhnya Dahlan ketika begitu banyak hujatan menimpa dirinya tetapi dia juga bisa menunjukkan betapa tegarnya hatinya terhadap keyakinan yang dipegangnya.
Nyi Ahmad Dahlan juga terlihat begitu lugu dan patuh dengan suami.
“Saya tidak tahu lagi siapa yang benar. Apakah suamiku atau orang lain, tapi aku wajib menurut pada suamiku dan itulah yang kuyakini kebenarannya”
“Subhanallah”
Kalimat indah ini meluncur dengan lembut dari mulut Nyi Ahmad Dahlan. Sungguh luar biasa indah kalimat ini. Kalimat yang sangat sederhana tapi sangat sulit dicari orang yang bisa melakukan hal seperti Nyi Dahlan di jaman ini.
Itu juga yang mungkin membuat kumpulan Ibu-Ibu Aisyiah terlihat sangat bangga kala mendampingi para anggota Muhammadiyah melakukan kegiatan apa saja. Mereka merasa apa yang mereka lakukan adalah demi beribadah padaNya.
Jika penasaran dengan film ini dan ingin melihat potongan filmnya silakan lihat di bawah ini.
Melalui film ini kita bisa melihat betapa sulitnya Dahlan ketika mencoba merubah arah kiblat Masjid Agung Kauman, bahkan Dahlan harus rela suraunya dirobohkan oleh mereka yang tidak setuju dengan pendapatnya.
Dahlan memang seorang yang sanghat kontroversial di jamannya. Dia adalah Kiai Kafir yang jika didekati bisa menjadi ketularan gila. bagaimana tidak, ketika dia ditanya tentang agama, maka Dahlan menajwabnya dengan bermain musik.
“Agama adalah sesuatu yang menyenangkan menentramkan bagi yang memeluknya. Akan tetapi bila kita tidak menguasai ilmu agama, maka agama bisa menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi kita dan bagi orang lain di sekitar kita”
Sebuah kalimat yang kembali membuat kita terangguk-angguk. Bahkan Ketua Muhammadiyah saat ini (Din S) telah menonton film ini sampai 6 kali.
“Oleh karena itu siapa nanti pejabat, tokoh lain yang ingin nonton dan memerlukan keikutsertaan ketua umum Muhammadiyah, saya menyediakan waktu. Apalagi nontonnya gratis. Dan walaupun sudah enam kali nonton, saya tidak merasa bosan. Makin lama nonton, makin asyik. Kalau tidak percaya, tontonlah beberapa kali lagi,” kata Din seperti dimuat dalam tribun news.
+++
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”
+++
Gambar diambil dari sini dan dari sini
+++
dimuat juga di blog pribadi
+++Penulis adalah Wakil Ketua BeBlog yang aktif juga di Komunitas Blogger Cikarang, blog pribadinya ada di "Dari Kaca Mataku".
Selain itu aktif juga menulis tentang Gadget Ipad, Blackberry, Android, Samsung maupun menulis tentang bisnis kuliner Mie Ayam SEHATI
Nick namenya Eko Eshape Print Artikel Ini
wahhh nonton kok gag ngajak2 sih…
[Reply]
eko sutrisno hp Reply:
September 19th, 2010 at 9:05 AM
@quinie,
yah bukannya ada undangan di milis?
hari ini ada lagi undangan tuh
sebelum masuk kerja kita dolan terus ke Mega Bekasi
XXI ya
[Reply]
yuk nonton lgi mas Eko
bwt kalau sudah nonton, jangan lupa baca bukunya. Saya baru saja selesai nich baca bukunya dan siap2 nonton. sampai ketemu ya
[Reply]
eko sutrisno hp Reply:
September 19th, 2010 at 6:23 PM
@Aris Heru Utomo,
mas Aris memang luar biasa,
film dan buku sudah dilalap semua
kita tunggu tulisan dari mas Aris deh…
[Reply]
bener mas eko, agama seperti biola…kalau dimainkan oleh orang yang menguasainya akan enak didengar dan menyejukan hati, tetapi bila dimainkan oleh orang yang belum mengerti biola maka suaranya bikin telinga panas…
[Reply]
eko sutrisno hp Reply:
September 19th, 2010 at 6:25 PM
@ferdi,
cocok mas Ferdi
luar biasa memang penggambaran agama oleh KHA Dahlan ini
pas banget
[Reply]
saya bersyukur dgn adanya film ini, kita memiliki contoh perjuangan. ditengah kuatnya ronrongan musuh. semoga ini menginspirasi pejuang2 pada zaman ini. amiiinn
[Reply]
eko sutrisno hp Reply:
September 20th, 2010 at 4:47 PM
@febri,
amin
makasih komentarnya
salam sehati
[Reply]
Baca bukunya juga dong mas lebih keren hehehe
[Reply]
CiMarT Reply:
September 21st, 2010 at 2:45 PM
@ajengkol,
iya mbak
kayaknya bukunya lebih seru
pasti bisa bercerita lebih banyak
[Reply]