Home » Pendidikan » Guru dan Golkar

Guru dan Golkar

Dulu, para guru adalah corong bagi golkar. Saya merasakannya waktu itu, dimana golkar dan pak Soeharto masih berkuasa. Suatu ketika saya pernah diundang untuk mengikuti acara penataran guru, namun saya terkaget-kaget. Di dalam acara itu ada terselip kampanye partai golkar dan para guru diminta untuk memilih golkar. Di dalam penataran itu kami diwnti-wanti agara jangan lupa untuk mencoblos gambar pohon beringin. Begitulah para juru kampanye memberikan arahannya pada kami waktu itu. Seolah-olah demokrasi hanya milik golkar. Partai lain… No Way!.

Pada saat sebelum reformasi bergulir, banyak guru yang menjadi anggota golkar. Waktu itu PGRI adalah salah satu organisasi under bow yang dibanggakan oleh partai golkar. Dari perolehan suara para guru yang tergabug di PGRI inilah partai golkar meraup suara yang cukup banyak sehingga mampu berkuasa di pemerintahan.

Sekarang ini, seiring waktu bergulir, guru dan golkar tak menyatu lagi. Mungkin hanya sebagian kecil guru saja yang bergabung dalam partai golkar. Sisanya lari ke partai-partai besar lainnya. Bahkan banyak juga yang sudah menjadi corong partai yang sedang berkuasa, karena ada kepemimpinan pak SBY di situ. Belum lagi, adanya sertifikasi guru, membuat guru terpecah menjadi dua, guru sertifikasi dan guru non sertifikasi. Begitulah yang terjadi. Demokrasi masih menjadi milik pejabat negeri ini. Para guru takpernah dilibatkan system sertifikasi guru, sehingga yang ada guru hanya pelengkap penderita.

Golkar sangat dekat dengan guru waktu dulu. Masa-masa romantis itu tinggal kenangan dan kalau golkar ingin mendapatkan simpatik dari para guru, maka perbaikilah nasib guru. Jangan jadikan guru sebagai komoditas politik. Mengambil suara guru hanya sebagai kendaraan politik agar menang dalam pemilu. Setelah itu, habis manis sepah dibuang.

Guru harus kembali ke kelas, sama seperti halnya TNI yang kembali ke barak. Guru jangan lagi berpolitik, dan bila ingin berpolitik sebaiknya melepaskan baju PNS-nya. Terkecuali, bila yang bersangkutan adalah guru non PNS, maka sah-sah saja untuk bergabung di partai politik manapun. Karena tidak ada aturan dalam UU, kalau guru non PNS tidak boleh berpolitik.

Dengan terpilihnya bang Ical (panggilan Aburizal bakri) menjadi ketua Umum Partai Golkar, tentu beliau ingin semua jaringan yang ada dalam tubuh partai golkar kembali seperti dulu. Semua mesin politik hidup. Ada dari jalur TNI, ada dari jalur buruh, ada dari jalur pengusaha, ada dari jalur guru, dan lain-lain. Sebagai seorang yang matang dalam organisasi, saya yakin bang ical memiliki strategi tersendiri dalam mendapatkan simpati para guru. Memberikan pembelajaran bagaimana berdemokrasi yang benar di bawah bendera golkar. Karena golkar dibentuk menag bukan untuk menjadi oposisi, tetpi untuk berkarya bagi negeri.

Jangan anggap enteng para guru. Apalagi bila guru tak pernah diajak berdiskusi. Bila guru berdemo, maka akan ketar-ketirlah pejabat setempat. Seperti salah satu bupati di jawa yang memecat 6 orang guru tanpa alasan yang jelas. Guru sekarang jangan dianggap tak mengerti apa itu politik, apa itu demokrasi. Mereka bahkan sudah berhasil mendorong pemerintah dan DPR untuk membuat negeri ini memiliki UU sisdiknas, UU Guru dan Dosen serta keluarnya PP no.74 tentang guru.

Kemenangan partai demokrat, salah satunya didukung oleh para guru yang jumlahnya jutaan di negeri ini. Demokrat telah berhasil mengambil hati para guru. Demokrat dan SBY telah berhasil mengambil hati para guru dengan program-programnya, sehingga mengantarkan mereka menjadi pemenang pemilu dan pilpres tahun ini.

Guru dan golkar, akankah menyatu kembali? “May be no or may be yes”. Semua tergantung kepemimpinan ketua umum partai golkar yang baru dalam menjalankan misi politiknya. Keberhasilan partai golkar dengan banyaknya gubernur atau kepala pemerintahan di daerah dari partai golkar, mungkin bisa dijadikan kendaraan dalam mengambil hati guru di seluruh Indonesia. Namun yang pasti, jangan pernah melupakan jasa guru, dan jangan pernah menganggap remeh potensi yang dimilikinya.

Para anggota DPR terpilih harus benar-benar memperhatikan nasib guru. Gaji guru boleh saja seperti guru Oemar Bakri, tapi harga diri harus setinggi langit di atas bumi. Guru harus menjadi leadership dalam mengawasi kinerja pemerintahan dan DPR. Guru bisa mengajak berdiskusi para siswanya untuk ngomong masalah politik, dan mengarahkan para siswanya agar santun dalam berpolitik. Seperti Mas Anas Urbaningrum dari partai demokrat yang selalu tersenyum walaupun dihujat dan dicaci di sana-sini. Inilah demokrasi, dimana setiap orang bisa menulis dan bicara dengan hati nurani.

Guru dan golkar, akankah bernostalgia kembali? Semua itu bisa terjadi bila golkar bisa mengambil hati para guru. Membela nasib dan kepentingan guru. Membenahi sertifikasi guru yang masih amburadul dan berpihak kepada dunia pendidikan. Oleh karena itu para para kader golkar yang sekarang terpilih menjadi anggota DPR RI harus mampu membenahi dunia pendidikan kita yang masih kurang bermutu.

Wijaya Kusumah

Mahasiswa PPs TP-UNJ

Print Artikel Ini Print Artikel Ini
Posted by wijayalabs on Oct 13 2009. Filed under Pendidikan. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

2 Comments for “Guru dan Golkar”

  1. emang kmaren ngak … yakin !!!

    [Reply]

  2. trance charts 2008

    Trance Music is Interesting Sied van Riel

    [Reply]

Leave a Reply

Amprokan Blogger | Temu Blogger Nusantara


Amprokan Blogger

Sponsor

images-1

---

Member Be-Blog

Sudahkah Anda menjadi bagian dari Be-Blog?

Siapa saja yang sudah terdaftar?

Login

Login Anggota
Lost Password?

Shoutbox


Loading

WP Shoutbox
Name
Website
Message
Smile
:mrgreen::neutral::twisted::arrow::shock::smile::???::cool::evil::grin::idea::oops::razz::roll::wink::cry::eek::lol::mad::sad:8-)8-O:-(:-):-?:-D:-P:-o:-x:-|;-)8)8O:(:):?:D:P:o:x:|;):!::?:



Gabung di Milis Blogger Bekasi

Powered by Yahoo Groups

© 2010 Komunitas Blogger Bekasi. All Rights Reserved. Log in

Switch to our mobile site

- Designed by Gabfire Themes