Departemen Store Sale vs Pasar Tradisional
Ekonomi-Bisnis Tuesday, February 1st, 2011 192 views
Tulisan ini sudah lama sebenernya, tepatnya buat masa-masa natal dan tahun baru, tapi berhubung ada imlek dan diskonan di departemen store masih berlaku sampe tanggal 9 Februari.. tidak ada salahnya saya post kembali tulisan ini. Hitung-hitung sebagai pembukaan di bloggerbekasi (maklum saya pendatang baru)
Diskon!! Diskon!! mulai 20 sampai 70% teriak anak-anak kost, termasuk saya…
Minat berbelanja sale ini rupanya cukup digemari, lihat saja beberapa departement store mulai di padati pengunjung. Kupon bertuliskan potongan harga di setiap item rupanya menjadi magnet yang sangat kuat, terbukti semenjak dimulainya sale, pengunjung ramai mendatangi pusat perbelanjaan dari semua kalangan, baik itu ibu rumah tangga, bapak-bapak sampai remaja memenuhi outlate baju, sepatu dan tas. Aktifitas memilih dan mencoba menjadi pemandangan di hampir setiap sudut. Antrian terlihat di kassa-kassa dan ruang pas. Pemandangan seperti ini akan jarang terlihat di hari biasa saat harga stabil.
Momen great sale memang ditawarkan departemen store di hampir setiap perayaan besar seperti lebaran, natal dan tahun baru. Hal ini dilakukan selain untuk memenuhi permintaan konsumen, juga merupakan strategi pemasaran untuk menarik pelanggan agar berbelanja di departemen store. Mengingat persaingan juga terjadi di pasar-pasar tradisional.
Terlepas dari kepentingan bisnis perusahaan, momen big sale di hari-hari besar memberikan satu euforia tersendiri. Bukan hanya untuk mereka yang merayakan, tetapi juga untuk konsumen lain yang sekedar memanfaatkan momen diskon untuk membeli barang-barang baru. Di kalangan mahasiswa momentum big sale ini sangat dinanti. Bayangkan jika harga satu item di hari normal sebesar seratus ribu, kemudian di akhir tahun mendapat potongan sebesar 50 + 20% maka harga berubah menjadi Rp 40 ribu, itu berarti terjadi pemangkasan harga mencapai Rp 60 Ribu, hal ini tetunya sangat menggiurkan terutam untuk kaum wanita. jika awalnya uang Rp. 200 ribu hanya dapat membeli satu item, dengan adanya potongan harga maka dapat membeli dua item sekaligus. Bagi konsumen, kesempatan seperti ini tentu memberikan sensasi dan kegembiraan tersendiri. Tidak heran jika untuk mahasiswa kos-kosan yang harus mengatur pengeluaran antara makan dan berbelanja akan menggunakan kesempatan ini dengan sebaik mungkin.
Informasi big sale, bisanya datang secara berantai, teman yang telah terlebih dahulu mengunjungi departemen store akan menyampaikan “kabar gembira” kepada teman lainnya. Penyampaian worth of moth dapat dilakukan dimana saja, baik itu di kampus, di kantin dan di lingkungan kost saat berkumpul. Saya pribadi sering kali lupa akan momen berharga ini, melalui cerita teman alarm berbelanja saya seolah dibangunkan. Sebagian besar orang telah mengetahui bahwa akan ada diskon besar-besaran di departemen store, karena memang rutin di setiap tanggal merah pusat perbelanjaan akan menawarkan diskon, namun sering kali keinginan berbelanja justru dipacu dari mendengarkan pengalaman teman yang telah terlebih dahulu membeli. Biasanya proses menyampaikan sensasi belanja itu akan di ceritakan dengan ekspresi persuasif, memancarkan kesenangan dan keseruan karena diskon yang gila-gilaan. Gaya menceritakaan seperti ini tentu sangat menggiurkan bagi wanita yang pada dasarnya suka berbelanja. Alasan pertama adalah kesempatan yang tidak datang setiap hari, kedua dapat menge-save uang, ketiga adalah dorongan untuk menambah koleksi baju dan sepatu baru begitu kuat. Bisanya, para pemburu potongan harga tidak terlalu mengutamakan timing mode karena kekurangan dari diskon harga ini adalah tidak semua prodak mendapat diskon besar-besaran. Meski hampir semua prodak di departemen store menawarkan potongan harga, namun tawaran diskon yang di berikan juga mempertimbangkan laba perusahaan. itulah sebabnya nominal diskon antara satu prodak dengan prodak yang lainnya berbeda-beda, untuk prodak lama diskon bisa mencapai 70% dengan program special price, sedangkan untuk prodak new arrival potongan harga hanya berkisar 20% saja. Hal ini tentu merupakan strategi bisnis perusahaan karena potongan untuk prodak lama akan tetap memberikan pemasukan jika dibanding prodak itu di jual dengan harga asli dan tidak laku terjual. Lebih tepatnya adalah cuci gudang. Sedangkan potongan 20% untuk prodak baru tidak melebih biaya operational, artinya keuntungan mungkin berkurang namun tidak sampai mematikan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapat potongan diskon besar, maka harus menunggu tren mode mulai melemah.
Meski demikian pertimbangan model yang out of date lebih rendah dibanding pertimbangan potongan harga besar-besaran, buktinya setiap great sale hampir setiap pusat perbelanjaan di banjiri banyak pengunjung. Peminat barang-barang diskon tetap tinggi meski prodak yang di diskon adalah prodak dengan model lama. Kelemahan big sale seperti itu sebenarnya dapat disiasati dengan memilih prodak yang dapat digunakan di all season, dengan begitu masa pakai barang akan lebih lama, dibanding memilih baju diskon dengan tema tertentu yang tren topiknya sudah sebulan yang lalu. Saat orang lain sudah mulai pudar warna bajunya, dan kita masih gres, itu tentunya akan memberi nilai tersendiri.
Sebagian besar wanita yang gemar fashion, mungkin akan lebih memilih membeli barang baru dengan harga asli demi mendapat gaya in time, artinya menggunakan prodak sesuai dengan waktu tren prodak itu, untuk golongan mahasiswa ini biasanya memiliki uang saku berlebih. Sedang lain golongan akan lebih memilih menunggu diskon agar lebih ekonomis. Semua tergantung pilihan para konsumen, membeli barang dengan harga asli atau menunggu saat datang sale, tergantung keuangan masing-masing. Meski begitu, sebagai kubu yang gemar sale, momen-momen great sale merupakan waktu yang sangat menyenangkan, ada sensasi tersendiri yang muncul saat melihat banyak barang dengan harga murah.
Pasar tradisional
Lantas mengapa harus berbelanja murah menunggu diskon di departemen store?. Sebenarnya berbelanja barang murah dapat dilakukan di pasar tradisonal, semua kelas prodak, mulai yang asli sampai kualitas satu, dua dan tiga bisa ditemukan di pasar tradisonal, yang harus dikuasai adalah jeli melihat mana bahan atau barang yang bagus dan mana yang tidak, sehingga harga yang ditawar sesuai dengan mutu barang. Namun, tidak semua orang memiliki kemauan untuk melakukan tahapan itu, menguasai mutu kemudian menawar. Faktor kedua adalah suasana pasar tradisional yang kurang memberi kenyamanan, faktor kedua ini tentu kalah saing dibanding dengan departemen store. Meski demikian, keduanya memiliki nilai-nilai tersendiri, departemen store memang lebih moderen, namun tidak menciptakan komunikasi langsung dengan produsen, konsumen yang ingin berbelanja bebas memilih barang dan memutuskan. Sedang di pasar tradisional, komunikasi bisa berjalan lebih lama dan mendalam, semakin pandai menjalin hubungan dengan produsen akan semakin membuka peluang untuk mendapatkan harga murah dengan kualitas yang baik. Hubungan emosional yang terbangun antara produsen dan konsumen di pasar tradisional akan menciptakan loyalitas. Maka kesan pertama berbelanja di pasar tradisional sangat menentukan. Hal ini dikarenakan pembeli akan langsung menerima sentuhan pelayanan, jika produsen memberikan pelayanan tidak ramah akan memberi nilai negatif bagi konsumen. Begitupun konsumen, jika tidak pandai membangun percakapan dengan produsen akan sulit mendapat kemudahan dalam bertransaksi. Maka yang dibutuhkan adalah membangun sisi emosional kekeluargaan melalui percakapan.
Selain itu karena sifat departemen store yang menawarkan konsumen berbelanja independen, sering kali jika ternyata prodak yang dipilih terdapat cacat, rasa kecewa tidak membuat pelanggan kapok, karena konsumen diberi kebebasan sendiri dalam memilih. Bagi konsumen departemen store, membeli prodak yang cacat lebih dilihat sebagai ketidaktelitian, mungkin kecewa namun cuma sesaat, konsumen akan lebih cenderung menyalahi diri sendiri karena tidak teliti. Sedangkan jika itu terjadi di pasar tradisional, kesan yang timbul adalah pelanggan merasa di tipu, perasaan ini akan mematikan kepercayaan konsumen, sehingga keinginan untuk berbelanja di pasar tradisional akan memudar. Namun, baik pasar tradisional maupun departemen store memiliki segmen pasar masing-masing dan nilai-nilai tersendiri yang ditawarkan. Program sale yang diberikan departemen store, membentuk pola pertimbangan tersendiri bagi mereka yang gemar dengan barang diskon. Sedang pasar tradisional juga memiliki nilai bagi konsumen yang ahli dalam membangun komunikasi dan bernegosiasi. Akhirnya, semua tergantung selera dan keahlian konsumen.
* ssst.. ada catatan neh.. tulisan ini pernah saya coba kirim ke koran lokal, tapi sayangnya.. tidak masuk.. hehehe..
