Kekhawatiran dari seorang pribumi
Laporan Warga Friday, February 4th, 2011 101 views Print Artikel IniBeberapa tahun terakhir lahan sawah di wialayah Kab. Bekasi mulai berganti menjadi kawasan perkomplekan atau industri. Salah satunya di Desa Sukarukun kecamatan Sukatani. Wilayah tersebut sebelumnya merupakan lahan sawah, tapi sekitar tahun 2009 beberapa buldoser terlihat menggali lumpur-lumpur disana dan tak lama kemudian di tahun 2010 deretan rumah berdiri diatas lahan tersebut.
Sebenarnya, tak jauh dari lokasi itu sekitar dua kilometer di desa Sukajaya dibangun kawasan perumahan Gramapuri yang mengambil wilayah persawahan disana. Sampai sekarang masih terlihat aktivitas pembangunan disana. Banyak efek baik positif dan negatif yang dihasilkan.
Untuk konteks ini saya ingin membicarakan efek negeatifnya saja. Sebab berbicara efek positif cukup dengan orang bagian perusahan dari perumahan. Saya disini menulis sebagai seorang masyarakat pribumi disana yang memiliki rasa kekhawatiran terhadap aktifitas pembangunan yang sedang berjalan. Khawatir akan rusaknya lingkungan air, kemudian tak mampunya pribumi bersaing dengan warga pendatang.
Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari pembangunan itu untuk saat ini belum terasa. Tapi bila melihat wilayah yang sudah berdiri perumahan efek yang ditimbulkan ialah tercemarnya air. Seperti di daerah Cabang Cikarang air tanggul irigasi untuk pengairan sawah berwarna hitam. Warga tak dapat memanfaatkan. Saat ini tanggul irigasi di Sukajaya maupun Sukarukun masih bisa dimanfaatkan. Tak hanya itu, lahan sawah yang selama ini bisa dikatakan sebagai daerah resapan air dengan dibangunnya perumahan itu. Akan kehilangan fungsinya dan dapat menyebabkan banjir.
Sekarang memang belum terbukti. Ketidakteraturan itu terlihat dari menjamurnya pembangunan perumahan dan industri disana-sini yang mencaplok wilayah pertanian. Serta bercampur dengan wilayah bisnis. seperti tatakota Jakarta yang semerawut meski tak yang berada di Jika hal itu benar-benar terealisasi, masyarakat sekitar yang selama ini bergantung pada pertanian mulai terancam beralih profesi. Pekerjaan yang memungkinkan menjadi buruh pabrik. Ini sangat mungkin sebab sudah ada kawasan Industri di Cikarang.
Dampak yang mungkin yakni pribumi tak mampu bersaing dengan warga pendatang. Umumnya warga pendatang memiliki profesi yang jelas seperti buruh, pedagang, pengusaha atau yang lain. Sedangkan warga sekitar berprofesi sebagai petani, cara bertani mereka diperoleh bukan melalui pendidikan tapi warisan dari orang tuanya. Dan rata-rata pendidikannya rendah, karena hasil bertani tak cukup membiayai pendidikan yang mahal. Maka, mereka tak memiliki bekal pendidikan atau skill lain untuk menunjang profesinya.
Dengan demikian, warga sekitar bekerja dengan kemampuan yang pas-pasan. Hal yang mungkin dilakukan ialah merantau, pembantu rumah tangga atau menjadi tukang ojek. Jika tak mampu melakukan itu cara yang terakhir ialah bertindak kriminal. Sepeti yang terjadi di kampung Ceger Sukajaya, pemuda disana sering mencuri bahan-bahan bangunan seperti semen dan balok dari perumahan. Hasilnya, mereka tak mampu bersaing dengan warga pendatang.
Bicara seharusnya dan idealnya hanya ada di alam mimpi. Seharusnya pemerintah begini, idealnya pemerintah begitu. Namun jawaban yang ada hanya dialam bawah sadar. Tak salah pula saya berbicara semestinya pemerintah kab. Bekasi memposisikan untuk wilayah bisnis, industri, pemerintahan.
Untuk maysarakat yang tinggal di wilayah pertanian diberi bekal penididkan pertanian agar sesuai dengan kompetensi daerahnya. Kemudian, menyiapkan lulusan yang mampu bekerja di pabrik-pabrik dan perkantoran diberikan masyrakat di daerah perindustrian dan bisnis.
Serta bagi pengembang bisnis properti sebaiknya membangun kawasan yang mementingkan aspek lingkungan. Yang menguntungkan semua pihak tak hanya penghuni perumahan itu tetapi warga pribumi sekitar pun harus diperhatikan. Mungkin dengan cara membangun drainase yang baik agar tak mencemari air disekitarnya.
Print Artikel Ini
Laporan yang sangat membantu.
Pembangunan di daerah pertanian adalah sah di mata hukum selama telah didasarkan atas peristiwa hukum. Limbah tetap menjadi tanggung jawab pengelola, dan pengecualian terhadapnya dapat dituntut sesuai dengan UU, PP serta Perda yang berlaku.
Selain itu ada istilah “CSR” yang turut menjadi dasar serta alasan dilakukannya pembangunan di daerah pertanian.
[Reply]