Manunggaling Kawula lan Gusti
Agama Saturday, July 24th, 2010 602 views
Manunggaling Kawula lan Gusti
Dalam literature dan khasanah jawa cukup dikenal seorang tokoh Islam yaitu Syekh Siti Djenar, yang sangat kontroversi dengan pahamnya Wihdatul Wujud atau Manunggaling Kawula lan Gusti.
Suatu pemahaman yang saat itu telah melampaui batas pemahaman yang berlaku, wujud dari pemahaman yang perlu dikaji hingga saat ini.
Banyak pihak yang mengkaitkan pemahaman ini dengan pemahaman sebelumnya yang dinyatakan oleh Al-Halaj jauh sebelumnya
Sangat menarik untuk ditelusuri kembali sehingga tercapai suatu pemahaman yang sesungguhnya/holistik/konfrehensif.
Manunggaling kawula lan Gusti adalah bentuk pemahaman dimanusia bersatu dengan TUHAN-nya.
Kembali kita ingat bahwasannya manusia adalah “Herritage/Turunan” dari Allah Aja Wajalla.
Salah satu dasarnya adalah ayat yang mengatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan mengikuti fitrah-NYA. Seperti apa fitrah Allah maka seperti itu pulalah fitrah manusia yang melekat semenjak dia diciptakan /dilahir di dunia ini.
Qs Ar-Ruum (30) ayat 30:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama, fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Paham yang sungguh-sungguh sulit untuk dimengerti saat itu dan mungkin juga saat ini.
Kebersatuan antara manusia dengan TUHAN-nya, suatu paham yang memang benar-benar gila atau paham yang memang benar-benar apa adanya.
Kita semua tahu bahwa Allah adalah pencipta sedang manusia adalah manusia ciptaannya yang karena telah ditiupkan RUH-NYA sehingga manusia itu HIDUP..
Dalam Al-Quran dijelaskan secara gamblang bahwa TUHAN:
- Berbeda dari seluruh makhluk yang ada di semesta alam
- Tidak melahirkan dan dilahirkan
- Tidak makan dan tidak tidur
- Mengetahui segala sesuatu baik dihati, digunung, laut dan sebagainya
Dari dasar keterangan diatas cukup jelas bahwa TUHAN berbeda dengan ciptaan, sehingga paham manunggaling kawula lan gusti cukup membuat banyak persepsi yang terbentuk.
Kita coba belajar untuk bisa sampai pada kajian yang mendekati pemahaman yang sesungguhnya tanpa menimbulkan perdebatan yang berkelanjutan.
Untuk bisa memahaminya mungkin penjelasan yang bisa mendekati dengan perumpamaan yang bisa diterima akal/pikiran kita
Semisal kita ambil satu cangkir air hangat dengan satu sendok gula pasir.
Kita meng-andaikan air putih itu Allah sedangkan gula adalah manusia, dalam satu sendok gula terdapat unsur air yang terkandung didalamnya.
Jika satu sendok gula dicampurkan dengan satu cangkir air, kemudian kita aduk sehingga gula benar-benar terlarut dalam satu cangkir air, dapatkah kita memisahkan gula itu dari air.
Mungkin itulah gambaran dari paham Manunggaling Kawula lan gusti.
Jika perumpamaan ini masih juga sulit untuk dimengerti, mungkin gambaran berikut bisa lebih menggambarkan secara terperinci.
Pernahkan anda sedih yang sesedih-sedihnya, pernahkah anda gembira segembira-gembiranya, pernahkah anda marah semarah-marahnya adakah suatu kalimat yang yang tepat/sesuai/pas yang bisa anda ungkapkan dalam bahasa yang anda gunakan …??
Mungkin tiada satupun kalimat yang mampu untuk menggambarkan perasaan anda tersebut.
Toh… ujung-ujung-nya badan anda yang merasakan dan berinteraksi dengan mengeluarkan air mata.
Apakah orang lain tahu disaat anda menitikkan air mata…. karena bahagia..??, sedih..??, atau marah….??
Itulah kedekatan yang coba dilukiskan oleh seorang Syekh Siti Djenar tentang rasa dan apa yang dialami tentang bagaimana perasaan dekat dengan TUHAN-nya.
Karena TUHAN itu dekat sehingga tak salah dalam Al-Quran di sebutkan bagaimana dekatnya TUHAN dengan Manusia:
Qs. Al-Baqarah (2) 186:
Dan apabila hamba-hambaKU bertanya kepadamu tentang AKU, maka (jawablah) bahwasannya AKU dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang do’a apabila ia memohon kepadaKU, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) KU dan hendaklah mereka beriman kepadaKU agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Makna dekat adalah makna kedekatan seorang Manusia kepada TUHAN-nya dalam kadar kedekatan secara kualitas…. Bukan dzat.
Ada 5 jenis kedekatan yang dituliskan dalam Al-Quran, sehingga kita dapat memahaminya.
1. Meliputi
Dalam banyak ayat Allah mengatakan bahwa Dzat, Ilmu, Rahmat dan Kekuasaannyameliputi segala sesuatu dan menunjuk kepada eksistensi Tunggal.
Ketika Allah mengatakan salah satu sifatNya meliputi makhlukNya, maka sebenarnya seluruh sifat-sifat yang lain juga meliputi makhlukNya.
Jadi makna meliputi memberikan persepsi sebagai kedekatan makhluk Tuhannya atau sebaliknya, tetapi kedekatan yang bersifat UNIVERSAL
2. Bersama
Kata dekat yang memiliki makna lebih khusus adalah “BERSAMA”, Kata yang digunakan adalah ma’ash shabiriin(bersama orang-orang yang sabar), ma’akum, ma’ana, ma’ahum (bersamamu, bersamaKu, bersama mereka) dan sebagainya.
Lebih khusus dibandingkan dengan meliputi.
Karena itu penggunaan kata “bersama” ini langsung dikaitkan dengan objeknya
Ada semacam perhatian khusus ketika Allah mengatakan
“ AKU bersama orang-orang yang sabar”
Seakan-akan DIA ingin menegaskan bahwa Allah akan memberikan pembelaan dan melindungi orang-orang yang sabar.
Qs. Al-Baqarah (2) ayat 153:
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) Shalat, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar
3. Dekat ( QARIB )
Tingkat berikutnya lagi adalah “dekat” alias Qarib.
Ini adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan kedekatan secara lebih emosiona
Dibanyak ayat Allah menggambarkan kedekatanNYA dengan kata “Qarib”
Qs. Al-Baqarah (2) ayat 186:
Dan apabila hamba-hambaKU bertanya kepadamu tentang AKU, maka (jawablah) bahwasannya AKU dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang do’a apabila ia memohon kepadaKU, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) KU dan hendaklah mereka beriman kepadaKU agar mereka selalu berada dalam kebenaran
Qs Al-A’raf (7) ayat 56:
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
4. Disisinya
Istilah lain untuk menggambarkan kedekatan makhluk dengan Allah adalah “indallah”.
Indallah dikaitkan dengan kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya, biasanya menggambarkan posisi yang tinggi
Qs. Ali-Imran (3) ayat 169:
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki
Diantara hamba-hamba yang didekatkan disisi Allah itu adalah para pejuang yang mati syahid, yang mengorbankan hidupnya untuk mengabdi dijalan Allah. Melakukan syiar agama untuk kemajuan umat.
Ada beberapa tingkat kualitas seiring dengan kualitas pengabdian dan amalannya. Sehingga Allah mengatakan bahwa kedudukan mereka itu bertingkat-tingkat disisi Allah.
Allah mengampuni dosa dan kesalahan mereka, dan mereka memperoleh balasan yang baik disisinya. Mereka diberi derajat yang tinggi disisiNya.
Qs. Ali-Imran (3) ayat 163:
(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat disisi Allah, dan Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan
Qs Shaad (38) ayat 25:
Maka kami ampuni baginya kesalahannya itu, dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi kami dan tempat kembali yang baik
5. Berserah diri
Dan tingkatan kedekatan yang paling tinggi adalah berserah diri kepada Allah (Muslimuun).
Inilah suatu tingkatan dimana ego seseorang sudah sedemikian rendahnya, dan yang muncul hanya ego Allah saja.
Dirinya telah lebur kedalam Diri Allah, Sifat-sifatnya juga telah lebur dalam sifat Allah, kehendaknya telah luluh kedalam kehendak Allah
Itulah yang didalam hadis Qudsi dikatakan bahwa orang-orang yang demikian itu “ Melihat dengan pengelihatan Allah, mendengar dengan pendengaran Allah, dan seluruh langkah perbuatannya dilambari oleh ilmu-ilmu Allah
Dari keterangan-keterangan tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa paham Manunggaling kawula lan gusti ada ujud dari rasa kedekatan Syekh Siti Djenar secara kualitas yang tertinggi dimana pada saat itu segala ucap, laku, pikirnya bukan didasarkan lagi pada ego dirinya melainkan atas dasar dari sang pemilik yaitu Allah SWT.
Suatu ungkapan rasa yang indah namun jika salah menafsirkan dapat membuat suatu pertentangan atau mungkin juga kesesatan.
Ini adalah bentuk rangsangan kepada tiap-tiap diri untuk selalu berusaha mendekat secara kualitas kepada TUHAN-nya

ingin berkunjung ke web ini pagi ini……
[Reply]
benar-benar luar biasa penjelasannya..
[Reply]
luar biasa penjelasaanya gus alek..
[Reply]