Wawancara Bersama Hazairin Pohan:”Ruang Gerak Bagi Kemajuan Blogging di Indonesia Masih Besar”
Wawancara Tuesday, August 9th, 2011 809 views Print Artikel IniSaya mengenal pertama kali Pak Hazairin Pohan saat bertindak sebagai moderator dalam sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 di Makassar bulan Desember 2010 lalu dimana saat itu beliau menjadi salah satu narasumbernya bersama mantan Rektor UNHAS dan Duta Besar Indonesia untuk Iran Prof.DR.Basri Hasanuddin MA.
Percakapan saya dan beliau berlangsung hangat, terlebih saat mengetahui Pak Pohan-demikian saya memanggil beliau-juga adalah seorang blogger dan aktif menulis di Kompasiana, Senang sekali bisa bertukar fikiran dengan Pak Pohan yang cerdas, rendah hati dan ramah ini serta turut aktif berbagi informasi tidak hanya melalui blog juga melalui akun sosial medianya di Twitter (@hazpohan) maupun Facebook.
Perhatian mantan Duta Besar RI untuk Polandia (2006-2011) serta saat ini menjabat sebagai dalam Duta Besar Fungsional, Kementerian Luar Negeri sangat besar terhadap dunia blog, bahkan ikut menjadi salah satu tokoh yang menggagas lahirnya Komunitas Blogger ASEAN chapter Indonesia bulan Mei lalu.
Pada kesempatan Sarasehan dan Pameran Foto ASEAN akhir pekan silam, saya mengajukan permohonan kepada beliau untuk wawancara tertulis seputar soal blog dan perkembangan ASEAN, sama seperti yang pernah saya lakukan pada Om Jay dan Pak Prayitno Ramelan. Alhamdulillah, Pak Pohan menyambut baik dan berkenan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya via email, berikut petikannya.
Sejak kapan Pak Pohan mulai ngeblog?
Sejak Januari 2009, ketika sedang bertugas di Polandia. Saya mempunyai blog “A Fellow Countryman” di blogspot, sebagai warganegara ingin sharing dalam hal-hal yang saya ketahui kepada publik. Baru mulai Februari 2011 saya bergabung di Kompasiana.
Sejauh ini bagaimana peran blog terhadap aktifitas bapak sebagai Diplomat?
Memang di kalangan diplomat saya bisa dipandang sebagai “diplomat of a different sort”. Di kalangan pegawai negeri, kegiatan ngeblog itu bisa menjadi ‘bunuh diri’, kalau tidak hati-hati. Apalagi dalam dunia diplomasi, di mana hubungan antar-negara itu selalu sensitive. It can cost you your job, or carrier…
Saya mencoba mendekatinya dalam perspektif berbeda.
Pertama, memang blogging menjadi aneh apabila diplomasi itu hanya dilihat dari hal-hal formalitas hubungan antar-negara dan diplomat itu ‘tidak boleh menjadi diri sendiri’. Padahal, diplomasi itu juga melibatkan semua stakeholders, termasuk wartawan, seniman, pengusaha, anggota parlemen yang semuanya mempunyai bahasa sendiri-sendiri. Diplomasi itu juga substantif.
Kedua, blogging adalah sarana mengekspresikan diri, ada kalanya Anda setuju dengan pendapat pemerintah, namun tidak sering kita berpandangan berbeda. Ada ruang bagi pegawai negeri itu menjadi warganegara.
Ketiga, saya mempunyai pengalaman sebagai wartawan. Tidak semua bisa ditulis di koran, banyak pertimbangan di sana. Ini bekal juga untuk tahu mana yang bisa ditulis di blog, mana pula ruang untuk berbeda pendapat dengan pemerintah, dan mana pula yang tidak bisa ditawar-tawar, seperti Pancasila, NKRI, dsb.
Saya juga memanfaatkan blog, twitter, facebook sebagai social media untuk menyebarkan informasi yang benar kepada masyarakat, terutama mengenai diplomasi dan politik luar negeri yang acapkali diputarbalikkan dan kurang tampil secara proporsional. Saya menerima feedback, berupa kritik atau pertanyaan dan Insya Allah semuanya saja respon.
Apa saja manfaat yang bisa bapak dapatkan melalui aktifitas ngeblog ?
Ngeblog itu berkomunikasi, kepada diri sendiri, teman atau keluarga maupun public at large, umum. Di dalam berkomunikasi ada art, perspective, empathy, dan skill. Blogging membantu kita mengasah ke 4 hal tadi. Semakin sering menulis dan belajar maka semakin canggih kemampuan kita berkomunikasi.
Menjadi diplomat juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan berkomunikasi. Saya susah membayangkan bila seorang diplomat kita tidak pandai atau tidak suka bergaul, atau bahkan tidak suka pada rakyat yang diwakilinya. Bagaimana mungkin?
Ekstremnya, diplomat itu dilatih untuk bermanis-manis bahkan dengan musuh sekalipun!
Sebagai salah satu penggagas Blogger ASEAN, bagaimana Pak Pohan melihat Komunitas Blogger ASEAN chapter Indonesia dalam mendukung usaha-usaha sosialisasi menuju Komunitas ASEAN 2015?
Bagi kita ‘blogging’ dan ‘ASEAN’ adalah 2 hal yang ‘baru’. Kita belum sepenuhnya paham fungsi dan cara kerja blogging dalam konteks gerakan sosial. Kita masih dalam taraf hobby dan sedikit-dikit mulai faham blogging juga bisa menghasilkan materi. Capacity building bisa dilakukan melalui workshop, seminar, diskusi.
ASEAN, meskipun telah berusia 44 tahun, tetapi organisasi regional ini di masa lalu kegiatannya elitis. ASEAN dipandang sebagai exercise di kalangan diplomat, politisi, anggota parlemen, pejabat pemerintah. Banyak informasi penting tentang ASEAN yang tidak diketahui masyarakat. Maka, bloggers perlu menggali sendiri informasi yang relevan atau diperlukan oleh jaringan maupun komunitasnya menyangkut ASEAN.
Jadi, ASEAN Bloggers itu perlu berupaya menjembatani antara ‘blogging’ dan ‘ASEAN’, bridging lah. Menjembatani antara ASEAN sebagai organisasi dengan masyarakat/komunitas atau jaringannya. Selanjutnya, bloggers memanfaatkan jaringan (network) dan komunitasnya untuk menyebarkan informasi tentang ASEAN, membentuk opini di masyarakat, sekaligus menyampaikan feedback, input, masukan berharga dari jaringannya kepada ASEAN melalui komunitas yang telah dibentuk.
Dalam konteks Komunitas ASEAN 2015, Presiden SBY secara eksplisit membuat pernyataan menyambut baik berdirinya ASEAN Blogger Community. Substansi yang masuk dalam pernyataan Presiden itu adalah policy directive, yang harus didukung semua pihak.
Sumbangan ASEAN Blogger Community (ABC) Chapter Indonesia mungkin masih kecil, tetapi kita optimis dengan potensi serta pertumbuhan cepat media social maka pada waktunya kita akan semakin berperan mendukung terbentuknya Komunitas ASEAN 2015.
Bagaimana bapak melihat prospek pertumbuhan dan interaksi Blogger Indonesia dibanding blogger-blogger negara lainnya, khususnya di kawasan ASEAN?
Sebagai gerakan jaringan, kekuatan politis blogger Indonesia telah terkompartementalisasi: ada yang suka seni, gossip, gaya hidup, dan sayangnya belum menjadi suatu gerakan sadar untuk perubahan. Menurut saya ini banyak terkait dengan tingkat pendidikan dan pertumbuhan middle-class. Kelas menengah ini menjadi syarat mutlak untuk suatu perubahan, karena mereka independen secara ekonomi dari pemerintah, berpendidikan, dan sadar secara politis.
Dari faktor kesadaran politik karena faktor pendidikan, mungkin Malaysia, Filipina, Singapura atau Thailand lebih menonjol. Tetapi di negara-negara ini media social tidak berjalan lebih bebas dan terbuka, masih kuat kontrol dari penguasa.
Indonesia massif dari segi pengguna sosial media yang terbesar nomor 3 atau 4 di dunia! It’s something, tetapi pada saat bersamaan sejujurnya ruang gerak untuk kemajuan bagi blogging di Indonesia masih besar. Artinya, tantangan bagi kita masih berat ke depan, dan lebih banyak sifatnya internal, dari diri sendiri.
Apa saran bapak khususnya bagi Komunitas blogger ASEAN chapter Indonesia untuk mengaktualisasi perannya mendukung integrasi ASEAN berbasis kerakyatan?
Pertama, kita perlu mengajak orang-orang terkenal, berpengaruh, atau memiliki pembaca/followers yang banyak agar mereka mau menjadi duta ASEAN, dan membantu menyebarkan info tentang ASEAN. Ini sarana halo-halo yang efektif untuk diseminasi informasi. Dari kenal timbul pemahaman, dan kecintaan. Kalau sudah ada rasa cinta, maka akan ada ‘ownership’ atau kepemilikan.
Kedua, agar para blogger membangun jaringannya sendiri, baik dengan sesama blogger di komunitas maupun di luarnya. Tahap selanjutnya, membangun jaringan dengan blogger yang ada di negeri-negeri ASEAN, terutama berkaitan dengan bidang kesukaan/hobby atau minat yang sama.
Ketiga, para bloggers perlu mengintensifkan komunikasi internalnya dengan masyarakat di sekitarnya, baik secara fisik maupun virtual (berbasis minat). Kenapa? Karena media social itu hanya sarana, muatannya (substansi, pesan) harus bisa diisi ke arah pembentukan sense of ownership dan selanjutnya berpartisipasi dalam berbagai program yang ASEAN-driven.
Keempat, karena bahasa Inggeris menjadi medium utama di Asia Tenggara maka para bloggers Indonesia harus membangun kemampun bahasanya agar bisa berkomunikasi dengan teman-teman bloggers se Asia Tenggara.
Bagaimana pendapat bapak tentang etika blogging di Indonesia? Apakah dengan hadirnya UU ITE justru akan “memberangus” kebebasan berekspresi di Internet di Indonesia dan bagaimana kita, sebagai blogger menyikapi ini?
Negara melalui UU ITE bermaksud melindungi warganegaranya dari hal-hal negatif seperti pornografi dan kegiatan hasut-menghasut atau fitnah. Pemerintah tidak boleh menggunakan UU ITE ini justru memberangus kebebasan bereskpresi, atau membiarkan pribadi-pribadi menggunakan UU ITE untuk melindungi kepentingannya dari kritisi masyarakat, seperti kasus Prita itu.
Maka, penggunaan UU ITE itu harus dikembalikan kepada maksud awalnya, yakni melindungi masyarakat dari penggunaan tidak tepat media teknologi informasi.
Seperti saya katakan di depan, blogging ini masih baru bagi kita. Penggunaan media sosial masih pada taraf narsis dalam arti positif, sharing info kepada teman dan keluarga, dagang kecil-kecilan, atau penggalangan empati pada kasus-kasus yang menimpa rakyat kecil. Jadi dari segi jurnalisme masih pada tingkat dasar, pada umumnya.
Para pengguna sosial media kita masih terus belajar tentang art, perspective, empathy, dan skill. Art itu menyangkut kemampuan artikulasi. Perspective itu berarti mengajak masyarakat untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Empathy itu menyangkut solidaritas sosial dan kebersamaan. Sedangkan skill itu kemampuan berekspresi.
Pemerintah harus faham masyarakat kita baru pada tingkat pengguna media social yang mana. Hendaknya tidak pukul rata, sehingga kasus-kasus penghinaan atau pencemaran ditimpakan kepada orang-orang yang tidak tepat.
Di sisi lain, kita yang sudah memiliki kesadaran lebih baik dalam penggunaan media sosial juga perlu membantu membentuk kesadaran masyarakat terhadap dampak positif dan bahaya negatif penggunaan media sosial yang tidak bertanggungjawab.
Jam terbang” Pak Pohan sebagai Diplomat dan Dutabesar sudah cukup tinggi, pengalaman apa saja yg bapak peroleh selama jadi diplomat diluar negeri yg menginspirasi bapak untuk menuangkan ide dan opini lewat blog?
Saya dulunya wartawan pada tahun 1975-1976, lalu menjadi diplomat pada tahun 11980 setelah menyelesaikan S-1, di Fakultas Hukum USU. Wartawan itu selalu mencatat, mengulas dan me-warta-kan. Kegiatan professional sebagai diplomat juga sebagian sama dengan wartawan. Hanya, client kita adalah Pemerintah RI, dan semangat kita ingin berkontribusi kepada kepentingan negara.
Selebihnya, saya menjadi diri sendiri. Karena dalam perjalanan karir dan tugas tidak terlepas dari hal-hal human interest yang menurut saya bernilai untuk diwartakan kepada publik maka saya menulis di blog.
Hal-hal berkaitan dengan politik atau kebijakan pemerintah juga saya tulis di blog, tentu setelah mengalami proses ‘internal screening’ dari diri sendiri. Sebagai pegawai negeri, kita harus paham do’s and don’t’s dalam bergaul di media sosial.
Sebagai penulis, tentu saya juga memiliki catatan-catatan khusus mengenai peristiwa diplomasi dan politik internasional yang dengan pertimbangan mendalam tidak dapat saya publikasikan sekarang ini. Suatu ketika mungkin catatan ini dapat menjadi bahan bagi saya untuk menulis buku. Insya Allah.
Melihat kesibukan bapak belakangan ini, bagaimana cara bapak mengelola waktu ngeblog bapak diantara berbagai kesibukan dan kebersamaan dengan keluarga ?
Mencari waktu yang pas ini lah yang sulit. Tetapi pada setiap waktu senggang saya menulis dan menyimpan catatan itu. Pada waktu luang catatan ini saya lengkapi dan lanjutkan sampai tuntas dan matang untuk diterbitkan. Jika belum memadai, catatan ini tetap saya simpan dalam soft file. Ada puluhan tulisan saya yang belum ‘matang’, dan ini selalu saya edit untuk dapat diterbitkan, bila waktu dan mood memungkinkan.
Adakalnya, kedua blog saya tidak di-update sampai sebulan. Biasanya karena pekerjaan di kantor yang intens dan berkelanjutan. Tetapi saya tetap mencatat, atau membuat bahan tulisan. Ini sebabnya mengapa saya memiliki puluhan bakal tulisan, tidak habis-habisnya.
Mengenai keluarga, kebetulan 3 dari 4 anak saya sudah dewasa. Yang paling tua wanita, sarjana hukum UI dan sudah bekerja di sebuah lawfirm. Nomor 2 laki-laki yang hampir menyelesaikan studinya di FISIP UI, dan nomor 3 laki-laki yang tahun depan selesai dari fakultas teknik di ITB. Mereka juga penulis, dan linguist. Kedua bakat ini mengalir dari keluarga Pohan, kakek dan ayah kami (almarhum).
Sandra, anak terbesar sebelum bekerja tetap dan kedua adik laki-lakinya bekerja part-timer sebagai penerjemah ke bahasa Inggeris. Jadi mereka telah memiliki aktifitas sendiri-sendiri.
Beruntung kami masih memiliki Davin, anak laki-laki yang berusia 8 tahun, yang banyak mengisi waktu-waktu luang kami.
Apakah selama ngeblog, bapak mengalami hambatan yg cukup berarti? Bagaimana cara bapak mengatasi masalah itu?
Praktis, hambatan satu-satunya adalah waktu dan mood. Mood menulis berbeda dengan mood membaca, atau bermusik. Saya senang membaca, dan sesekali bermain musik. Di musik saya main gitar, atau bass gitar. Sesekali main drums.
Kalau boleh tahu, siapa blogger atau penulis yang sangat menginspirasi bapak dan apa alasannya?
Saya sudah 58 tahun, jadi idola saya umumnya sudah sangat senior, seperti Mochtar Lubis, Alm Moh Said (guru saya di Waspada Medan), H. Mahbub Djunaidi, Pramoedya Ananta Toer. Saya juga senang membaca karya-karya Ashadi Siregar, Mohammad Sobari, Andrea Hirata, atau karya anak-muda seperti Agustinus Wibowo, Editya Arfah dan banyak lagi.
Usia Pak Pohan sudah tidak muda lagi, bagaimana kiat untuk tetap memelihara spirit berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui ngeblog?
Dalam suatu wawancara dengan Antara, saya katakan bila dada saya dibelah maka yang muncrat bukan darah, tetapi tinta, karena saya pada dasarnya penulis, wartawan. ‘Terlempar menjadi diplomat bukan baru bagi para wartawan seperti Adam Malik, Sabam Siagian, Assegaf, Pudjomartono, Djoko Susilo’ maka saya pun menjadi diplomat.
Saya juga suka menyatakan “old diplomats never die, they may only lose their ties for a while”, sama seperti ‘old journalists never die, they may only lose their laptops….”
Saya juga suka bercanda: ‘music is my profession’. Lalu teman bertanya: diplomacy? Saya jawab: hobby.
Jadi semangat itu tetap ada. Insya Allah, fikiran sehat membuat badan sehat, dan menghasilkan hal-hal positif untuk diri sendiri maupun bagi keluarga dan lingkungan.
Apakah bapak bisa memberikan saran-saran untuk blogger-blogger pemula untuk menuangkan ide dan fikirannya melalui blog?
Belajar dan belajar, dari para senior atau para penulis yang sudah mapan dan hebat. Ibarat dunia lukisan, ada maestro-maestro di sekitar kita. Belajarlah kepada mereka.
Biodata:
Nama : Hazairin Pohan
Tempat/Tgl Lahir : Pematang Siantar, 12 November 1953
Menikah, 4 (empat) anak.
Rumah: Jalan Raden Saleh II No. 7, Cikini, Jakarta 10330
Email: [email protected]
Jabatan saat ini : Duta Besar Fungsional, Kementerian Luar Negeri
Pendidikan Terakhir :
S-1 Sarjana Hukum, USU, Medan, 1980;
S-2, Master of Arts, University of Washington, Seattle (USA), 1985
Pengalaman Diplomatik :
Ketua Delegasi RI dalam kl. 200 kali perundingan bilateral, multilateral,
Duta Besar RI untuk Republik Polandia (2006-2011);
Penerima Tanda Kehormatan Krzyz Komandorski Orderu Zaslugi Rzeczypospolitej Polskiej (Commander’s Cross of the Order of Merit of the Polish Republic (2010)
Alamat Blog : http://hazpohan.blogspot.com/; http://www.kompasiana.com/hazpohan
Twitter: @hazpohan
Facebook: http://www.facebook.com/haz.pohan
Karya (buku) yg sudah dihasilkan:
1. Kontributor Artikel dalam buku “ENERGI POSITIF: Opini 100 Tokoh Indonesia di Era SBY”, Editor Dr. Dino Patti Djalal, 2009;
2. Kontributor, Kumpulan Tulisan Sastrawan Medan “INI MEDAN BUNG”, Editor Izharry Agusjaya Moenzir, 2011
Kegiatan Lain:
1. Dosen tamu di Lemhannas, perguruan tinggi di dalam negeri UI, USU, Unpad, dan luar negeri di University of Jagielonian (Krakow), Warsaw University (Warsaw), University of Adam Mickiewicz (Poznan), University of Nicolae Kopernicus (Torun), University of Lodz (Lodz), Academy of Sciences (Warsaw)
2. Menyampaikan Orasi Ilmiah, dalam rangka Dies Natalis FH USU ke-56, Medan, 16 Januari 2010.
Sumber foto:
Koleksi foto Pak Hazairin Pohan di Facebook dan Eko Eshape
Print Artikel Ini
Wawancara yg inspiratif. cuma sedikit koreksi, beliau menjadi Dubes RI di Polandia tahun 2007-2010, bukan 2006-2011.
#menunggudiwawancarasamamasamril
[Reply]
lanjut Pak Pohan……..
[Reply]
wawancara yg menarik
[Reply]
lanjutkan acaranya mas,,
[Reply]