Ayah Punya Cara Sendiri Dalam Mencintai Kita
Artikel Tuesday, January 24th, 2012 57 views
Ayah adalah ayah. Dengan pengecualian pada kasus-kasus yang membuat seorang anak tidak beruntung lantaran berayah aneh. Tapi dibawah ufuk dan cakrawala kehidupan yang natural dan terbenang luas, ayah adalah ayah. Pada bahunya yang melindungi, pada matanya yang mewanti-wanti, pada suaranya yang memperjelas batas batas, pada batuknya yang menandai, pada kata-katanya yang mudah, ayah kita adalah ayah sebenar-benarnya ayah.
Entu banyak kurang di sana-sini. Tapi tidak adil rasanya kekurangan itu kita timpahkan semua kepada ayah kita sebagai pengurang berlebihan atas apa yang seharusnya kita tahu dan kita mengerti tentang ayah kita. Faktanya kita sering gagal menampung seutuhnya apa yang ayah definisikan tentang dirinya. Sebab ayah kita sering mendefinisikan dirinya justru tanpa ‘definisi. Ayah kita menjelaskan dirinya seperti apa adanya dia, melalui keseluruhan hidupnya yang ia berikan kepada kita. Tanpa banyak kata keterangan, tanpa banyak tafsiran, tanpa banyak lampiran. Itulah yang disebut dengan “Cara ayah kita mencintai kita.”
Di tahun-tahun yang sulit membesarkan kita, ayah kia selalu punya jalan untuk optimis. Ia puya caaara tersendiri bahwa setelah gelap yang pekat, subuh segera tiba. Dan siang yang terang menjadi gamblang. Meskipun itu hanya tertangkap dalam kata-kata sederhana yang itu-itu saja”Semoga atau Mudah-mudahan.” Tapi hidup terus dan kita pun tumbuh gemuk-gemuk hingga kini. Setidaknya tidak terlampau kurus yang sangat-sangat.
Di tahun-tahun yang lapang, saat beberapa nikmat berkenaan datang, ayah kita selalu tahu bagaimana bersyukur. Di lubuk hatinya yang paling dalam, ia selalu jujur berkata, bahwa karena ada kita, anak-anaknya, Allah membagi rezekinya dan karunia. Setiap ayah selalu merasa rezekinya ada, sebagian karena kita anaknya. Sementara kita jarang yang meyakini, bahwa rezeki kita ada, lantaran ada orang tua kita.
Hampir setiap ayah mengambil sisi tanggung jawabnya sebagai ayah mendahului apa yang bisa ia nikmati sebagai ayah. Maka tak bisa dipungkiri, sering konsekuensi dari itu tergambar dalam sikap-sikapnya yang khas dalam membimbing kita, memerlukan kita dan menyerai kita. Sebagian imbalannya, islam melarang seorang anak menasabkan dirinya kepada selain ayahnya. Tapi kita terlalu lambat untuk memahami, bahwa itu yang disebut sekali lagi, “Ayah kita punya cara tersendiri untuk mencintai kita.
Dulu kita menganggap ayah kita kuno, norak atau ketinggalan zaman. Tapi sekarang kita ingin sekali berbincang kembali dengan ayah kita yang dahulu kita menganggap kuno. Ayah kita punya cara sendiri untuk mencintai kita, tidak seperti ibu yang senantiasa menampakan kasih sayangnya saat bersama kita. Tapi ayah kita sangat berbeda sekali dengan ibu. Jika dahulu ayah kita selalu menggendong kita, mengantar kita ke sekolah. Tapi ketika kita mulai beranjak dewasa apakah kita mau di antarkan ke sekolah??? Pasti di dalam hati kita terdapat rasa malu terhadap teman-teman kita, dan kadang-kadang ada juga teman kita yag ngejek kita “anak manja”. Apakah didalam hati kita pasti berkata,”saya tidak akan minta di antar ke sekolah lagi”. Dan hari-hari pertama memang enak. Tetapi setelah lama kelamaanpun jadi seperti ada yang mengganjal di hati.
Saya juga mempunyai pengalaman. Ketika saya ikut ayah saya berlatih badminton, ternyata ada anak seumuran saya. Lalu dia mengajak saya bermain. Setelah lama bermain dia minta istirahat dahulu. Setelah istirahat dia tidak mau bermain dengan saya karena saya tidak terlalu bisa, wajar saya mainya hanya sekedar main tidak ahu peraturan badminton kalau dia, setiap ayahnya ada waktu pasti diajarkan cara main badminton. Saya mana mau ayah saya mengajarkan, dia selalu sibuk dengan pekerjaannya. Saya sempat berfikir,” coba punya ayah seperti itu enak sekali rasanya. Tetapi ketika saya mengajak dia bermain, dia tidak tidur siang. Ayahnya memarahinya dan ia di hukum tidak boleh main selama satu minggu. Di saat itulah saya berfikir,”gak enak juga punya ayah seperti itu, banyak aturan. Seharusnya saya bersyukur mempunyai ayah yang tidak pernah marah dan tidak banyak memberi aturan.
Kadang kita menganggap bahwa ayah tidak sayang kepada kita. Bukanya tidak sayang mereka berusaha banting tulang kesana-kemari untuk mencari nafkah agar keluarganya tidak kelaparan. Tapi kita menganggap ayah tidak sayang kepada kita. Mungkin ayah kita pulang larut malam, lalu dia masuk ke kamar anak-anaknya dan mencium anak-anaknya.

ayah saya sudah meninggal…dan sy sgt menyesal, jasa2nya byk sekali buat sy….sy hny bisa menangis dgn penyesalan
[Reply]