Anak bodoh dan anak orang miskin berhak kah sekolah???
Artikel, Bekasi-Ku, Pendidikan Monday, February 15th, 2010 474 views
Mohon maaf sebelumnya kalau terkesan judul diatas terlalu kasar. Saya cuma sekedar menyatakan dengan bahasa apa adanya. Anak bodoh yang saya maksud adalah anak yang tidak diterima di sekolah negeri karena kalah bersaing dengan anak-anak yang lain yang mempunyai nilai lebih bagus dibanding dengan nilai dia, sedangkan anak orang miskin adalah anak dimana orang tuanya tidak sanggup membiayai sekolah anaknya di sekolah “luar negeri” alias swasta. Lalu kalau dua-duanya predikat itu melekat pada seorang pelajar kita yang mau melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, masih berhakkah dia sekolah??? BIAYANYA DARI MANA???
Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari jumat sore sekitar pukul 19.00 datang seorang ibu bersama tiga orang anaknya ke kantor saya (bukan minta pertanggung jawaban nih.. ). Saat itu untung saya masih ada dikantor atau lebih tepatnya saya balik ke kantor setelah jalan keluar kota. Ibu itu ternyata sudah saya kenal sangat dekat, karena beliau adalah orang yang menjaga tempat kost saya dulu. Sehari-harinya dia membantu teman-teman di kost tersebut agar mendapatkan penghasilan tambahan yaitu dengan menawarkan jasa cuci dan setrika bahkan terkadang termasuk merapihkan kamar-kamar kami semua. Saya termasuk yang “malas” bersih-bersih jadi segala urusan kamar dan pakaian saya serahkan tanggung jawabnya kepada ibu itu. Ibu itu mempunya 4 (empat) orang anak. Anak pertamanya adalah laki-laki dan baru lulus SMA tahun lalu dan akhirnya tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena masalah biaya. Anak kedua adalah perempuan dan saat ini sudah kelas 3 SMA dan sebentar lagi menghadapi UAN. sedangkan anak ke-3 dan ke-4 semuanya laki-laki umurnya sekitar 5 tahun dan tiga tahun dan tidak punya kesempatan mengenyam pendidikan pra seolah atau TK.
Saya sudah faham akan maksud kedatangan ibu itu karena sudah sering dia datang ke kantor untuk meminta bantuan untuk biaya sekolah anaknya yang di sekolah swasta atau kadang hanya untuk makan sehari-hari saja karena suaminya yang hanya seorang satpam dengan gaji sebesar UMR serta banyak potongan untuk hutang sana dan sini maka tentulah tidak cukup untuk biaya kehidupan keluarganya. Kedatangannya kali itu membuat saya sepertinya Marah dan Kesal. Bukan marah dan kesal kepada ibu itu akan tetapi marah dan kesal dengan kondisi pendidikan kita. Saya gak habis pikir, pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun atau 12 tahun akan tetapi rupanya hanya berpihak pada anak yang pintar dan kaya saja. Bagaimana tidak, sekolah gratis itu kan saat ini hanya untuk sekolah negeri saja, sedangkan tidak semua murid bisa masuk sekolah negeri. Kalau orang kaya bisa melanjutkan sekolah anaknya walaupun ke sekolah swasta yang biayanya cukup mahal untuk ukuran orang miskin. Lalu bagaimana dengan anak yang TIDAK DITERIMA DI SEKOLAH NEGERI DAN TIDAK MAMPU MEMBIAYAI SEKOLAH ANAKNYA DI SWASTA???
Ini yang terjadi pada ibu itu yang membuat saya sedih dengan kondisi seperti ini. Ibu itu harus melunasi semua tunggakan biaya sekolah anaknya agar anaknya bisa mengikuti UAN, walaupun bisa ikut UAN pun katanya nanti ijazahnya ditahan di sekolah kalau belum melunasi tunggakannya. Lalu, bagaimana nasib anak sekolah ini padahal dia juga PUNYA HAK UNTUK BELAJAR demi MASA DEPANNYA dan tentunya DEMI MASA DEPAN BANGSA ini juga.
Ini mungkin adalah PR pemerintah dan PR kita semua demi terwujudnya masyarakat bangsa Indonesia yang berpendidikan tinggi melalui terwujudnya wajib belajar 12. Pemerintah seharusnya juga peduli dengan masalah seperti ini. Karena ini terkait dengan kebijakan pemerintah, jadi saya tidak dapat memberikan solusi bagi masalah ini, akan tetapi mungkin bisa menginspirasi bagi semua pihak terhadap permasalahan ini sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya. Bukankah pemerintah sudah punya program kesehatan bagi masayarakat miskin dengan ASKESKIN-nya? mungkinkah bisa diterapkan di dunia pendidikan kita bagi pelajar miskin? Kita lihat saja perkembangan kebijakan pemerintah tantang pendidikan ini…
Salam
Penulis
Abdul Koni
http://www.pajakonline.com

well gud post lah ya..loe dah pnya duit berapa buat sekolah di luar negeri om..ganti judul loe , dah ngerasa pintar??
[Reply]
Membaca tulisan ini jadi ingat buku yg berjudul ‘Orang Miskin Dilarang Sekolah’ namun saya lupa siapa pengarangnya. Saat ini pendidikan di Indonesia memang sudah diperjual-belikan, bicara soal jual-beli tentunya hanya orang yang punya uang saja yg bisa membeli ‘pendidikan’. Hal ini memang menjadi keprihatinan kita bersama, mimpinya sich..bisa bikin sekolah gratis yang berkualitas untuk orang2 yg kurang beruntung seperti artikel diatas, he..he..mimpi kali ye.. kali aja ada be-blog yg punya kelebihan dana yg bisa disumbangkan bikin sekolah gratis..yuk..
[Reply]
Memang sudah seharusnya, pemerintah pusat melalui pemerintah daerah dibawahnya, memiliki data yang akurat tentang jumlah pelajar yang tidak mampu. Ukuran tidak mampunya, bisa ditentukan melalui pengkategorisasian yang melibatkan RT/RW/Kelurahan setempat. Di Kab Jembrana saja, jumlah warganya yang mengidap penyakit tertentu bisa terdeteksi melalui sistem yg mereka terapkan. Fokus pembiayaan pendidikan ditangan pemerintah dan diberikan kepada siswa yang telah terdata. Selain itu, mungkin perlu diberlakukan pula subsidi silang pembiayaan berbasis prestasi siswa (skoring). Jadi, siswa yang pintar namun tidak mampu nilai skoringnya tinggi, berturut-turut siswa pintar+mampu, bodoh+tidak mampu, bodoh+mampu. Semakin tinggi nilai skoringnya, maka semakin mendapatkan subsidi. Menurut saya seperti itu, mungkin ada pendapat lain?
[Reply]
Memang sudah seharusnya, pemerintah pusat melalui pemerintah daerah dibawahnya, memiliki data yang akurat tentang jumlah pelajar yang tidak mampu. Ukuran tidak mampunya, bisa ditentukan melalui pengkategorisasian yang melibatkan RT/RW/Kelurahan setempat. Di Kab Jembrana saja, jumlah warganya yang mengidap penyakit tertentu bisa terdeteksi melalui sistem yg mereka terapkan. Fokus pembiayaan pendidikan ditangan pemerintah dan diberikan kepada siswa yang telah terdata. Selain itu, mungkin perlu diberlakukan pula subsidi silang pembiayaan berbasis prestasi siswa (skoring). Jadi, siswa yang pintar namun tidak mampu nilai skoringnya tinggi, berturut-turut siswa pintar+mampu, bodoh+tidak mampu, bodoh+mampu. Semakin tinggi nilai skoringnya, maka semakin mendapatkan subsidi.
[Reply]
sebuah sudut pandang yang menarik dan menggugah, terimakasih banyak Bos….
[Reply]
itulah kenyataan yg harus kita hadapii, selalu ada saja korban dari kebijakan yg telah dibuat, mestinya tulisan begini jadi masukkan buat bapak2 pejabat untuk menyempurnakan kebijakan yg telah diambil. Menurut saya kebijakan Sekolah Bebas Biaya udah bagus, tapi memang perlu penyempurnaan untuk mengakomodasi anak-anak yg “tidak beruntung” seperti itu. Smoga Bapak2 pejabat mendapat hidayah dari Allah SWT sehingga di bukakan pintu hatinya untuk melindungi si lemah seperti itu…
[Reply]