Pemulung dan Lapak Barang Bekas; Potret Sektor Informal yang Terabaikan
Artikel, Bekasi-Ku Tuesday, February 2nd, 2010 816 views
Anda memiliki barang-barang bekas yang tidak terpakai? Tidak usah bingung untuk membuang atau menumpukkannya dalam gudang. Sebab, banyak pemulung-pemulung atau pengumpul barang-barang bekas yang ‘berkeliaran’ di sekitar rumah anda.
Target pemulung atau pengumpul barang-barang bekas ini memang barang-barang bekas rumahan dan kantor yang sudah tidak terpakai lagi oleh empunya barang. Barang-barang yang dikumpulkan oleh parang pemulung lalu dijual atau ‘disetor’ kepada lapak-lapak barang bekas.
Ya, sector informal semacam ini memang banyak bertebaran di sekitar Bekasi. Lapak-lapak yang menampung barang bekas dari pemulung lalu akan ‘menyortir’ barang bekas tersebut berdasarkan jenisnya. Lalu ada saja pabrik-pabrik yang mengambil barang-barang tersebut dari lapak. Mengejutkan bukan, mungkin kita akan berfikir bahwa barang-barang itu tidak ‘seberharga’ yang kita lihat. Namun kenyataannya, bahkan beberapa pabrik membutuhkan barang-barang dari lapak-lapak tersebut.
Dari kertas hingga panci, dari besi hingga computer
Barang apa saja yang mereka kumpulkan? Inilah uniknya, mereka bisa ‘menyulap’ semua barang yang kelihatannya tidak berharga itu menjadi ‘duit’. Setiap barang yang mereka kumpulkan akan menjadi sangat berharga tatkala mereka sortir dan mereka ‘keprek’ barang barang tertentu untuk mengumpulkan berdasar jenisnya. Ada kelompok barang kertas, ada besi, tembaga, impact (sejenis plastic yang terdapat pada casing-casing computer, vcd, dsb) ada juga tabung-tabung monitor, ada kelompok kuningan dan emas, alumunium. Tak jarang pula, mereka mendapatkan barang-barang bagus yang masih bisa dijual utuh seperti computer, lemari pakaian, DVD Player, Lemari es, dll.
Lapak-lapak ini tersebar di banyak tempat di Bekasi. Dengan modal yang tidak terlalu besar, mereka bahkan berani untuk mengambil ‘borongan’ barang-barang kantor yang berupa computer, ac, dan peralatan elektronik lainnya.
Potret Yang terabaikan
Ada sesuatu yang beda antara lapak-lapak di daerah Bekasi dengan daerah-daerah lain. Bila di tempat lain lapak-lapak tersebut lebih di dominasi oleh orang-orang etnis Madura, maka di daerah Bekasi lapak-lapak tersebut lebih di dominasi oleh penduduk lokal yang berasal dari Bekasi dan Kerawang.
Inilah salah satu wajah Bekasi. Lapak-lapak barang bekas tersebut berdiri diantara puluhan rumah di berbagai tempat. Bahkan beberapa diantaranya ‘tersembunyi’ di balik pemukiman-pemukiman mewah. Tempat yang terlihat ‘kumuh’ itu adalah salah satu bagian dari penunjang perekonomian warga Bekasi.
Di Jatiwaringin dan Jatimakmur saja, lapak-lapak seperti ini tersebar tidak kurang dari 20 lapak. Dari setiap lapak, mereka membawahi sekitar 2 hingga 10 pemulung. Belum lagi pemulung ‘lepasan’ yang tidak terikat oleh lapak.
Dengan memberi bekal kepada setiap pemulung modal Rp. 150.000,- hingga Rp. 250.000,- perhari, setidaknya lapak bisa menghasilkan keuntungan antara Rp. 20.000,- hingga Rp. 100.000,- perhari dari 1 orang pemulung. Cukup besar bukan?
Keuntungan yang cukup ini seharusnya menjadikan lapak-lapak tersebut berkembang dan bertambah besar. Tetapi kenyataan yang terjadi tidaklah demikian. Banyak diantara lapak-lapak tersebut bermodalkan pinjaman dari ‘rentenir-rentenir’. Sehingga untuk mengembalikan pinjaman yang terlalu besar bunganya tersebut, lapak-lapak harus berfikir ‘extra keras’ untuk tetap eksis. Beberapa diantara mereka terpaksa ‘gulung tikar’.
Mereka ‘terlupakan’ diantara pembangunan-pembangunan ekonomi skala besar. Padahal, mereka adalah salah satu dari bagian penting ekonomi warga. Mereka juga dibutuhkan oleh warga. Tidak hanya karena ingin ‘membuang’ barang bekas, seringkali merekapun jadi solusi dari kebutuhan hidup warga.
Karena itu sudah selayaknya pemerintah daerah memperhatikan mereka. Memberi bantuan modal dan bimbingan pelatihan dan ketrampilan. Sebab dari merekalah sebagian pabrik-pabrik menggantungkan kebutuhan bahan-bahan mentah yang murah. Dengan perhatian dari pemerintah daerah, salah satu sumber ekonomi warga ini tidak hanya mampu bertahan dan berkembang, tetapi juga tertata rapi dan tidak terlihat kumuh.
Aku cinta Bekasi-ku, dan tulisan ini juga wujud kepedulian ku untuk mereka; yang telah menjadi bagian penting dari perekonomian Bekasi.

