“Cipurli”, Sebuah Anomali ?
Intermezzo Tuesday, April 20th, 2010 609 views
Pernahkah anda mengalami lapar yang amat sangat ditengah malam?.
Saya pernah. Sering malah, bahkan masih saya idap hingga kini. Kawan-kawan “begadang” saya di Makassar waktu mahasiswa dulu memberi istilah “penyakit” ini sebagai Cipurli alias singkatan (dalam bahasa Makassar) dari Cippuru’ Lantang Bangngi (atau lapar larut malam).
Biasanya jika gejala ini melanda, perut rasanya melilit-lilit minta diisi, hidung kembang kempis, mata kedap-kedip, cacing-cacing diperut menggeliat resah dan ekspresi wajah yang sungguh sangat memprihatinkan.
Bila masih mahasiswa dulu, Cipurli dapat dideteksi penyebabnya. Ini antara lain karena terlambat makan malam gara-gara asyik berdiskusi bersama kawan-kawan aktifis kampus atau mengerjakan tugas praktikum. Jika itu terjadi, maka “obat” paling ampuh, tentu saja sesegera mungkin mengisi perut dengan makanan. Saat begadang dikampus dulu, kami-para “mahasiswa kalong” itu-kerap memasak mie instan diatas pemanas listik.
Terkadang 4 bungkus mie instan dibagi untuk 7 orang. Memang relatif tidak cukup untuk mengatasi “Cipurli”. Tapi paling tidak “sudah cukup optimal” mengatasi ulah cacing-cacing kelaparan diperut kami, hingga pagi menjelang. Biasanya setelah makan “ala kadar”-nya tadi, kami lalu minum kopi kental agar “kemampuan begadang” bisa mengatasi “keinginan tidur” yang biasanya mendera pasca perut diisi.
Atau jika ada rekan yang berbaik hati dan kebetulan punya duit lebih maka kami semua ditraktir “Songkolo Bagadang”, makanan khas ala Makassar yang terbuat dari nasi ketan, taburan kelapa parut yang sudah dibumbui, sambal dan ikan asin. Sungguh sedap disantap tengah malam plus cucuran keringat karena kepedasan. Karena namanya”Songkolo Bagadang” maka biasanya, makanan ini hanya dijual diwaktu malam hingga dini hari serta ditempat tertentu saja.
Gara-gara kebiasaan dimasa muda itu, saya kerap mengalaminya hingga sekarang ini. Bukan karena jatah makan malam dikurangi oleh istri mengingat kenaikan harga bahan-bahan pokok yang melambung tinggi. Tetapi itu mungkin karena situasi “cipurli”sudah berada di alam bawah sadar saya.
Biasanya usai Sholat malam atau selesai mengecek email dimalam hari saat anak-anak tidur, saya pun “beraksi” dengan mengambil mie instan, menyalakan kompor, menyiapkan panci, telor, kornet (jika ada) lalu memasaknya. Sambil menunggu mie matang, saya menyalakan komputer. Tak lama kemudian, sambil berselancar di internet, sayapun turut menyantap “internet” (alias Indomie Telur Kornet..hehehe) ditemani segelas kopi tubruk. Sungguh nikmat.
Sebelumnya, saya mengajak istri saya untuk menemani melampiaskan “cipurli”. Sayang, dengan pertimbangan takut gendut, istri saya yang biasanya bersama saya menunaikan sholat malam berjamaah itu, menolak dan memilih tidur kembali dikamar dengan anak-anak. Sebelum masuk kamar, istri saya mengingatkan untuk tidak “memelihara kebiasaan makan tengah malam” itu. “Awas kolesterol dan obesitas!”, begitu katanya. Kalau sudah begitu, saya hanya bisa mengangguk pelan sambil mengelus prihatin perut saya yang kian montok ini.
Sebenarnya, usaha istri saya untuk “mengobati” kelakuan aneh suaminya yang mengidap penyakit komplikasi insomnia dan cipurli ini tak kurang-kurang. Selain sindiran halus, omelan hingga pernah suatu kali ia menyembunyikan stock mie instan di lemari makan. Tak ayal saya pun kelimpungan mencari kesana kemari dimana gerangan makanan istri saya menyimpan makanan andalan itu. Berkat kemampuan “indera keenam” saya (atau mungkin juga karena sudah ada “ikatan batin” bersama mie instan yang sudah terjalin bertahun-tahun..hehehe) akhirnya tempat persembunyian mie instan itu berhasil ditemukan. Sayapun berjingkrak-jingkrak kegirangan.
Beberapa waktu terakhir saya mulai berusaha mengerem kebiasaan buruk ini. Apalagi setelah membaca artikel yang ada disini, yang menyebutkan, Baru-baru ini, ilmuwan medis Jepang mengadakan riset tentang kebiasaan makan terhadap sekelompok orang berusia 30-40 tahun. Mereka menemukan bahwa 38.4 % penderita kanker lambung, memiliki kebiasaan jam makan malam yang tidak teratur. Selaput kelenjar lambung adalah suatu lapisan yang menyelimuti seluruh permukaan lambung, terdiri dari bermacam-macam zat dan termasuk salah satu kelenjar yang cukup rumit. Usia sel-sel dalam selaput kelenjar tersebut sangat pendek, kira-kira hanya 2-3 hari, setelah itu harus digantikan (regenerasi) dengan sel-sel baru. Proses regenerasi ini biasanya berlangsung pada malam hari, yakni ketika lambung dan usus beristirahat. Sehingga jika kita sering makan diatas jam makan malam (tengah malam), dapat menyebabkan lambung dan usus tidak dapat beristirahat serta melakukan proses regenerasi dengan sempurna.
Ah..cipurli, apakah ini sebuah anomali?
Sumber Gambar


[...] This post was mentioned on Twitter by bloggerbekasi, bloggerbekasi. bloggerbekasi said: [Bloggerbekasi.Com] “Cipurli”, Sebuah Anomali ?: Pernahkah anda mengalami lapar yang amat sangat ditengah malam?. … http://bit.ly/90aikX [...]