Akhir-akhir ini banyak anak yang dianggap mengalami gangguan konsentrasi, hiperaktif atau mengalami gangguan belajar lainnya. Kita sering memberikan label kepada anak ini mengalami “gangguan belajar”(leaning difficulties). Ada semacam epidemik gangguan belajar. Penelitian membuktikan bahwa sebagian besar LD tidak ditemukan adanya disfungsi syaraf tapi terhambatnya perkembangan syaraf akibat metode pengajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak, tahap perkembangan anak dan juga cara kerja otak.
Cobalah masuk ke dalam kelas-kelas, kita akan melihat sebagian besar anak sedang duduk di kursi masing-masing sambil mengerjakan lembar kerja, buku teks atau mendengarkan guru yang banyak berbicara di depan kelas. Sepanjang hari, dari pekan ke pekan, dari bulan ke bulan dan dari generasi ke generasi mereka melakukan aktivitas rutin seperti itu. Anak-anak di sekolah kita adalah korban kesalahan dalam mengajar (educational malpractices)
Bagaimana dengan di rumah? Penelitian menunjukkan anak-anak satu hari satu malam menerima sekitar 426 kritikan, kalimat negatif, label dari orang dewasa di sekitarnya (ortu, guru, baby sitter, nenek dan kakek, dll). Sementara anak-anak ini hanya menerima sekitar 70 kalimat positif dan pujian.
Tampilan ciri-ciri anak sekarang:
- Tidak jelasnya minat (kecuali pada tivi dan kegiatan non-berfikir)
- Adanya perasaan tertekan yang berhubungan dengan nilai dan sekolah
- Kesulitan menikmati atau bergembira ketika menghadapi tugas sekolah
- Takut gagal dan mengambil resiko, yang akhirnya membuat anak menghalalkan segala cara atau menjadi lumpuh/pasif
- Sulit untuk merubah kebiasaan dan kurang rasa ingin tahu (kurang mau menambah pengalaman)
- Sulit mengungkapkan diri
- Kurang ambisi
- Sulit menganalisa situasi dengan cepat dan tepat
- Kecenderungan untuk mudah menyerah dan tidak tekun ketika hal yang dikerjakan tidak sesuai dengan harapan dan rencana
- Sulit berfikir mandiri
- Sulit membuat pertanyaan yang baik dan telah difikirkan matang-matang (biasanya cenderung asbun)
Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak kita?
Cobalah perhatikan cerita ini.
Ada sekelompok binatang yang memikirkan untuk membuat sekolah memanjat, terbang, berlari, berenang dan menggali. Mereka tidak dapat memutuskan mana di antara keterampilan yang sudah disebutkan yang paling penting, jadi mereka memutuskan semua murid hewan harus mengikuti semua pelajaran.
- Kelinci yang ahli lari hampir saja tenggelam saat pelajaran berenang. Pengalaman itu membuatnya shock dan ia tidak punya percaya diri lagi untuk dapat berlari
- Elang yang pandai terbang tentu saja tidak sanggup masuk pada kelas menggali, dia harus mengikuti klas khusus/remedial untuk menggali. Terlalu banyak waktu yang terambil untuk terus berlatih menggali sehingga elang lupa bagaimana cara terbang
- Semua binatang mengalami hal yang sama. Setiap hewan tidak dapat lagi bersinar sesuai dengan keahliannya kerena semua dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keunikannya dan fitrahnya.
Kita sering mengabaikan minat dan bakat anak dan diwaktu yang sama kita memaksa anak untuk membuang-buang waktu di dalam kelompok yang membosankan dan tidak tepat dengan bakat dan minatnya. Elang memang diciptakan Allah untuk terbang. Subhanallah !
Sudah waktunya bagi kita orang tua dan guru untuk lebih memusatkan perhatian mengasah kemampuan anak yang unik. Selama ini kemampuan manusia baru dimanfaatkan 5 % saja.
Melabel anak yang sebenarnya normal karena tidak cocok dengan definisi cerdas yang selama ini dipakai di masyarakat merupakan sebuah kesedihan. Sebenarnya guru dan orang tua tidak tahu bagaimana cara mengajar sesuai dengan kebutuhan anak, sesuai dengan pola unik fungsi otaknya. Kita telah menutup rapat-rapat otaknya dengan metode lembar kerja dan ceramah dan hanya memberikan sedikit kesempatan bagi anak untuk membangun, membentuk, menggambar, bermain drama atau metode belajar aktif lainnya.
Pada diri anak-anak kita telah terjadi “LEARNING SHUT DOWN” (Bobby De Potter) atau DYSTEACHIA (Thomas Armstrong) yang kemudian menimbulkan penyakit AUDITORY YAWNITIS DYSFUNCTION – ketidakmampuan anak untuk mengingat informasi yang tidak berarti bagi anak dan membosankan.
Kapan hal ini akan berakhir? Hal ini akan berakhir saat orang tua dan guru memutuskan untuk mulai memahami dan memelihara keunikan anak sehingga anak dapat belajar sesuai dengan caranya, sesuai dengan gaya belajarnya dan sesuai dengan fitrahnya.
Catatan:
- Semua anak dilahirkan dalam keadaan suci dan baik. Setiap anak unik dan spesial. Anak-anak datang ke dunia ini dengan membawa takdirnya masing-masing sesuai dengan skenario Allah SWT. Biji apel secara alamiah akan menjadi pohon apel dan tidak dapat menghasilkan buah pepaya atau melon. Sebagai orang tua, peran kita yang utama adalah mengenali, menghargai dan memupuk proses pertumbuhan yang unik dan alami. Kita tidak dapat mengkloning anak sesuai dengan keinginan kita tapi kita tetap bertanggung jawab untuk mendukung anak yang memungkinkan anak mewujudkan potensi yang Allah berikan.
- Cinta terbukti dapat mencerdaskan anak. Kenapa? Ada bagian tertentu di otak yang mengatur emosi juga mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Hanya dengan suasana yang aman dan nyaman, anak akan mau bereksplorasi bebas dan mengambil banyak manfaat dari pengalamannya. Dan tutup ketel otak akan terbuka.
- Setiap anak itu unik dan punya agenda yang berbeda sehingga belajar aktif (active learning) akan mengalahkan belajar pasif (passive learning).
- Otak lebih cocok dengan kalimat positif
- Mendengar aktif (“ya, ibu tahu kamu kecewa karena ibu larang kamu bermain”) dan banyak mengirim pesan saya (“jika ibu meminta kamu belajar dan kamu tidak mau, ibu khawatir kamu tidak naik kelas”) (dari pada pesan kamu – “kenapa sih kamu susah sekali disuruh belajar, muter-muter aja kalau disuruh belajar atau nongkrong aja di depan tivi, besok ibu jual aja deh tivinya”) akan membuat tutup ketel terbuka.
- Menghargai anak. Harga diri sudah ada dalam diri anak. Yang perlu dilakukan pendidik adalah mengenalinya dan memanfaatkannya untuk meningkatkan prestasi anak.
- Semua anak ternyata dapat menjadi bintang (berdasarkan 8 kecerdasan dan 3 gaya belajar)
Menurut Abdullah Nashih ‘ulwan ada 10 potensi dalam diri anak yang harus dikembangkan agar fitrahnya tetap terjaga:
- Potensi akidah
- Potensi ibadah
- Potensi sosial
- Potensi akhlak
- Potensi Perasaan dan kejiwaan
- Potensi Jasmani
- Potensi Intelektual
- Potensi Kesehatan
- Pengendalian potensi seksual
- Potensi Keterampilan
Sekedar berbagi. Mudah-mudahan bermanfaat demi masa depan anak-anak yang benar dan baik.
Diambil dari Tabloid Online www.ibadah.co.id (Irwan Rinaldi)
artikel yang bagus, terima aksih sdh berbagi
salam
Omjay
[Reply]
Iya mas agar anak fitrahnya terjaga yang 10 potensi dalam diri anak itu harus dikembangkan..terima kasih nih maaaas tuk infonya sangat ber manpaat banget nih tuk ane,,,,,,,lam kenal maas
[Reply]