Home » Pendidikan » Dinamika Lembaga Pendidikan Swasta di Indonesia – Bagian 2

Dinamika Lembaga Pendidikan Swasta di Indonesia – Bagian 2

Oleh. Purwalodra / Dr. M. Eko Purwanto, SE, MM

(Wiradarma Education Consultant)

Kharakteristik Produk Jasa Pendidikan

Dalam pengelolaan jasa pelayanan pendidikan, kita mengenal beberapa kharakteristik yang melekat dalam produk jasa pendidikan tersebut, antara lain : Perishability (tidak bisa disimpan), Intangibility (tidak berwujud), Inseparability (tidak terpisahkan), dan Variability (tidak ada standar).

Berbeda dengan produk fisik, suatu jasa pelayanan pendidikan tidak bisa disimpan. Ia diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Dampaknya terjadi pada sistem pemasaran terutama pada sisi permintaan. Jika permintaan stabil akan memudahkan penyedia jasa pendidikan untuk melakukan persiapan, baik dari sarana-prasarana maupun peralatan teknologi pendidikan lainnya. Tetapi jika permintaan fluktuatif, lebih sulit bagi penyedia jasa pendidikan untuk melakukan strategi pemasaran.

Jasa pendidikan tidak bisa dilihat dan dirasakan oleh konsumen sebelum konsumen membeli atau mendapatkan penyedia jasa pendidikan secara langsung. Konsumen juga tidak bisa memprediksikan apa hasil yang akan diperoleh dengan mengkonsumsi jasa pendidikan tersebut, kecuali setelah membelinya. Seorang pasien tidak akan tahu apakah nasihat dokter itu berhasil atau tidak, kecuali setelah ia melakukan konsultasi dan mengikuti apa yang dinasehatkan. Kemudian, kita juga mengenal beberapa karakter dari intangibility ini, antara lain : Suatu jasa pendidikan baru bisa dirasakan ketika jasa tersebut disampaikan kepada konsumen; Suatu jasa kadang sulit untuk dijelaskan kepada konsumen; Penilaian akan kualitas sulit ditentukan oleh konsumen; dan Harga pun sulit untuk ditentukan.

Karena tidak berwujud, konsumen biasanya melihat tanda-tanda dari sesuatu yang bisa dilihat atau dirasakan untuk bisa menilai kualitas suatu jasa pendidikan. Mereka akan melihat kualitas dari para Gurunya, Tata usaha & karyawannya (modal manusianya), Sarana-prasaranya, Peralatan Pendidikannya, Simbol-simbol yang digunakannya, dan juga harga yang bisa mereka bayar.

Produk jasa pendidikan hanya bisa dikonsumsi oleh konsumen, pada saat proses produksi berlangsung. Sementara produk barang dan jasa lain, selain pendidikan, yang terlihat secara fisik biasanya diproduksi di pabrik atau di tempat-tempat tertentu, kemudian didistribusikan oleh distributor ke toko dan baru bisa dikonsumsi oleh konsumen. Pada bidang jasa pendidikan, faktor penyedia jasa pendidikan (orang) langsung berperan dalam proses produksi jasa tersebut.

Karena konsumen juga menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam proses penyediaan jasa pendidikan, maka interaksi yang baik antara penyedia jasa pendidikan (yayasan atau sekolah) dan konsumen (peserta didik dan orang tua murid), menjadi sangat strategis. Karena itu, terkadang kualitas sebuah jasa pendidikan tidak hanya ditentukan oleh faktor kualitas dari penyedia jasa pendidikan itu sendiri, tetapi juga oleh kesungguhan dan komitmen dari konsumen (orang tua murid).

Oleh karena itu, pengelolaan jasa pendidikan, berkaitan dengan Karakteristik Inserability (ketidakterpisahan) ini, konsumen (peserta didik dan orang tua murid) harus berpartisipasi dalam proses produksi jasa pendidikan tersebut; Jasa pendidikan yang diberikan kepada para peserta didiknya terikat (menyatu) dengan penyedia jasa pendidikan itu sendiri; dan jumlah (kuantitatif maupun kualitatif) jasa pendidikan yang diberikan tergantung dari kemampuan/kualitass penyedia jasa. Dengan demikian, kesuksesan proses belajar-mengajar tidak hanya ditentukan oleh kualitas tenaga pengajar dan fasilitas yang baik, tetapi juga oleh kesungguhan dan komitmen dari murid untuk belajar, dan orang tua murid atau pemerintah untuk membiayainya.

Pengelolaan jasa pendidikan, biasanya sulit dibuat standar kualitasnya, karena masing-masing mempunyai standar proses sendiri-sendiri tergantung kualitas dari proses internal penyedia jasa pendidikan itu sendiri. Walaupun demikian, sedapat mungkin sebuah lembaga pendidikan seyogyanya membuat standar layanan agar kualitas jasanya bisa lebih dikontrol, yang kemudian bisa dijadikan sebagai komoditas pemasaran (jika ingin dipasarkan). Perkembangan standar pendidikan sekarang ini, baik standar nasional maupun standar internasional, telah melahirkan persaingan yang tidak sehat diantara penyedia jasa pendidikan. Hampir semua penyedia jasa pendidikan memfokuskan diri kepada standar-standar tersebut hanya untuk meningkatkan permintaan konsumen, bukan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Mereka berharap dengan standar-standar pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut, maka lembaga pendidikannya bisa diperjual-belikan dengan mudah dan harga mengikuti gaya hidup, bukan harga standar operasional sekolah.

Sesuai uraian diatas, bahwa pada hakekatnya produk jasa pendidikan tidak bisa dipasarkan, tetapi hanya bisa dipublikasikan. Kekuatan permintaan jasa pendidikan tidak bisa serta-merta dipicu oleh tingkat promosi dan pemasaran yang tinggi. Oleh karena itu dalam rangka ’memanajemeni’ jasa pendidikan, modal manusia (SDM) sangat penting dari pada modal finansial. Modal manusia bisa meningkatkan modal finansial, tetapi modal finansial belum tentu bisa meningkatkan modal manusia (SDM). Oleh karena itu, sesuai dengan karakteristiknya, pemasaran jasa pendidikan tidak bisa disampaikan dalam kondisi dan situasi yang sama.

Kualitas yang tidak sama dari pengelolaan jasa pendidikan ini akan menambah potensi resiko pada konsumen, dengan demikian lembaga pendidikan yang berbayar tinggi (mahal) memiliki tanggung jawab besar kepada konsumennya, dengan memberikan jaminan kualitas, baik secara fisik maupun jasa tambahan lainnya dari jasa pendidikan yang disediakan.

Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan Swasta

Seperti yang saya kemukakan diatas, bahwa hakekatnya produk jasa pendidikan tidak bisa dipasarkan tetapi hanya bisa dipublikasikan dan kekuatan permintaan jasa pendidikan tidak bisa serta-merta dipicu oleh tingkat promosi dan pemasaran yang tinggi. Disini saya akan menegaskan bahwa promosi pemasaran jasa pendidikan tidak bisa dialokasikan waktunya. Publikasi kegiatan sekolah sebagai upaya memasarkan jasa pendidikan, dimulai dari awal masuk sekolah sampai murid-murid itu selesai mengkonsumsi jasa pendidikan di sekolah tersebut.

Tugas pemasaran jasa pendidikan tidak bisa diserahkan kepada sesorang atau tim, tetapi diserahkan kepada seluruh sivitas akademika-nya (termasuk orang tua murid) dan organisasi yang memayunginya. Ketika lembaga pendidikan sudah menyerahkan tugas pemasaran kepada tim atau segelintir orang saja (sebut saja Ivent Organizer), maka justru permintaannya menurun. Nilai-nilai strategis dalam mempublikasikan komoditas jasa pendidikan, selain berkenaan dengan komitmen konsumen (peserta didik dan orang tua murid) itu sendiri, juga bagaimana komitmen penyedia jasa pendidikan itu untuk bisa mentransformasikan hal-hal yang tidak terwujud dalam jasa pendidikan, bisa ditunjukkan dalam berbagai bentuk dan wujud yang menunjukkan kualitas jasa pendidikan itu sendiri.

Informasi dalam publikasi jasa pendidikan dan upaya mentransformasikan hal-hal yang tidak berwujud menjadi bentuk yang bisa memperkuat persepsi kualitas jasa pendidikan yang ditawarkan, biasanya lembaga-lembaga pendidikan yang berbayar mahal merumuskan visualisasi yang jelas kepada komsumennya, yaitu penggambaran bagaimana suatu jasa pendidikan diberikan kepada peserta didiknya dan pelayanan kepada orang tua muridnya. Misalnya dengan penggambaran tentang kesenangan, ketenangan dan kenikmatan dalam proses belajar-mengajar, konsultasi gratis kepada orang tua murid, dan ekskul yang menunjang minat dan bakat peserta didiknya.

Informasi dalam publikasi jasa pendidikan, selain visualisasi juga asosiasi, dimana lembaga pendidikan tersebut mengaitkan jasa pendidikan yang ditawarkan dengan profil seseorang, objek, ataupun tempat, yang bisa membagun persepsi kualitas konsumennya. Pada umumnya informasi yang disampaikan kepada konsumen adalah memperlihatkan gedung, fasilitas, dan berbagai hal yang mendukung jasa yang disampaikan, namun hal ini perlu ditunjang dengan dokumentasi kegiatan jasa pendidikan yang dilaksanakan. Lembaga tersebut perlu menginformasikan berbagai penghargaan dan catatan kepuasan pelanggan, sehingga bisa menumbuhkan kepercayaan pembeli (konsumennya) – Bersambung.

Bekasi, 24 Oktober 2009

Print Artikel Ini Print Artikel Ini
Posted by purwalodra on Nov 26 2009. Filed under Pendidikan. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

Leave a Reply

Amprokan Blogger | Temu Blogger Nusantara


Amprokan Blogger

Sponsor

images-1

---

Member Be-Blog

Sudahkah Anda menjadi bagian dari Be-Blog?

Siapa saja yang sudah terdaftar?

Login

Login Anggota
Lost Password?

Shoutbox


Loading

WP Shoutbox
Name
Website
Message
Smile
:mrgreen::neutral::twisted::arrow::shock::smile::???::cool::evil::grin::idea::oops::razz::roll::wink::cry::eek::lol::mad::sad:8-)8-O:-(:-):-?:-D:-P:-o:-x:-|;-)8)8O:(:):?:D:P:o:x:|;):!::?:



Gabung di Milis Blogger Bekasi

Powered by Yahoo Groups

© 2010 Komunitas Blogger Bekasi. All Rights Reserved. Log in

Switch to our mobile site

- Designed by Gabfire Themes