PEMEKARAN WILAYAH DAN POTENSI DAERAH DI KOTA BEKASI (SETELAH SATU DASAWARSA PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH)
Bekasi-Ku Thursday, December 31st, 2009 1,731 views
PEMEKARAN WILAYAH DAN POTENSI DAERAH DI KOTA BEKASI
(SETELAH SATU DASAWARSA PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH)
Oleh : Majayus Irone
A. RASIONAL
Pemberlakuan UU No. 22/1999 dan UU No. 251/1999 (Tumpal Saragih,2004: xi) tentang otonomi pemerintah daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, diperlukan perubahan paradigma pembangunan. Paradigma pembangunan di era orde baru yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan sentralisasi, sudah tidak sejalan di era desentralisasi. Apalagi ketika era reformasi dicanangkan, segala yang bersifat sentral menjadi terbuka dan penuh kebebasan.
Mengutip pendapat David Korten (1984) perubahan visi pembangunan yang semula terpusat pada pertumbuhan menjadi berpusat pada rakyat menuntut terjadinya transformasi dalam berbagai hal, teknologi, nilai-nilai, dan perilaku sesuai dengan realitas ekologi sosial masyarakat.
Kebijakan desentralisasi semakin mengubah peran dan fungsi, karena pergeseran kewenangan stakeholder yang terkait dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa memerlukan perubahan dalam pola pikir, perubahan cara pandang yang diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan lebih lanjut dalam pranata yang dibangun sebagai penyedia jasa bagi masyarakat.
Diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, seperti terbukanya kran yang mampet sekarang mengalir dengan deras. Sambutan pemerintah daerah sangat antusias menunjukan optimis yang tinggi dalam menjalankan roda pemerintah daerah yang lebih dinamis, efektif dan efisien, meskipun di sisi lain pemerintah pusat agak cemas karena ketakutan berkurangnya devisa yang mengalir ke pusat serta lahirnya raja-raja kecil di daerah. Namun demikian, otonomi daerah terus digulirkan dengan suatu harapan agar daerah dapat mengoptimalkan potensi-potensi dan sumber daya yang ada di daerahnya lebih optimal. Sehingga kecemasan pemerintah pusat akan kehilangan kekuatan menjadi satu hal yang tak perlu ditakutkan, justru dengan lahirnya otonomi daerah diharapkan akselerasi kemakmuran rakyat semakin cepat terwujud.
Otonomi daerah merupakan angin segar bagi daerah yang memiliki sumber daya yang kaya maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan dikelola sesuai prioritas daerah tersebut, kebijakan pemerintah daerah setempat meskipun secara vertikal masih dikendalikan dari pusat tentang berbagai kebijakan yang krusial. Sedangkan bagi daerah yang tidak terlalu kaya sumber daya alam maupun sumber daya manusianya dapat belajar banyak dari daerah lain dan berupaya semaksimal mungkin mencetak peluang-peluang usaha baru berciri khas daerah sendiri. Bahkan disisi lain, adanya kebebasan mengelola daerah sendiri memberi peluang bagi daerah dalam mengatur tata ruang maupun pemekaran wilayah pemerintah agar lebih efisien.
Beberapa daerah, khususnya penyangga Ibu Kota Jakarta seperti Bekasi sangat antusias menerima terobosan baru. Pemerintah Kota Bekasi yang secara tegas mendengungkan misi dan visi sebagai kota jasa dan perdagangan yang menyangga jutaan kebutuhan masyarakat Jakarta terus berbenah diri dengan melakukan berbagai kebijakan dalam sektor tata ruang misalnya, pemerintah Kota Bekasi berencana akan melakukan pemekaran wilayah dibeberapa kecamatan dan desa, sebagai perpanjangan kebijakan pemerintah untuk lebih mengefektifkan kepemerintahan dengan pertimbangan karena wilayahnya terlalu luas dan penduduknya yang relatif terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, satu hal yang perlu diperhitungkan adalah akses daerah-daerah pecahan baru terhadap piranti-piranti serta petugas/pegawai-pegawai yang handal dan cakap.
Hal mendasar yang menjadi bahan pertimbangan mengapa Pemerintah Kota Bekasi melakukan pemekaran , Pertama karena wilayah Bekasi yang cukup luas dipandang Pemerintah Kota memiliki keterbatasan dalam mengakses berbagai tuntutan warganya, Kedua jumlah penduduk Kota Bekasi yant terus bertambah sebagai limpahan dari kepadatan Jakarta akibat dampak dari urbanisasi, tentu memerlukan penanganan yang serius, terutama dalam hal pencatatan kependudukan seperti pengurusan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan lainnya, Ketiga adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan aparat pemerintah yang cepat, akurat atau efektif dan efisien memungkinkan dilakukannya desentralisasi wewenang melalui tingkat yang ada di bawahnya yaitu; kecamatan dan kelurahan. Di samping itu Bekasi secara berkesinambungan ingin merubah diri menjadi kota yang mandiri dan maju seiring berlakunya otonomi daerah tersebut.
Bagi pemerintah Kota Bekasi, pemberlakuan otonomi daerah merupakan angin segar bagi terbukanya peluang-peluang mengelola daerah sendiri, dan dapat dikaitkan pula dengan adanya kegiatan pemekaran wilayah yang kini mulai dilakukan sebagai terobosan. Kedua permasalahan di atas nampaknya merupakan suatu sinergi, tetapi sebesar apa korelasi yang terjadi antara kedua hal tersebut perlu diperhitungkan secara empirik, dan itu sangat menarik untuk dijadikan bahan penelitian.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pemekaran Wilayah
Otonomi daerah atau daerah otonomi adalah daerah yang secara mandiri mengatur rumah tangganya sendiri atau urusan-urusan daerah secara mandiri. Implementasi dari otonomi daerah ditandai dengan penyusunan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian keduanya dikenal sebagai Undang-Undang Otonomi Daerah, adalah dalam rangka mewujudkan pemerintah yang efisien, efektif, akuntabel, trasparan dan demokratis. Hal ini dapat diperhatikan dalam penjelasan undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa penyelenggarakan otonomi daerah bertujuan untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia.
Lahirnya kebijakan otonomi daerah merupakan implikasi dari fenomena globalisasi yang kehadirannya semakin terasa. Suasana yang mengglobal menurut Kenichi Ohmae (1991:1), ditandai oleh semakin menipisnya batas antara pasar domestik dengan pasar internasional, batas antara negara dan semakin dekatnya antar daerah yang langka sumber ekonominya dengan daerah yang surplus. Menipisnya batas antar negara dan antar daerah secara langsung mengakibatkan persaingan yang semakin ketat dan terbuka. Kesenjangan antar sektor dan antar daerah tidak lagi diperhitungkan sebagai faktor penentu kebijakan persaingan, semuanya diperlakukan sama yaitu ekonomi pasar yang menghargai persaingan.
Konsepsi adanya kebebasan dalam membangun daerah dan memberdayakan berbagai sumber yang dimiliki daerah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dilakukan sebagai upaya sadar dan melembaga, maka pembangunan akan bermuatan nilai, yaitu keinginan untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik. Pemahaman tentang “Keadaan yang lebih baik” ini sangat relatif dari waktu ke waktu dan cenderung subyektif atau berbeda antara satu bangsa dengan bangsa lainnya, meski sangat bergantung pada siapa yang memahami, namun makna pembangunan daerah tetaplah berpusat pada tujuannya.
Otonomi daerah juga dipahami sebagai proses reformasi yang menjungkirbalikan paradigma lama, telah menempatkan pemerintah pada tempat yang cair yang memiliki legitimasi yang rendah. Atmosfir kebijakan dan politik yang demikian memberikan pengaruh yang besar terhadap gagasan yang muncul salah satunya pengelolaan daerah secara mandiri. Disisi lain otonomi daerah atau kebijakan otonomi daerah sesungguhnya dapat diorientasikan dalam rangka menjawab kekuasaan. Sehingga disperitas sosial, politik dan ekonomi dapat ditekan seminimal mungkin, baik dalam konteks pusat-daerah, perbedaan kawasan, kesenjangan wilayah maupun perbedaan pulau. Kebijakan otonomi daerah juga dapat diorientasikan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada daerah dalam mengembangakan dan memberdayakan daerahnya melalui prakarsa dan kreatifitas masing-masing.
Digulirkannya otonomi daerah sesungguhnya diharapkan dapat menjawab dua masalah secara bersamaan; Pertama, adalah menyangkut soal merebaknya keinginan memisahkan diri oleh beberapa daerah seperti : Aceh, Irian Jaya, Riau, dan Maluku. Kedua, Tuntutan tersebut juga di dorong oleh kenyataan historis dan empiris tentang semakin lebarnya jurang ketimpangan antara pusat dan daerah.
Pola otonomi daerah diarahkan pada penempatan proses pengambilan keputusan yang lebih dekat dengan masyarakat. Masyarakat juga dapat segera melakukan tindakan protes manakala kebijakan dimaksud tidak sesuai dengan aspirasi dan kepentingan secara luas. Kemandirian rakyat dan pemerintah daerah dikedepankan pada posisi yang strategis, tapi tetap berbijak pada asas kepentingan umum dan manfaat bagi orang banyak.
Otonomi daerah bagi daerah-daerah surplus, atau minimal memiliki sumber daya yang mampu digali kemudian hari, seperti Bekasi misalnya, menjadi pilihan yang paling tepat dan bijaksana, daerah dengan keragaman dan kekhasan hayati, adat, budaya dan lain-lain dapat dikelola dan dijual secara optimal.
Konsep pemekaran wilayah adalah implementasi dari kebijakan otonomi daerah yang menyarankan daerah untuk secara proaktif mengelola sumber-sumber yang terdapat di daerahnya. Pemekaran wilayah juga merupakan perpanjangan tangan dari konsepsi pembangunan daerah. Menurut R.P Misra (1981:5), konseptualisasi pembangunan dapat dijelaskan ke dalam beberapa kondisi pemahaman; Pertama, bahwa pembangunan adalah sebuah proses bukanlah keadaan; kedua, bahwa pada akhirnya proses tersebut tidak bebas dari nilai; ketiga, bahwa nilai-nilai tersebut mengacu pada tempat dimana masyarakat berada bukan pada nilail-nilai dunia barat.
Tujuan lain dari pemekaran wilayah juga di tujukan pada pemberdayaan warga atau masyarakat. Gagasan tentang melibatkan peran warga dalam kajian masalah pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan adalah kajian yang sudah lama di canangkan dan terus digulirkan. Semenjak tumbuh kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi meninggalkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakmerataan dalam pembagian manfaat, maka berkembanglah berbagai pandangan yang ingin memberikan alternatif kepada pandangan yang hanya mengandalkan pertumbuhan.
Ditinjau dari segi geografi, pemekaran wilayah berarti penyempitan wilayah lama disatu sisi dan membentuk daerah kekuasaan baru disisi lainnya. Wilayah kota Bekasi yang notabene dimaklumi cukup luas mempunyai batas-batas geografis yang jelas sebagai berikut:
1.Sebelah Barat : berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, khususnya wilayah Jakarta Timur , daerah perbatasan Pondok Gede dengan Lubang Buaya.
2.Sebelah Timur : berbatasan langsung dengan Daerah Kabupaten Bekasi, khususnya daerah Cikarang, Bekasi Timur dan Tambun.
3.Sebelah Utara : berbatasan langsung dengan laut jawa dan pesisir.
4.Sebelah Selatan : berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor, khususnya daerah Bojong Kulur Kecamatan Gunung Putri Bogor.
Sedangkan kalau ditinjau dari faktor ekonomis, wilayah Kota Bekasi merupakan daerah transit antara beberapa wilayah di sebelah timur seperti; Pusat Industri di Kabupaten Bekasi (Lippo Cikarang), Pusat Kerajinan dan sentra Industri Pangan di Karawang dan Cikampek. Sebelah Utara merupakan akses kegiatan nelayan dan tambak bandeng dan udang. Di sebelah Selatan berdekatan dengan beberapa akses ekonomi dan pusat niaga seperti Kota Wisata, Taman Buah Mekar Sari dan Jalan Alternatif Cibubur- Puncak, sementara di sebelah Barat berhubungan langsung dengan Kota Jakarta yang menjadi barometer ekonomi di tanah air. Berdasarkan beberapa kemungkinan untuk menuju kota yang maju dan mandiri Bekasi sudah seharusnya melakukan berbagai perubahan yang dinamis.
Ditinjau dari kependudukan bagi pemerintah Kota Bekasi dengan jumlah penduduk yang relatif padat, tetapi penyebarannya tidak merata di berbagai daerah yang cukup luas, proses pemekaran wilayah menjadi suatu alternatif dalam rangka pemerataan penduduk dan pemberdayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Beberapa usaha pemekaran wilayah yang tengah ditempuh antara lain; penambahan jumlah kecamatan-kecamatan baru, pemekaran beberapa desa di maksudkan sebagai pembaharuan. Beberapa wilayah yang dimekarkan misalnya, Wilayah Bekasi Barat, Wilayah Pondok Gede dengan penambahan satu kecamatan baru Jati Melati serta penambahan kelurahan Pondok Melati adalah jawaban atas keterbatasan penanganan dan pelayanan terhadap berbagai kebutuhan masyarakat.
Untuk mengoptimalkan proses pembaruan desa sedikit ada empat hal yang dibutuhkan yaitu; a). Diperlukan adanya visi yang jelas dari desa mengenai apa yang hendak diraih di masa depan, b). Setiap perubahan harus memadukan kesatuan langkah, c). Setiap usaha pembaharuan bukanlah suatu proses yang cepat, sederhana dan mudah, tetapi merupakan kerja panjang dengan komitmen dan dedikasi yang tinggi dan, d). Setiap usaha pembaharuan merupakan usaha pembongkaran dan sekaligus gerakan pemasangan. Maksud dari pemekaran tersebut adalah pembongkaran terhadap sistem maupun piranti yang lama dan diganti dengan sistem dan piranti yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ketika sebuah desa dimekarkan menjadi wilayah desa baru, begitupun pemekaran atas beberapa buah kecamatan baru merupakan tugas berat pemerintah daerah dalam mengisi formasi dari kekosongan-kekosongan pejabat yang akan duduk di pemerintah kecamatan dan kelurahan. Oleh karena itu, faktor ketidaktersediaan sumber daya yan baik juga merupakan kendala yang perlu diperhitungkan dan menjadi bahan pemikiran. Namun demikian, dengan kian diberdayakannya potensi-potensi lokal sedapat mungkin kekosongan ditanggulangi.
Pemekaran disatu sisi memberikan peluang dan tantangan baru bagi potensi daerah atau kekuatan lokal. Implementasi UU No.22 tahun 1999 diharapkan akan mendorong perubahan. Perubahan mendasar yang diharapkan akan terjadi merupakan tantangan jangka panjang diantaranya adalah:
1.Intervensi Birokrat Kepada Kecamatan/Kelurahan Rendah
Camat maupun Kepala Desa bukan lagi menjadi bawahan birokrat sehingga campur tangan birokrat atas kecamatan dan kelurahan dapat dieliminir. Namun demikian kecamatan maupun kelurahan baru tidak terpisah dari system yang ada. Menurut Hans Antlov (2003: 70), Camat maupun Kepala Desa merupakan puncak birokrasi yang dibantu oleh beberapa bawahannya. Beberapa kekuatan massa dapat diberdayakan seperti; Hansip, Ibu PKK, Karang Taruna, Majlis Taklim, RT, RW, LKMD, LMD, KUD serta Babinsa dan Binmaspol dapat bekerja lebih maksimal.
2.Partisipasi Masyarakat Makin Tinggi
Partisipasi masyarakat desa semakin tinggi dalam mengontrol jalannya pemerintahan, memilih dan menilai tanggung jawab mereka melalui wakil-wakilnya yang duduk di pemerintahan kecamatan dan desa. Pemerintah dan masyarakat dapat menolak berbagai kebijakan kota yang dipandang tidak menguntungkan potensi daerah atau masyarakat lokal.
3.Pemilihan Kepala Pemerintahan (Kepala Desa) Langsung
Penetapan kepala desa menurut UU No.5/1979 sangat ditentukan oleh birokrat diatasnya meskipun calon dipilih secara langsung oleh masyarakat. Tetapi dengan berlakunya otonomi pemilihan dapat ditentukan oleh rakyat, campur tangan birokrat menjadi terbatas. Dalam konteks ini calon-calon dari penduduk setempat yang dianggap potensial memiliki peluang yang besar untuk terpilih dan memimpin daerahnya sendiri.
4.Terjadinya Pemisahan Tugas Pencegah KKN
Dalam UU Otonomi Daerah secara jelas disebutkan bahwa mitra pemerintah dan merupakan pengawas jalannya pemerintahan desa adalah Badan Perwakilan Desa (BPD). Dengan denikian dinamika desa terkontrol dengan baik sehingga menyebabkan kian sempit peluang untuk terjadinya KKN, dalam hal ini partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan.
5.Kontrol Masyarakat Semakin Tinggi
Masyarakat setempatlah penentu berbagai kebijakan yang akan dituangkan sesuai dengan potensi daerah dan kemampuan keuangan yang tersedia
6.Pendapatan Semakin Tinggi
Sumber-sumber pendapatan menurut Undand-Undang Otonomi semakin bervariasi. Sumber pendapatan bukan hanya bersifat pemberian, tetapi seyogyanya menjadi hak. Peluang terbesar dalam menata ekonomi adalah peluang untuk mengembangkan Badan Usaha Milik Desa ( BUMDES). Dengan harapan semakin menguatnya tingkat ekonomi rakyat.
7.Musyawarah Masyarakat
Pada kehidupan otonomi keterlibatan masyarakat dalam berbagai urusan dan musyawarah untuk mufakat begitu besar. Untuk mencegah dominasi birokrat , masyarakat dapat melakukan dan ikut serta pada proses penggodokan perda dan peraturan lainnya.
Beberapa Kapital atau modal yang sudah menjadi pemahaman umum dalam masyarakat adalah merupakan potensi daerah yang juga perlu diperhatikan. Beberapa kapital daerah misalnya:
1.Kapital Sosial
Kapital sosial menurut Coleman (1999) mengandung aspek struktur sosial yang memfasilitasi tindakan tertentu dari seorang aktor yaitu manusia atau korporasi. Sebagaiamana jenis kapital lainnya, kapital sosial adalah produktif, memungkinkan tercapainya sesuatu dan bila kapital sosial tidak ada hal itu tidak mungkin tercapai. Kapital sosial merupakan sumber daya bagi seseorang. Beberapa hal yang termasuk kapital sosial adalah; 1) Obligasi dan Ekspektasi, 2) Saluran Informasi, 3) Nilai-nilai dan sanksi yang positif , 4) struktur sosial dan 5) Organisasi sosial yang tepat.
2.Kapital Fisik
Kapital fisik dianalisis berdasarkan jenis-jenis sumberdaya fisik yang dimiliki wilayah seperti tanah dan bangunan, kantor dan peralatannya serta sarana dan prasarana lainnya yang mungkin ada.
3.Kapital Manusia
Kapital manusia dibentuk melalui perubahan dalam diri individu yang berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan yang memampukan mereka bertindak dengan cara-cara yang baru. Kapital manusia berkaitan dfengan kepemimpinan, tingkat pendidikan, pelatihan maupun pengalaman berorganisasi.
4.Kapital Ekonomi
Kapital ekonomi yang dikaji meliputi uang tunai, deposito atau tabungan atau setara dengan uang yang dimiliki organisasi. Kapital ekonomi mengacu pada upaya pemupukan modal dalam Kelompok Swadaya Masyarakat maupun Pokmas IDT. Upaya pemupukan modal dapat dibedakan atas simpanan pokok, simpanan wajib dan sukarela. Adakalanya organisasi melakukan simpanan/tabungan yang dipergunakan untuk kepentingan sosial.
Sektor lain yang juga tak kalah pentingnya adalah potensi seni dan budaya, adat istiadat maupun keragaman flora dan fauna yang menjadi karakteristik khas suatu daerah. Begitupun organisasi social kemasyarakatan menjadi hal penting sebagai potensi daerah yang perlu dikembangkan. Menurut Cheema Sabhir (2003:45) bahwa signifikansi dari desentralisasi adalah meningkatnya pengakuan oleh perencanaan pembangunan, pembuat kebijakan dan para praktisi. Berikut adalah peran yang dapat di pergunakan yaitu;
a.Memfasilitasi pembangunan terdesentralisasi seperti kelompok tani, kelompok pemuda , kelompok ibu PKK dan lainnya.
b.Menyusun rencana lokal dan tujuan dengan menyediakan informasi yang berkaitan dengan daerah, identifikasi prioritas lokal dan membantu alokasi sumber daya lokal
c.Berkontribusi dalam menyediakan fasilitas agar pelayanan lebih efektif
d.Mobilisasi sumber daya lokal
e.Mengekpresikan kebutuhan dan keinginan daerah yang sesuai dengan program pemerintah
f.Memberdayakan administrasi lokal dengan membangun sensitivitas politik diantara penduduk lokal.
Berdasarkan pada pemahaman dan optimisme di atas proses pemekaran terus bergulir dan menjadi wacana di Pemerintahan Kota Bekasi.
2.Hakikat Potensi Daerah
Setiap daerah mempunyai kekhasan tersendiri dari daerah lainnya. kekhasan tersebut dipengaruhi oleh demografi, lokasi, budaya, maupun sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Tiap sumber daya yang dimiliki oleh suatu daerah tentu saja harus saja dikelola dan diberdayakan sehingga mempunyai nilai ekonomis, mempunyai nilai jual yang pada gilirannya dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah (PAD). Besar kecilnya PAD dapat dipergunakan untuk membiayai pembangunan daerah tersebut.
Menyoal tentang potensi daerah dan implementasinya terhadap pembangunan daerah ada baiknya kita kutip tentang konsep dan teori pembangunan menurut Paulus Wirutomo,(2003:5), “Pembangunan sebagai upaya yang sadar dan melembaga, maka pembangunan akan bemuatan nilai, yaitu keinginan untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik”. Dengan pengertian luas, pembangunan mengharapkan adanya perubahan yang mencakup berbagi infrastruktur. Perubahan yang mengacu kepada pemberdayaan potensi-potensi lokal. Salah satu pendekatan yang paling tepat adalah pemberdayaan warga : paradigmak terkini pembangunan. Gagasan tentang pelibatan warga dalam kajian pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Semenjak tumbuh kesadaran bahwa persprektif pertumbuhan ekonomi, (economic growth) meninggalkan permasalahan kesenjangan ketidakadilan, dan ketidakmerataan dalam pembagian manfaat, maka berkembanglah teori “Retributions with Growth Human Development and People Centered Development “.
Diskursus tentang strategi pembangunan berlangsung cukup lama, yaitu intinya mencoba mengakhiri era “pembangunan dirancang dari atas”, dan rakyat hanya sebagai objek dirubah menjadi “Participatory development” dimana pembangunan dirancang dengan melibatkan warga dan menempatkan mereka sebagai subyek dalam pembangunan tersebut. Keikutsertaan warga dan potensi yang ada di darah secara bermakna dan langsung dalam tindakan program pembangunan memiliki beberapa tujuan, antara lain : Pertama, agar bantuan efektif karena sungguh-sungguh sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka sendiri; Kedua, meningkatkan keberdayaan (empowering), mereka dengan pengalaman dan merancang, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi daerah.
Menurut Vidyanika Mulyanto (2003), pendekatan seperti di atas dilatar belakangi oleh adanya pergeresan pemahaman terhadap kesenjangan kemiskinan itu sendiri, yang tidak sekedar diartikan sebagai masalah kesejahteraan. Secara superficial, sebelumnya isu pelibatan warga dalam kegiatan pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan sudah ada, namun masih tempelan. Keikutsertaan warga secara umum masih dalam kerangka “Diajak” bukan atas kemauan yang berangkat dari kebutuhan mereka sendiri”.
David Korten (1986), mengetengahkan isu “Centrally Imposed Blueprint”, Pembangunan yang berpusat pada masyarakat. Berikut ini merupakan beberapa kebijakan yang diambil pemerintah (dalam hal pemerintah daerah) adalah : a). Pembangunan infrastruktur ekonomi pedesaan, b). Pengembangan kelembagagan yang terkait dengan pengentasan kemiskinan, seperti : Program Pengembangan Wilayah (PPW) dan Program Peningkatan Petani Kecil Terpadu (P4KT), c). Perluasan jangkauan jasa perkreditan untuk rakyat kecil, d). Peningkatan akses untuk kaum miskin kepada berbagai pelayanan sosial dan, e). Pentransferan sumber-sumber pembangunan dari pusat ke daerah.
Pemberdayaan melalui sektor sumber daya manusia tidak terlepas dari pengaruh demografi dan penyebaran penduduk serta pertumbuhan penduduk yang semakin padat. Keadaan demografi tentu saja melahirkan berbagai permasalahan antara lain : a). Status sosial masyarakat, b). Keadaan ekonomi, c). Situasi politik, d). Motif keagamaan.
Pemberdayaan selanjutnya adalah melibatkan potensi kekayaan alam lokal. Bagi Kota Bekasi, khususnya Kecamatan Pondok Gede, Kecamatan Jatiasih, Kecamatan Jatisampurna, kekayaan lokal yang dimiliki meliputi sektor pertanian dan pertenakan, penghasil buah-buahan lokal, serta sektor industri dan jasa, serta pendapatan kas daerah melalui pajak.
Menyinggung soal pajak, kota Bekasi mempunyai omset yang cukup besar mengingat secara geografis maupun astronomis Bekasi terletak dekat dengan Ibu Kota Negara Jakarta, dan sekaligus sebagai penyangga Ibu Kota yang terbawa imbas pembangunannya. Pembangunan pusat-pusat industri dan jasa yang terus merambah ekonomi daerah dan pelosok membuat percepatan pertumbuhan ekonomi yang besar. Akselerasi ekonomi terus menderas dengan berdirinya pusat-pusat perniagaan seperti Metropolitan Mall, Giant, Bekasi Trade Center, Blue Oasis Center dan lain-lain. Sementara pertumbuhan sektor kesejahtaraan rakyat seperti berkembangnya pemukiman-pemukiman dan estate baru terus menambah jumlah populasi dan kepadatan penduduk Bekasi. Dampak dari itu semua Pemerintah Kota Bekasi harus melakukan berbagai usaha pemekaran, baik dari sektor pemerintahan daerah maupun pemberdayaan potensi lokal. Salah satu crusial point perhatian pemda adalah penertiban birokrasi dan distribusi perpajakan.
Menurut Gunadi (1997:1), konsep dasar pajak secara tradisional adalah : pemungutan pajak mempunyai tujuan ganda yaitu, penerimaan (revenue budgetary) dan pengaturan (regulatory). Selanjutnya Musgrave menyebutkan kebijakan pemajakan meliputi tiga aspek, a). Alokasi, b). Distribusi, c). Stabilisasi.
Dalam fungsi budgetnya, pajak dimanfaatkan sebagai intrumen pengumpulan dana (Money Making Machine). Untuk pembiayaan kegiatan (rutin dan pembangunan) pemerintah. Dari pajak diharapkan menghasilkan penerimaan yang pantas dan stabil secara kontinyu. Sebagai instrumen pengatur, pajak dimaksudkan dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, misalnya untuk menuju pertumbuhan ekonomi, retribusi, pendapatan, dan stabilisasi ekonomi.
Pada sektor perekonomian terdapat faktor-faktor produksi seperti, modal atau investasi, sumber daya alam, tenaga dan manajemen. Untuk mempengaruhi alokasi optimal sumber daya dan keuangan itu kebijakan perpajakan (tax policy) dapat diarahkan pada sikap netral, tidak mempengaruhi alokasi dan menyerahkan kepada bekerjanya mekanisme pasar atau cenderung diarahkan untuk mempengaruhi alokasi.
Hal lain yang juga penting diperhatikan atas terjadinya suatu perubahan adalah adanya konsekuensi mobilitas sosial. Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat akan membawa pengaruh pada masyarkat, baik dalam interaksi maupun dalam struktur sosial. Begitu juga adanya mobilitas sosial dalam masyarakat akan melahirkan konflik dan adaptasi. Konflik adalah benturan antar berbabagai nilai dan kepentingan tertentu. Ada masyarakat yang ingin segera mengalami perubahan atau sebaliknya. Kalau ini berkepanjangan maka akan menimbulkan konflik sosial, konflik antar kelompok dan konflik antar generasi. Tetapi disisi lain percepatan pertumbuhan juga memerlukan proses adaptasi dan penyesuaian seperti ; Perlakukan baru terhadap masyarakat, penerimaan individu, penggantian dominasi dan sebagainya. Yang nanti pada puncaknya diarahkan kepada bagaimana proses pemberdayaan potensi lokal yang tersedia di daerah tersebut.
Kerangka kerja pembaruan wilayah (pemekaran) adalah dalam rangka menggali potensi lokal. Masyarakat menanggapi dengan berbagai penafsiran antara lain : dengan pemekaran wilayah akan membuka peluang-peluang baru dalam berbagai sektor, disisi lain pemekaran wilayah berarti penyempitan ruang gerak ekonomi. Namun demikian satu konsep yang diharapkan berjalan dengan baik dari proses pemekaran dengan tujuan pengoptimalkan potensi daerah mengandung tiga dimensi yaitu, Pemulihan, perlindungan, peningkatan. Adapun maksudnya adalah :
a.Memungkinkan masyarakat desa atau wilayah yang dimekarkan untuk memulihkan kondisi mereka sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dengan suatu penafsiran membebankan kepada pemerintah suatu kewajiban untuk memfasilitasi proses pemulihan kehidupan terlebih destruksi terhadap daerah merupakan akibat dari politik masa lalu.
b.Memungkinkan masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri dari peluang terjadinya proses yang memerosotkan kualitas hidupnya. Dengan perkataan lain masyarakat harus dilindungi agar hidupnya tidak mengalami kemerosotan kualitas.
c.Memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupannya terutama melalui suatu proses peningkatan kualitas kehidupan desa dari lapangan politik, ekonomi sampai sosial budaya.
Strategi Kebijakan Nasional Dalam Pembaharuan Desa dalam upaya optimalisasi potensi lokal di dasari atas prinsip-prinsip :
1.Memecahkan stagnasi politik dan ekonomi, melalui pengembangan dan daya dukung khusus untuk mendorong gerak perubahan. Pengembangan daya dukung dimaksud dalam skema transformasi, yaitu untuk memperkuat upaya masyarakat menggerakkan roda perubahan.
2.Memungkinkan pemerataan dan kebebasan bagi masyarakaat sebagai pangkal untuk suatu proses pembaharuan melalui perubahan kebijakan berbasis prakarsa masyarakat. Perubahan kebijakan tersebut dikembangkan dengan mengandalkan institusi yang ada jika diperlukan mengembangan instusi pendukung. Inti stategi adalah suatu arah untuk mendorong perubahan berbasis rakyat.
3.Memungkin kelembagaan atau penataan yang permanen untuk memberikan jaminan bagi keberlangsungan prakarsa-prakarsa yang sudah berkembang di masyarakat. Dengan demikian, kebijakan yang dikembangkan memiliki arah untuk memberikan perlindungan terhadap proses yang sudah dibangun, sehingga tidak mudah dihancurkan atau direkduksi oleh proses jangka pendek.
Tujuan dari optimalisasi potensi lokal diarahkan pada satu hal bagi warga yaitu masalah dana perimbangan daerah desa. Gagasan dana perimbangan dipicu oleh lahirnya perubahan kebijakan (reform policy), dalam dana alokasi untuk desa (DAU-DESA) menjadi salah satu unsurnya. Dari dana tersebut akan memungkinkan beberapa hal penting :
(1).Meningkatkan kemampuan desa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat setempat, yang dengan demikian akan memicu kepercayaan masyarakat pada pemerintah daerah
(2).Meningkatkan kemampuan desa untuk memperbaiki infrastruktur desa yang memang menjadi tanggung jawab desa, sehingga dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap berbagai aspek, termasuk akses informasi, dan
(3).Memungkinkan desa untuk membuat perencanaan mandiri berdasarkan “dana alokasi” yang ada, sehingga lebih memungkinkan proses perencanaan dari bawah,
(4).Membuka kemungkinan yang lebih besar untuk masyarakat melalukakan kontrol terhadap penyelengaraan pemerintah, sehingga bisa memberikan kontribusi bagi proses demokratisasi yang lebih luas.
Adapun gagasan Keuangan Desa (UU No. 22 Tahun 1999 Pasal 107), bahwa sumber pendapatan desa terdiri atas :
a.Pendapatan Asli Desa, yang meliputi :
1).Hasil Usaha Desa
2).Hasil Kekayaan Desa
3).Hasil Swadaya dan Partisipasi
4).Hasil Gotong Royong
5).Lain-lain pendapatan asli daerah yang syah
b.Bantuan Dari Pemerintah Kota/Kabupaten :
1).Sumbangan dari pihak ketiga
2).Pinjaman desa
Beberapa sumber lain yang dapat dikelola oleh desa menurut UU No. 25 Tahun 1999 Pasal 6 adalah :
a.Bagian daerah dari penerimaan PBB, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (HGB) dan penerimaan dari sumber daya alam
b.Dana alokasi umum
c.Dana alokasi khusus.
Dari sudut pandang Syaukani AR (2003:38), Pembangunan wilayah berdasarkan potensi derah dimaksudkan; “Pembangunan merupakan perubahan dari sesuatu yang belum ada kesesuatu yang baru atau perbaikan dari kondisi sebelumnya. Pembangunan yang dilaksanakan untuk kebutuhan masyarkat berdasarkan pada kepentingan masyarakat banyak, mencakup; Pertama, Kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, dan lain-lain; Kedua, Kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadialan, rasa sehat; dan Ketiga, Kemajuan perbaikan hidup yang berkeadilan sosial. Dalam proses pembangunan berencana diusahakan agar setiap tahap memiliki kemampuan penopang pembangunan dalam tahap berikutnya. Karena itu penting pula usaha untuk memantapkan kemajuan yang sudah dicapai. Untuk itu arah pembangunan didasarkan pada keunggulan komparatif (sumber daya alam dan industri) yang dimiliki dan keunggulan kompetitif (kondisi alam) yang ada.
Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktifitas daerah serta memberdayakan potensi lokal dapat dilakukan melalui cara :
(1).Menerapkan sistem strategi sisi permintaan (demand side strategy) yang merupakan strategi pembangunan wilayah dengan tujuan meningkatkan permintaan lokal terhadap barang dan jasa akibat peningkatan taraf hidup diharapkan mampu merangsang sekor industri barang dan jasa, sehingga memacu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Pada gilirannya proses tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.
(2).Strategi peningkatan sisi penawaran (supplay side strategy), yang merupakan suatu strategi yang ditujukan untuk meningkatkan pasokan komoditas-komoditas tertentu yang pada umumnya diproses melalui sumber daya lokal. Meningkatkan pasokan melalui kegiatan ekspor keluar pasar wilayah nantinya akan menumbuhkan kegiatan perekonomian lainnya.
Strategi-strategi lain yang juga cukup simple dan dapat dilakukan oleh daerah yang dimekarkan adalah : Pertama, Strategi pendekatan wilayah (spatial) dengan kebijakan wilayah pembangunan terpadu (WPT), kebijakan ini mengarahkan kepada pembangunan berorientasi wilayah; desa/kelurahan dan kecamatan; Kedua, Strategi pendekatan komunitas dengan kebijakan pembangunan pedesaan (rural) dan perkotaan (urban). Pembangunan desa bertujuan mempercepat laju pertumbuhan desa, sedangkan pembangunan perkotaan untuk mewujudkan kota-kota mandiri yang memiliki akses sosial ekonomi bagi masyarakat setempat dan sekitarnya. Dengan prioritas pada; 1). Pembangunan ekonomi kerakyatan termasuk pengembangan pertanian, 2). Penyediaan infrastruktur dan pengembangan wisata lokal, 3). Peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Dari sejumlah pendapat dan strategi tentang potensi lokal dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa; Pembangunan dengan membudayakan potensi lokal dimaksudkan sebagai upaya mengoptimalkan peran serta masyarakat dengan segala potensi yang dimilikinya, kekuatan sumber daya alam, pendapatan daerah dan sektor-sektor lain yang bercirikan daerah/lokal dengan tujuan utama kemakmuran rakyat daerah tersebut.
Dalam hal ini Pemerintah Kota Bekasi, apakah sudah mempelajari dengan matang konsep-konsep dan strategi tersebut, sehingga mempunyai kebijakan dalam usaha pemekaran wilayah dan pemberdayaan potensi lokal merupakan suatu wacana yang perlu dikaji lebih serius dan mendalam. Disamping itu Pemerintah Kota Bekasi juga sudah mahfum bahwa daerahnya memiliki potensi yang sangat banyak untuk digali terutama potensi lokal pada daerah yang dimekarkan tersebut.
C. KESIMPULAN
Setiap perubahan betapapun kecilnya selalu menuntut adanya konsekuensi. Perubahan dalam skala nasional yaitu kebijakan undang-undang otonomi daerah serta undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah menjadi suatu hal yang amat krusial. Konsepsi dan pemahaman masyarakat dengan daerah otonomi yang sangat beragam menjadi satu polemik, tetapi dengan sangat giatnya dilakukan sosialisasi di masyarakat tentang pemahaman otonomi mendekati keseragaman. Bahkan ketika otonomi benar-benar dijalankan, berbagai daerah seperti berlomba dalam membenahi daerahnya masing-masing, tak terkecuali bagi pemerintah Kota Bekasi yang notabene sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara Jakarta. Padahal tawaran untuk merger dengan Jakarta sudah diwacanakan meskipun provinsi Jawa Barat agak keberatan. Apapun hasilnya Pemerintah Kota Bekasi nampaknya antusias menyambut pemberlakukan undang-undang otonomi daerah. Hal itu dibuktikan dengan lahirnya kebijakan Pemerintah Kota Bekasi tentang pemekaran beberapa kecamatan dan kelurahan dalam waktu dekat ini serta memberadayakan potensi daerah. Meskipun rencana pemekaran tersebut masih dalam proses tawar-menawar antara Pemerintah Kota Bekasi dengan DPRD II, diduga proses itu merupakan timbal balik dari undang-undang otonomi daerah, sehingga diduga ada hubungan yang sangat signifikan antara pemekaran wilayah dengan potensi daerah di Kota Bekasi.
Kesimpulan ini dapat berarti pula bahwa pemekaran wilayah sangat perlu dilakukan sebagai usaha memperpanjang tugas dan layanan pemerintah kota terhadap kebutuhan masyarakat sekaligus dalam upaya memberikan kesempatan kepada penduduk setempta untuk mengembangkan potensi daerah secara maksimal sekaligus agar membangkitkan motivasi dan kesadaran dalam berbagai kewajiban, diantaranya adalah kewajiban membayar pajak, meningkatkan kreatifitas, menggali potensi daerah berupa adat dan budaya maupun kekayaan alamnya seperti pertanian dan industri kerajinan dan jasa. Sehingga disimpulkan semakin baik pemahaman masyarakat tentang pemekaran yang dilakukan pemerintah akan meningkatkan motivasi dalam meningkatkan potensi daerah menuju pembaharuan. Menyikapi persoalan tersebut diharapkan ada tindakanya nyata sebagai berikut:
1. Pemerintah atau aparat negara, khususnya yang mengurusi masalah kesejahteraan harus lebih proaktif memberikan penjelasan dan pemahaman kepada masyarakat tentang perlunya partisipasi aktif terhadap pemerintah.
2. Semua warga negara harus terus meningkatkan pemahaman tentang hak dan kewajiban .
3. Agar pejabat baru pada daerah yang dimekarkan memiliki visi dan misi yang baik dalam pembangunan masyarakat terutama dalam memajukan potensi daerah secara maksimal.
4. Masyarakat disarankan untuk lebih proaktif dalam membantu pemerintah daerah mewujudjan program-program ungulan di daerah demi kemajuan daerah tersebut., tidak hanya menjadi slogan tetapi diharapkan menjadi tradisi dan aktivitas dalam kehidupan seluruh masyarakat Indonesia.
Kini sudah berhasilkah seluruh rencana pemekaran dilakukan secara optimal dan masih perlukah pemekaran dilakukan lagi? * Majayus Irone, penulis dan dosen tinggal di Jatiasih – Bekasi.
Blog : http://www.majayusirone.blogspot.com E-mail : [email protected]

Good!
Ayo….warga Bekasi semua……
Bersatu padu kita bentuk PROPINSI BEKASI
dengan :
1. Kota Bekasi
2. Kabupaten Bekasi
3. Kab. Bekasi Utara.
4. Kota Pondok Gede
5. Kota CIkarang
Alllahuakbar!
[Reply]
Aku juga setuju Bro, potensi SDA dan SDM Bekasi nggak kalah dengan daerah yang lain, kita mampu kok…dan kita berharap supaya pejabat di tanah air ini tidak arogan dengan alasan yang aneh-aneh soal pemekaran wilayah dan ketakutan akan keutuhan NKRI. Bekasi juga Indonesia. Terus suarakan dan semoga masyarakat memberi dukungan!
[Reply]