Home » Artikel » Berarti

Berarti

Adalah berarti bagiku, kepindahanku di tahun 1976. Dimana saat itu usiaku 5 tahun. Aku mengungsi dari kota besar Jakarta menuju ‘kampung’ yang masih sepi dan ‘belok’ (baca:becek). Tinggal di kampung yang sepi di Jatiwaringin saat itu, kami bertetangga hanya 2 keluarga. Selebihnya, kita baru akan menemukan tetangga lain dengan jarak 500 meter hingga 1 km.

Kampung yang sejuk. Penuh dengan pohon-pohon kelapa yang melambai. Bersebelahan dengan jajaran pohon kelapa, terhampar luas sawah-sawah penduduk lengkap dengan orang-orangan sawah dan ternak penduduk. Di bagian lain, kita akan menemukan banyak tanah-tanah lapang tempat bermain bola dan bersantai di sore hari. Di belakang dan samping rumahku sendiri banyak dipenuhi pohon-pohon rambutan dan kecapi.

Takut, adalah kesan pertama yang kudapat. Masih teringat betapa setiap malam aku menangis setiap mendengar suara ‘tokek’ dari pohon rambutan samping rumahku. Ditambah berisiknya bunyi jangkrik dan gelapnya kampung-ku menambah kesan seram setiap malam tiba.

Adalah berarti bagiku, seiring berlalunya waktu. Ketakutan itupun hilang karena terbiasa. Dan era dimana aku mulai ‘berkenalan’ dengan lingkunganku membuat aku tidak lagi merasa ada yang seram dengan lingkungan ini. Ada Jamal, teman ‘betawiku’ yang masih ‘totok’ dengan logatnya. Ada ‘Ngkong’ yang setiap pagi mengumandangkan azan di Musholla kami, dan ada ‘Nyak’ yang asyik membuat ‘besek’ sambil mulutnya tak henti-henti mengunyak sirih. Kedatangan beberapa ‘pendatang’ juga menambah ramainya suasana kampung yang tadinya sepi. Teman dan tetanggaku bertambah banyak. Ada Jaja anak pak Emeg orang Sunda, ada Teguh anak pak Soegimin orang Jawa, ada juga Rita yang manis anak Tante Tina orang Palembang … hmm.

Adalah berarti bagiku, melihat tumbuh dan berkembangkanya kampungku tercinta. Dimulai dengan pembangunan jalan-jalan, yang berarti mulainya era mobil Oplet masuk ke kampung kami setelah beberapa lama kami hanya bisa menaiki ojek dari Kalimalang atau Pasar Pondok Gede. Hingga bermunculannya komplek-komplek mewah yang menggusur sawah-sawah para petani. Kanan, kiri, depan, belakang … kampungku benar-benar telah dikelilingi perumahan-perumahan mewah. Seiring dengan ramainya kampungku, berdirilah Mall-mall dan tempat-tempat hiburan. Tadinya kami hanya bisa menikmati hiburan ‘misbar’ (gerimis bubar), maka kini bioskop-bioskop mulai berdiri. Begitu pula kebutuhan sandang dan pangan yang tadinya di suplay oleh pasar-pasar tradisional kini berdiri megah mall-mall.

Adalah berarti bagiku kenangan-kenangan itu bagi perjalanan hidupku. Yang menjadi pelajaran berharga betapa aku hidup dan menjadi bagian sejarah Bekasi. Dimana aku masih sempat melihat Rumah Gede di Pondok Gede. Dimana aku masih banyak mengenal penduduk asli Bekasi yang lama-kelamaan tersingkir hingga memiliki ‘hanya’ beberapa petak rumah kontrakan. Dimana aku mencermati perkembangan Bekasi dari kampung yang religius; penuh dengan Madrasah dan Pesantren, dan anak-anak tidak hanya sekolah umum, tetapi juga mengikuti Madrasah-madrasah yang tersebar di berbagai tempat; hingga hilangnya sebagian sifat ‘religius’ itu termakan modernisasi.

Adalah juga berarti bagiku menjadi saksi sejarah betapa ramah-tamah penduduk bukanlah basa-basi; atau bukanlah cerita ‘lebay’ tentang romantisme masyarakat Bekasi. Kami akan ditegur dan terlibat perbincangan hangat di mobil oplet, di pasar, di masjid dan dimana saja setiap kami bertemu dengan orang-orang baik penduduk asli maupun pendatang; hal yang (mungkin) telah banyak hilang pada saat ini. Perbincangan hangat, akan terjadi dimana saja, kapan saja. Oleh siapa saja, baik orang yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal. Ya, cerita tentang Bekasi sudah barang tentu tidak lepas dari keterbukaan dan keramahan masyarakat aslinya terhadap pendatang dari manapun asalnya, apapun bahasanya dan apapun stratanya. Keterbukaan masyarakat asli; ini perlu digaris bawahi! Sebab tanpa keterbukaan dan keramahan penduduknya mungkin jadi hal yang mustahil Bekasi diramaikan oleh penduduk pendatang. Bekasi dan penduduknya memang luar biasa!

Adalah berarti bagiku, bahwa keterikatanku dengan Bekasi membuatku betah tinggal dan menetap bertahun-tahun di belahan bumi ini. Bahwa kebanggaanku dengan Bekasi membuat aku ingin menunjukkan ‘akulah anak Bekasi’ dan kecintaanku pada Bekasi membuatku ingin berbuat sesuatu yang berarti. Mungkin belum; mungkin suatu saat nanti … entahlah …

Print Artikel Ini Print Artikel Ini
Posted by David Usman on Feb 6 2010. Filed under Artikel. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

1 Comment for “Berarti”

  1. Kang,

    masih banyak perajin besek disekitar tempat tinggal, di Pondok Gede, sekarang?

    nuhun

    [Reply]

Leave a Reply

Amprokan Blogger | Temu Blogger Nusantara


Amprokan Blogger

Sponsor

images-1

---

Member Be-Blog

Sudahkah Anda menjadi bagian dari Be-Blog?

Siapa saja yang sudah terdaftar?

Login

Login Anggota
Lost Password?

Shoutbox


Loading

WP Shoutbox
Name
Website
Message
Smile
:mrgreen::neutral::twisted::arrow::shock::smile::???::cool::evil::grin::idea::oops::razz::roll::wink::cry::eek::lol::mad::sad:8-)8-O:-(:-):-?:-D:-P:-o:-x:-|;-)8)8O:(:):?:D:P:o:x:|;):!::?:



Gabung di Milis Blogger Bekasi

Powered by Yahoo Groups

© 2010 Komunitas Blogger Bekasi. All Rights Reserved. Log in

Switch to our mobile site

- Designed by Gabfire Themes