Persahabatan Di Persimpangan Sejarah
Politik-Hukum-Keamanan Wednesday, June 23rd, 2010 523 views
Persahabatan seringkali ternyata tak bermakna sekali untuk selamanya. Keakraban dan yang teranyam melalui benang-benang biru yang terbentuk satu ketika karena kesamaan visi, kondisi, tempat dan waktu, akhirnya terurai ketika situasi berubah. Perubahan itu bisa hanya sekedar tidak bertegur sapa, namun seringkali juga menjadi situasi yang saling menjegal dan meniadakan.
Ketika situasi bulan Mei 1998 semakin kritis setelah terjadinya pembakaran dan demo massa dan mahasiswa dimana-mana, Ali Sadikin, Adnan Buyung Nasution, Ruhut Sitompul dan beberapa tokoh lain, berjalan bergandengan tangan erat di barisan terdepan dari Kantor YLBHI di Jalan Diponegoro menuju Kampus UI di Salemba. Di dalam kampus UI telah berkumpul mahasiswa UI yang siap mendengar orasi tokoh-tokoh tadi untuk meminta Soeharto lengser dari jebatannya. Sementara di luar pagar, massa dan mahasiswa dari kampus lain menunggu mahasiswa UI untuk keluar dari kandangnya untuk bersama-sama menuju Senayan..Hasilnya ,seperti kita semua tahu, telah menjadi sebuah tonggak sejarah.
Lebih dari 10 tahun kemudian, ketika Adnan Buyung Nasution mengkritik Presiden SBY agar bersikap jantan mengakui masalah Bank Century sebagai tanggung jawabnya, Ruhut Sitompul tampil membela Presiden SBY dan berbalik menuding Adnan Buyung Nasution sakit hati karena diberhentikan sebagai Wantimpres. Ruhut juga menuding gelar yang diperoleh Adnan Buyung di Belanda bermasalah dan pernah dipecat sebagai Advokat di era Soeharto. Anehnya, SBY sendiri akhirnya menyatakan sebagai presiden bertanggung jawab atas masalah Bank Century. Dalam ruang waktu dan kepentingan yang berbeda, tangan yang tadinya bergandengan berbalik menerpa wajah sahabat di sebelahnya. Siapapun yang melihat dan meresapi dua peristiwa ini akan mengguratkan kesimpulan dalam dadanya, kebersamaan tak selalu bermakna kesamaan pandangan, tapi mungkin juga karena ada musuh bersama. Ketika musuh bersama hilang, kebersamaan itu pun bisa berubah jadi satu permusuhan.
Lembar-lembar sejarah bangsa kita sesungguhnya telah dipenuhi catatan perpisahan tokoh-tokoh yang sebelumnya bersama-sama menumpahkan darah dan airmata untuk bumi pertiwi. Dwi tunggal proklamator Soekarno-Hatta pun harus berpisah di persimpangan sejarah`. Tokoh-tokoh mahasiswa Angakatan 66 akhirnya terbelah saat sebagian memilih masuk ke dalam parlemen, sementara sebagian memilih untuk tetap menjadi kritis dari luar gelanggang. Kepentingan pragmatis dan individualistis seringkali menabrak dan mengaburkan garis-garis perjuangan yang semula disepakati dan dikumandangkan. Suara-suara perubahan demi rakyat akhirnya pelan-pelan menghilang
Jenderal A.H. Nasution dan Jenderal Soeharto bersama-sama lolos dari upaya pembunuhan PKI. Jenderal Nasution kemudian sebagai Ketua MPRS kemudian melantik Soeharto sebagai Pj.Presiden. Namun perbedaan pandangan kemudian membuat Soeharto mengucilkan Nasution. Barangkali bila Ali Sadikin tidak menangis di hadapan Habibie meminta nasib Jenderal Nasution diperhatikan, Prsiden Soeharto juga tidak akan memberikan penghargaan yang layak bagi Nasution berupa Jenderal Bintang Lima bersama-sama dirinya dan Jenderal Soedirman.
Paparan kondisi di atas, sekali lagi menegaskan bahwa tidak ada persahabatan yang abadi. Ketika kepentingan, dan situasi sudah berubah, kita juga harus siap berpisah dengan teman seperjalanan sebelumnya. Kelokan dan persimpangan sejarah begitu banyak menghadang di depan. Pada akhirnya masing-masing akan menentukan pilihan yang mungkin baginya. Pilihan-pilihan itu mungkin berbeda atau bahkan bergesekan. Namun sesungguhnya akan teramat indah bila perbedaan pandangan, kepentingan pribadi dan kelompok tidak memutus jalinan persahabatan yang terukir di masa-masa sulit dan penuh perjuangan. Persahabatan itu semestinya dijadikan simpul pengikat segala perbedaan yang ada.

Salam
Mencoba menikmati tulisan ini melalui hape.
Nanti tak kirim screenshotnya ke mas Vavai.
Mungkin yang lain juga bisa nyoba fasilitas plugin wp mobile kita.
Salam
[Reply]
Begitulah mas Cerminan Politik yang ada diBangsa Kita ini …… Kawan bisa menjadi Lawan…..
[Reply]
……..bahwa tidak ada persahabatan yang abadi. Ketika kepentingan, dan situasi sudah berubah, kita juga harus siap berpisah dengan teman seperjalanan sebelumnya…..
Kalimat ini menguatkan saya ketika harus bersimpangan jalan dengan seorang sahabat. yah, tak ada yang abadi, tak ada!
[Reply]