Fungsi Al-Quran adalah sebagai “HUDAN” (solusi dalam kehidupan)

 

Masjid Al-Barkah Kota Bekasi

Twit @syaikhu_ahmad
(Wakil Walikota Bekasi)

1. Penceramah Nuzulul Qur’an di Masjid Al-Barkah Kota Bekasi seorang ustadz muda, KH. Adi Hidayat, Lc, MA yang pernah bermukim di 5 negara Timur Tengah.

2. Ahli Al-Quran adalah mrk yg mcintai Al-Quran, mhidupkan Qur’an, yg mkaji Al-quran, yg mbaca Al-Quran dan yg mhafal Al-Quran.

3. Ahli Qur’an adalah Ahlullah dan orang memiliki keistimewaan di sisi Allah SWT.

4. Dalam Hadits Riwayat Attirmidzi no 2910 “siapa yg membaca satu huruf Al-quran akan dibalas dengan 10 kebaikan.”

5. Jika umaronya ahli Quran, ulamanya Ahli Quran dan masyarakatnya ahli Quran, smg Allah membuka keberkahan pd Kota Bekasi.

6. Ktk Allah sandingkan kata AlQuran dan Ramadhan pd 2/185 menunjukkan bahwa kemuliaan Ramadhan adl Allah turunkan Al-Quran.

7. Dalam bulan Ramadhan Allah tanamkan taufik ke setiap hati orang yg beriman untuk mendekat kpd Al-Quran.

8. Kalimat “Nuzulul Quran” berasal dari dua kata “nuzul” sering diartikan turun dan “Al-Quran” yg berarti turunnya Al-Quran.

9. Kata “nuzul” sendiri adalah isim masdar yg berasal dr nazala yunzilu inzalan nuzul ( ???. ???? ), atau dr nazzala yunazzilu tanzilan nuzul.

10. “Anzala” berarti turun sekaligus tanpa adanya proses, sedangkan “Nazzala” berarti turun dg proses.

11. Dlm QS 3/3 menyebut Al-Quran dg kata nazzala (bertahap) sedangkan menyebut Taurat & Injil dg kata anzala (turun sekaligus).

12. Dlm QS 97/1 turunnya Al-Quran dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) turun sekaligus.

13. Al-Quran turun dlm 2 proses. dr Lauhul Mahfudz ke langit dunia sekaligus. Dari langit dunia kpd Nabi Muhammad bertahap.

14. Yang akan didalami (dlm kajian) malam ini adalah turunnya Al-Quran dr Langit dunia kepada Nabi Muhammad saw.

15. Referensinya adalah kitab Irsyadu muminin fi sirah sayyidil mursalin maas shahabati wattabiin karya KH. Hasyim Asyari.

16. Pd usia 40 th Nabi senang bertahannuts ke Goa Hiro (5 km utara Makkah) yg harus melewat 5 bukit dengan berjalan kaki.

17. Dipilihnya goa Hiro krn goa ini adalah satu2nya goa yang seluruh batunya langsung mengarah ke kiblat (kabah).

18. Di goa Hiro Rasulullah mendekatkan diri kpd Allah ke arah kiblat yg benar sambil melihat bgmn keadaan umatnya di Makkah.

19. Pemilihan goa hiro adalah pesan bahwa mendekatkan diri kepada Allah bukanlah perkara yang mudah tetapi sesuatu yg sulit.

20. Di Palestina walau hujan peluru ttp shalat jamaah ke masjid. Ttp kadang kita hujan sedikit saja sdh tdk ke masjid.

21. Jadi, dimanapun kita berada, harus mampu mendekatkan diri kpd Allah.

22. Jika ingin mendekatkan diri kepada Allah harus dilakukan karena Allah (Iqro bismi robbika alladzi kholaq).

23. Fungsi Al-Quran adalah sebagai HUDAN (solusi dalam kehidupan).

24. QS 2/45 kita diminta memohon pertolongan kpd Allah dg sabar dan shalat.

25. Jadi, jika ada masalah di jalan, di kantor, di pemerintahan dll mohon mudahkan dg cepat penyelesaiannya.

26. Itu sebabnya, kita perlu memahami kandungan surat2 yg kita baca dlm shalat.

27. Sebelum shalat, kita juga perlu mencatat dulu persoalan2 yg kita hadapi dan temukan solusinya dalam Al-Quran.

28. Misal, yang punya persoalan di kantornya, setelah alfatihah bca QS17/79.

29. Punya persoalan, nggak sulit2 amat tp kerjaannya datang lagi datang lagi, setelah alfatihah baca surah al-insyirah.

30. Jika ada persoalan di rumah tangga, setelah baca alfatihah baca QS Annisa : 19.

31. Punya anak sedang menghadapi ujian sekolah, setelah alfatihah baca QS9/122.

32. Ingin punya anak shalih, setelah alfatihah baca QS Luqman 13-19.

33. Yang menjadi persoalan, kita tidak tahu letak ayat Al-Quran yang menjadi solusi masalah hidup kita.

34. Peringatan Nuzulul Quran bukanlah seremonial/formalitas tetapi untuk menghayati sebagaimana Al-Quran datang kepada Nabi saw.

35. Kita hrs berinteraksi dg Al-Quran, bkn sekedar membaca tp menemukan rahasia2 solusi hidup yg ada di dalmnya.

37. Saya kira itu yg dpt saya tangkap dr uraian hikmah Nuzulul Quran tadi malam. Jazakumullahu khairan Ustadz KH. Adi Hidayat, Lc, MA.

Panen Kurma di Masjid Al-Barkah Kota Bekasi

Zakat Maal & Zakat Mall

“Ibu-ibu, coba hitung lebih banyak mana zakat maal atau zakat mall-nya?” seru Ustad Wijayanto dalam sebuah acara Ramadan di sebuah stasiun TV. “Ini sekedar sindiran bahwa manusia selama ini lebih banyak membawa uang ketika pergi ke mall, ketimbang digunakan untuk membayar zakat maal-nya,” lanjut ustad lulusan S2 dari Pakistan tersebut.

Kata-kata zakat maal dan “zakat” mall itu sungguh terus menempel di hati. Sindiran yang sungguh relevan dengan kehidupan masyarakat perkotaan sekarang ini. Apalagi di bulan suci yang penuh berkah, zakat maal menjadi penting setelah umat Islam memenuhi kewajibannya berzakat fitrah.

Dikutip dari Portalinfaq: kita mengenal zakat sebagai salah satu dari lima rukun Islam yang di dalam Al Qur’an sering kali dikaitkan dengan shalat. Zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti ‘suci’, ‘baik’, ‘berkah’, ‘tumbuh’, dan ‘berkembang’. Menurut terminologi syariat, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (At-Taubah:103 dan Ar-Rum:39).
Pada dasarnya ada dua macam zakat, yaitu Zakat Maal atau zakat atas harta kekayaan; dan Zakat fitrah yaitu zakat untuk membersihkan diri yang dibayarkan pada bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri.

Sedangkan menurut PKPU: zakat maal atau zakat harta, adalah zakat yang wajib dibayarkan setiap muslimin yang memiliki harta yang sudah sampai nishab-nya selama satu tahun kepemilikan. Zakat maal terdiri dari berbagai macam, ada zakat emas- perak, zakat perniagaan, zakat pertanian, zakat binatang ternak, zakat madu dan hasil hewan. Setiap jenis zakat ini memiliki nishab sendiri-sendiri, seperti zakat emas nishabnya 85 gram, dan besar zakatnya adalah 2,5%, dan seterusnya.

Sudah jelas pentingnya kaum muslim untuk mengeluarkan zakat maal-nya, selain untuk kebersihan diri, juga untuk menjaga silaturahim, dan menjaga situasi keadilan sosial agar tidak ada jurang pemisah yang lebar antar berbagai status sosial di dalam masyarakat.

Bagaimana dengan “zakat” mall? Hari-hari sebelum memasuki Ramadhan, apalagi nanti sebelum Lebaran, biasanya mall-mall di mana saja terutama di Jakarta akan semakin meningkat jumlah pengunjungnya, dan akan makin banyak orang-orang yang mulai menzakati mall dan pusat-pusat perbelanjaan.

Memang tak ada salahnya jika kita menuju mall guna mencari keperluan menyambut hari raya, namun seperti apa yang dikatakan ustad Wijayanto di atas, hendaknya kita juga mulai membawa uang lebih banyak untuk zakat maal ketimbang “zakat“ mall, karena selain bermanfaat untuk meningkatkan kualitas spiritualitas diri, juga bisa bermanfaat untuk banyak orang. [bw]

Doa Naik Kendaraan (Telah Dilupakan?)

Siang tadi ada kajian di masjid kantor saya. Temanya tentang sunnah-sunnah dalam berkendaraan. Tema yang, semula, menurut saya sangat sederhana. Karena biasanya kajian yang bagus itu adalah membahas mengenai tauhid, fikih, atau masalah-masalah islam terkini. Lah, ini malah membahas sesuatu yang biasa banget.

Mungkin, layaknya seperti saya juga bahwa kebanyakan dari orang-orang juga berpikir demikian. Masalah sunnah-sunnah dalam berkendaraan bukanlah pokok permasalahan yang besar. Masalah yang “WAH” dalam islam. Masalah ini hanya berlevel biasa saja, tidak ada yang luar biasa.

Namun, sejatinya, itulah sesungguhnya kekurangan saya (atau mungkin kita) dalam memahami keberagamaan, islam khususnya. Kita lupa bahwa dalam beragama ada hal-hal kecil yang sejatinya memiliki “tempat” dalam kesempurnaan keberagamaan seseorang. Ketika kita tidak melihat ini sebagai penyempurna keberagamaan kita, maka pertanyaan yang tepat adalah, Sudahkah kita mengamalkan hal-hal besar dalam agama kita?

Maksud pertanyaan saya diatas adalah, ketika kita berpikir suatu hal yang besar dalam agama, tak menjamin bahwa kita mengerti seluruhnya, atau melaksanakan suatu yang besar itu dengan kaaffah (sempurna). Kita seringkali dibuat bingung dengan Fikih. Kita seringkali tertimpa keraguan ketika membahas tauhid, dan lain sebagainya. Namun, ketika ada hal-hal yang “kecil” yang belum tersentuh dalam keberagamaan kita- seperti halnya berdoa sebelum naik kendaraan- tak mau kah kita menjalankannya? masih tak maukah kita coba mendengarkan dan bahkan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari? Atau sudah lupakah kita, bahwa hal-hal yang kita anggap kecil ini adalah sunnah atau kebiasaan yang Rosulullah Muhammad selalu melaksanakannya bahkan tak pernah meninggalkannya?

Pertanyaan itu menggelitik saya, sepanjang kajian tadi. Benar halnya, bahwa tak selamanya yang kecil itu akan kecil dinilai oleh Tuhan. Yakinlah bahwa yang kecilpun yang bernilai ibadah akan selalu memiliki tempat di mata Tuhan kita, Allah. Apalagi jika dilakukan dengan istiqomah atau mudawwam, tak terputus.

Oke, kembali ke Kajian tadi. Kajian tadi cukup menarik. Apalagi ketika Ustadnya meminta para jamaah ikut turut serta untuk menghafal doa naik kendaraan dengan sedikit gerakan tubuh agar lebih mudah menghafalnya. SEmua jamaah pun tak malu-malu untuk mengikutinya dan bahkan langsung hafal dan mengerti arti doa itu.

Itulah menariknya kajian tadi. Bahwa selama ini kita sering lupa untuk melakukan sunnah-sunnah yang, menurut kita, sebagai hal-hal yang biasa saja, namun ternyata memiliki nilai yang dapat menyempurnakan ibadah dan keberagamaan kita. Kajian sederhana yang hanya menyanmpaikan Doa Naik Kendaraan yang diambil dari Surat Az-Zukhruf (43) Ayat 13-14 , yakni:

????????? ??????? ??????? ????? ???? ????? ?????? ???? ??????????? ???????? ???? ???????? ??????????????
Artinya : Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan/menjinakkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya/mengendarainya dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.

Ini saya kasih oleh-oleh kajian tadi siang.,

Sumber : http://faridwajdi.com/ketika-doa-naik-kendaraan-telah-dilupakan/#ixzz2MBwmewly

Seperti Apa Durhaka Orang Tua?

Jum’at kali ini (04/01/13) saya shalat di masjid yang letaknya dekat tempat saya tinggal. Beruntunglah karena masih libur sehingga saya bisa jum’atan serta silaturahim dengan tetangga yang lain. Maklum kalau sudah aktif masuk kerja sudah dipastikan saya tidak bisa jum’atan bareng warga karena tidak memungkinkan dengan keberadaan saya di kantor, kecuali jika saya pas kebagian jadwal khatib (menyampaikan khutbah). Khatib kali ini seorang ustadz muda yang Ramadhan kemarin saya sempat berjama’ah juga dengan beliau saat shalat tarawih di musholla kavling.Menariknya tidak seperti khatib-khatib pada umumnya yang menyampaikan materi khutbah tentang tahun baru karena Jum’at ini termasuk Jum’at pertama di bulan pertama (Januari) di awal tahun baru 2013. Sang khatib justeru menyampaikan tema tentang “Maut” (kematian).

Dari awal mukaddimah khatib saya sudah bisa menerka tema itu karena ayat yang dibacakan tentang tujuan adanya kehidupan dan kematian adalah untuk melihat siapa yang amalnya paling baik (Q.S. Al-Mulk ayat 2). Hal ini seakan korelatif dengan situasi dan kondisi dimana beberapa hari di awal tahun baru ini banyak tetangga yang mengalami kematian anggota keluarganya. Lebih kontekstual lagi karena pada level isu nasional baru saja ada kejadian seorang anak pejabat menteri di negeri kita ini mengalami kecelakaan yang berakibat hilangnya nyawa 2 orang. Mungkin karena itulah khatib menyampaikan tema yang sangat kontemplatif (perenungan) tersebut. Selain itu juga sebetulnya kematian memang hal yang harus selalu kita renungkan di akhir atau awal tahun, meski setiap tahun baru kita bergembira karena umur kita juga baru padahal sejatinya umur kita kuotanya terus berkurang.

Lalu kematian seperti apa yang dibahas khatib?. Bukan proses atau timingnya yang dibahas melainkan prepare untuk menghadapi kematian yang indikasinya sudah di”bocorin” sama Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya yang cukup populer. Mengapa demikian?, karena ketika kita mati maka akan dihadapkan pada pertanyaan seputar pertanggung jawaban saat hidup di dunia yang kulminasinya pada satu pertanyaan tentang shalat kita di dunia. Amal yang pertama kali dihisab adalah shalat, begitulah para khatib sering mengingatkan. Namun dalam hadits yang disampaikan khatib ini memuat lima pertanyaan. Menurut guru saya waktu belajar dulu sebetulnya memang pertanyaan yang diajukan kepada kita banyak, ada beberapa hadits shahih yang memberikan indikasi pertanyaan sebagai kisi-kisi buat kita di dunia agar mempersiapkan tanggung jawab di dunia sejak dini. Lima pertanyaan tersebut tertuang dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud yang validitasnya dinilai shahih oleh Imam Tirmidzi.

Dari Abdullah bin Mas’ud (semoga Allah meridhoinya), dari nabi Muhammad SAW beliau bersabda: Seorang anak Adam sebelum menggerakkan kakinya pada hari kiamat akan ditanya tentang lima perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; tentang masa mudanya, apa yang dilakukannya; tentang hartanya, dari sumber mana dia peroleh dan untuk apa harta tersebut; dan tentang ilmunya, yaitu apa yang telah ia lakukan dengan ilmu tersebut” (HR. Ahmad).

Kelima pertanyaan tersebut adalah: 1. Umur, 2. Masa muda, 3. Harta (dari mana), 4. Harta (dan kemana), 5. Ilmu.

Sudah sepatutnya kita bersyukur dengan kabar (hadits) tersebut di atas karena kita bisa mempersiapkan diri dan bekal kita untuk di akhirat. Saya sangat menggaris bawahi kepada pertanyaan tentang harta, karena diantara kelima pertanyaan yang 3 (umur, masa muda, dan ilmu) hanya mengandung satu pertanyaan tapi harta ada dua pertanyaan yakni dari mana harta diperoleh dan kemana dihabiskan. Masya Allah… harta yang haram akan berpengaruh kepada mental (psikis) keturunan kita. Bahkan sang khatib mengatakan, “bukan hanya anak yang bisa durhaka melainkan juga orang tua, ketika orang tua memberikan harta haram atau memasukkan sesuatu yang haram kepada anaknya, maka orang tua tersebut sudah berbuat durhaka terhadap anaknya”. Na’udzu bilaah min dzalik..

Semoga kita semua senantiasa terhindar dari sifat, perilaku dan harta yang haram serta dimudahkan dalam mencari dan mengeksplorasi yang halal. Mari senantiasa persiapkan diri kita agar mudah menjawab kelima pertanyaan di hari kiamat. Berdasarkan hikmah hadits di atas maka mari habiskan Umur kita untuk hal-hal yang positif dan bernilai ibadah, lewati masa muda kita yang kata bang Rhoma Irama masa yang berapi-api dengan senantiasa beribadah kepada Allah, raih harta yang halal dan baik serta kita infakkan ke jalan yang benar, dan gunakan ilmu yang sudah kita peroleh untuk hal-hal yang berguna, bermanfaat dan menginspirasi banyak orang.

Wallahu a’lam bis showaab…

Salam Hikmah

http://abuabbad.wordpress.com

ilustrasi : Masjid pekanbaru
ilustrasi : Masjid pekanbaru

MEGAH-nya MASJID-ku

Foto By Uun Nashikhun

Rasulullah Shallalau ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

” Tidak akan tegak hari kiamat sampai manusia bermegah-megah dalam membangun masjid-masjidnya.” HR Abu Dawud

Rasulullah Shallalau ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Aku tidak diperintah untuk memegahkan masjid-masjid. Ibnu abbas berkata, niscaya kalian bermegah-megah terhadapnya sebagaimana bermegah-megahnya yahudi dan nashara. “

Rasulullah Shallalau ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Akan datang suatu zaman di mana orang-orang berkumpul di masjid untuk shalat berjamaah tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang mukmin”

Tiga Hadist yang cukup untuk membuktikan bahwa perkataan Rasulullah pasti terjadi, dan apakah memang sedang terjadi. Seharusnya kita dapat membedakan mana yang manfaat dan mana yang sia-sia dengan dalih akan menambah ke-khusyukan kita dalam ber-ibadah.

Kita mungkin sudah lupa menangkap makna sesungguhnya bahwa kata MASJID adalah tempat bersujud. Sujudnya badan ini dengan gerakkan kepala lebih rendah dari (maaf) pantat. Tetapi sujud yang sebenarnya sujud adalah merendahkan segala raga dan jiwa untuk sembah kepada ALLAH (TUHAN-nya).

Tempat sujud sebenarnya adalah HATI… bukan tempat dalam bentuk bangunan untuk menyembah kepada TUHANNYA. Apalah artinya tempat/bangunan jika manusia tiada yang benar-benar sujud untuk menyembah kepada SANG PENCIPTA.

Bahkan tak jarang hingga saat ini, banyak di temui di berbagai tempat sedang membangun suatu tempat ibadah…. dan juga ikut me-ruwetkan jalan-jalan dan menggangu yang lainnya. Memang benar kita diharuskan mencontohkan segala prilaku dan ucapan dari Rasulullah karena di dalam diri sang RASUL terdapat prilaku yang baik, indah, jujur. Tetapi masih saja kita mencampur adukkannya. Adat istiadat dan kebudayaan negeri sendiri yang indah, santun dan luhur seakan tidak lebih indah dari budaya tempat datangnya agama yang indah ini yaitu ARAB.

Seakan-akan ISLAM adalah ARAB, dan budaya yang paling pantas untuk mencerminkan agama ini adalah budaya dari tanah ARAB. Lambat laun seluruh kebudayaan akan musnah, dan tergantikan dengan budaya YAHUDI dan NASHARA. Dalih demi keindahan dan kemudahan, serta kenikmatan dalam beribadah tanpa sadar menjadikan perbuatan bermegah-megah dan sia-sia.

Sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, dari berjalan hingga berlari menuju kepada budaya dan prilaku YAHUDI. Demi Allah, satu persatu perkataan RASUL-MU akan terjadi dan terus terjadi dan semakin banyak yang terlena dan terbuai tiada satu pun yang menyadarinya.

Kontrol Diri

Ilmuan, filsuf, dan mistikus terkenal bernama Al-Ghazali mengutip pendapat Musa Djabar dalam salah satu bukunya yang tekenal, menyatakan bahwa orang-orang yang berhasil melakukan kontrol diri melakukan cara yang berbeda untuk menaklukan diri. Pendapat Musa Al-Jabar menyampaikan cara mengontrol diri yang berkaitan dengan fisik. Cara ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik secara bertahap maupun sekaligus. Tiga cara itu adalah pertama, tidur sekedarnya, kedua, berbicara seperlunya, dan ketiga, makan secukupnya.

1. Tidur Sekedarnya

Bagi manusia tidur memiliki dua fungsi utama: membuat tubuh menjadi rileks untuk kegiatan berikutnya dan memberi kesempatan pada otak untuk melakukan konsolidasi dalam pembentukan memori. Mengantuk dan tidur berkaitan dengan jam biologis tubuh yang disebut irama sirkadian dan melibatkan zat otak bernama melatonin yang terutama meningkat produksinya saat gelap datang.

Tidur yang benar adalah tidur dalam waktu cukup ketika kita merasa pulas dan kemudia rileks dan segar ketika bangun. Ini bukan durasi tidur, tetapi berkaitan dengan kualitas tidur. Kita bisa tidur lebih panjang dan lama, tetapi tanpa kualitas (tidak pulas). Namun kita juga bisa tidur dalam waktu singkat dan berkualitas. Dorongan untuk tidur dipengaruhi oleh banyak faktor. Ketika kita bisa membatasi tidur, dan mengisinya dengan tidur berkualitas, sama artinya dengan kita meminimalkan kecendrungan tubuh untuk diam. Lebih banyak hal yang dapat kita lakukan saat sadar ketimbang tidur. Para penidur biasanya orang malas dan hampir selalu merupakan orang gagal mendapatkan kebaikan hidup. Mengontrol tidur sama halnya mengontrol diri.

2. Bicara Seperlunya

Kontrol bicara menempati posisi kunci dalam upaya kontrol diri karena bicaralah yang membuat manusia menjadi manusia, dan manusia berbeda dengan makhluk lain. Ketika nenek moyang kita bisa berbahasa, dan terutama berbicara, ketika itu pula mereka membangun peradaban besar. Bicara dan bahasa adalah dua hal yang dibawa secara naluriah. Sebuah penelitian membuktikan bahwa sekali seorang bayi mengenal kata, dan seorang anak mengenal huruf, maka secepat kilat kemampuan bahasa mereka berkembang.

Kemampuan berbahasa juga bisa menjadi sumber bencana. Konflik-konflik yang terjadi disekitar kita umumnya disebabkan karena kita tidak piaway memilih dan memilah mana kata yang boleh diutarakan, apalagi kesesuaian yang diucapkan dan dilakukan, merupakan tingkatan tertinggi dalam kontrol bicara, jika kita perhatikan orang-orang yang tidak bisa mengontrol bicara, terutama mereka yang mengucapkan sesuatu yang tidak mereka lakukan, adalah orang-orang yang tidak bisa mengontrol diri. Perilaku mereka kebanyakan perilaku buruk, sekalipun indah dari luar.

Karena itu, jika kita bisa memilih dan memilah apa yang pantas diucapkan, kita pasti bisa mengontrol diri. Dorongan kita untuk berbicara sangat kuat. Karena itu, bicara seperlunya merupakan kiat sederhana dalam mengontrol dorongan itu.

3. Makan Secukupnya

Seperti berbicara, dorongan untuk makan merupakan dorongan yang sangat kuat. Dalam hal ini, kita bisa jadi tidak berbeda dengan binatang. Akibatnya untuk mendapatkan makanan kita kadang bisa berperilaku seperti binatang, bisa mencakar, menggigit, bahkan membunuh. Jika seseorang sudah bisa mendapatkan makanan yang standar, selalu ada kecendrungan untuk mendapatkan makanan yang lebih enak. Kita menggunakan berbagai cara untuk memuaskan naluri makan. Padahal kelezatan makanan hanya dikecap dalam waktu yang sangat singkat, yaitu ketika makanan berada dalam mulut.

Kecendrungan manusia untuk mengenyangkan perut juga merupakan dorongan yang sangat kuat. Tanpa sadar kita semua cendrung memenuhi perut kita dengan segala jenis makanan. Pada akhirnya, makanan dan makanan enak sudah menjadi kegiatan yang otomatis, tanpa kita pikirkan lagi. Makan dan seksual merupakan dorongan terkuat manusia untuk melakukan apa saja. Bahkan melakukan yang melanggar hukum. Jika rakyat merasa lapar dan tidak aman, dapat dipastikan mendorong gerakan revolusi dan akan terjadi revolusi serta kerusahan.

Dari keterangan di atas maka pentingnya kontrol makan. Jika kita sanggup mengelola rasa lapar, misalnya makan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh saja atau berhenti menguyah makanan sebelum rasa kenyang dapat dipastikan kita dapat mengontrol diri.

hanya 1/3 kah umat Muhammad menjadi penghuni Surga

Mungkin cukup menarik judul untuk tulisan ini, semoga tidak benar adanya atau mungkin memacu kita untuk berusaha sekuat tenaga agar judul diatas tidak akan benar terjadi.

Segala informasi dan ilmu adalah rahmat dari Allah, sehingga ada saatnya rahmat diterima saat-saat yang tidak disangka-sangka. Cukup menghetakkan hati ini jika memang penggalan hadist yang di terima dari seorang teman dari kumpulan hadist-hadist riwayat bukhori muslim.

Memang ada tanda tanya besar, apakah hadist ini bisa di kategori-kan sebagai hadist shahih, hasan maupun dhoif. Terlepas dari itu semua justru membuat kita menjadi lebih baik dari hari ke hari bukan malah bergelut dengan apakah shahih, hasan, atau dhoif.

Rasulullah bersabda:

Ridho kah kalian menjadi seperempat penghuni surga? Kami (para sahabat) bertakbir.

Beliau bersabda lagi:

Ridho kah kalian menjadi sepertiga penghuni surga? Kami pun bertakbir.

Lalu beliau kembali bersabda:

Sungguh, aku berharap kalian dapat menjadi setengah penghuni surga.

Aku akan memberitahukan hal itu kepada kalian. Orang-orang Islam di tengah orang-orang kafir seperti sehelai rambut putih pada sapi hitam, atau seperti sehelai rambut hitam pada sapi putih.”

Terlintas dalam fikiran ini…..bisa iya bisa tidak…., jika merunut jauh kebelakang kembali kepada Nabi-nabi terdahulu seperti Nabi NUH…. dimana hanya sedikit umat(manusia) yang mau mengikuti ajakan sang NABI untuk menaiki Bahtera(Perahu Besar) dan umat NUH banyak yang mati oleh banjir besar tersebut.

Nabi LUTH dimana umatnya juga mengalami hal yang sama…. HOMO dan LESBIAN menjadi budaya dan umatnya juga mendapat azab yang sangat pedih…. di luluh lantakkan.

Nabi Sulaiman yang mungkin juga lebih banyak pengikutnya dari kalangan bangsa JIN, dan mungkin pada Zaman nabi-nabi tersebut manusia belumlah terlalu banyak seperti saat ini, dimana manusia zaman dahulu hidup bisa mencapai usia ratusan tahun.

Nabi MUSA… dimana umatnya hanya sedikit dibandingkan yang mengikuti ajaran raja FIRAUN dan bangsa yahudi yang kembali sesat setelah sang nabi wafat.

Sedangkan Umat islam saat ini telah menjadi umat terbesar di dunia, telah 1400 tahun lalu semenjak wafatnya sang NABI dan RASUL MUHAMMAD. mungkin jika sudah sering mendengar hadist yang berbunyi : ” sebagian besar penghuni neraka adalah wanita(perempuan).

Jika di analogikan begini : 40% dari penghuni surga adalah umat muhammad, dari jumlah 40% itu sebagan besar pria, dan wanita hanya sebagian kecil sebagai penghuni surga. Karena sebagian besar wanita adalah penghuni neraka.

Semoga kita bisa mewujudkan harapan dari Rasulullah menjadi 1/2 dari penghuni surga adalah umatnya. Adalah hal yang mungkin akan sangat susah di wujudkan jika dari setiap diri masih sering berprasangka buruk, seperti hadist di bawah ini:

“Janganlah kamu sekalian berburuk sangka karena buruk sangka adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kamu sekalian saling mencari-cari dan mnyelidiki aib (kesalahan) orang lain, janganlah kamu saling iri hati, janganlah kamu saling mendengki dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling bermusuhan tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

ini banyak tanyangan infotainment yang banyak menampilkan tentang keretakan rumah tangga, perceraian, dll. sejak pagi hari sudah ditayangkan, sehingga acara ini di anggap layak dan biasa bukan sebagai sesuatu yang tabu. Benarlah adanya jika umat Rasulullah hanya penjadi 1/3 dari penghuni surga dan sebagian besar umat rasulullah yang memasuki surga adalah laki-laki. Karena wanita sekarang senang sekali menonton acara-acara infotaiment yang mengumbar aib dan keburukan dari orang lain.

Belajar untuk menghisab diri sendiri terlebih dahulu sebelum menghisab ke diri orang lain, karena kita lebih terlena menghisab orang lain dari pada diri sendiri.

 

 

 

 

LAILATUL QADR

Disaat memasuki pertengahan Ramadhan, dalam realitas dan fakta di masyarakat, masjid-masjid atau musola mulai mengalami penurunan tingkat jama’ah jika di bandingkan waktu-waktu awal ramadhan, bahkan tak sedikit pula saudara-saudara kita sesama muslim ada yang nekat tidak berpuasa tanpa ada undzur. Nampaknya terdapat penurunan tingkat Motivasi untuk melaksanakan perintah Tuhan YME, maka berkenaan dengan itulah maka Lailatul Qadr hadir sebagai alat pemacu motivasi untuk menggapai derajat Taqwa beserta bonus-bonus lainnya yang telah di janjikan dan di sarankan oleh Allah dan Rasulnya, sebagaimana telah tertera dalam Al-Qur’an maupun di dalam Al-Hadis.

Allah berfirman dalam Q.S.Al-Qadr ayat 1-5:

Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1], Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan, Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan, Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.

Apa yang dimaksud dengan lailatul qadar?. Pertama, qadar berarti ketentuan Allah yang berkaitan dengan hidup dan mati kita, suka dan duka kita, sehat dan sakit kita. Inilah malam ketika Tuhan menetapkan takdirnya bagi kita. Dalam Q.S. Al-Dukhan 3-4 Allah berfirman:

Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.[1]

Pada Lailatul Qadar malaikat turun untuk “menuliskan” takdir kita buat tahun berikutnya. Karena itu, dimalam itu kita dianjurkan untuk membaca do’a-do’a; seraya bermohon agar Allah menuliskan kebaikan buat kita. Salah satu di antara do’a itu ialah: “ya Allah, panjangkanlah usia ku, luaskan rezeki ku, sehatkan tubuhku, dan sampaikan aku pada harapanku. Jika aku sudah termasuk pada kelompok yang celaka, hapuskanlah namaku dari kelompok itu dan tuliskanlah aku termasuk kelompok yang berbahagia. Karena engkau berfirman di dalam kitab-Mu yang diturunkan kepada Nabi-Mu sang utusan SAW. Allah menghapus apa yang dia kehendaki dan menetapkan apa yang dia kehendaki dan pada sisi dia ada Ummul Kitab.

Jawaban Kedua, “qadr”artinya kemuliaan, keagungan. Lailatul Qadar artinya malam keagungan, malam kemuliaan, the night of honors. Lailatul Qadar itu menjadi mulia karena ada peristiwa mulia yang terjadi padanya. Ada tiga kemuliaan yang terjadi di malam Qadar. Pertama, turun kitab suci yang mulia. Keagungan Al-Qur’an, yang melintas ruang dan waktu, membuat malam itu menjadi sangat istimewa. Kedua,Al-Qur’an turun kepada Nabi yang mulia, yang tanpa dia tidak akan diciptakan alam semesta. Ketiga, kemuliaan juga diberikan kepada mereka yang menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah dan amal shalih. Kerena itu, pada surah Al-Qadar yang tadi telah di baca pada awal kultum ini, kata lailatul qadar disebut tiga kali.


[1] yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezki, untung baik, untung buruk dan sebagainya.


[1]Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.

+++

sumber gambar disini

Pengendalian Diri

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S. Al-Baqarah [2]: 183)

Secara piqih puasa merupakan menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkannya di mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.

Pada dasarnya puasa sebagai media untuk melatih diri agar manusia memiliki kemampuan mengendalikan diri atau mengendalikan hawa nafsu. Pada umunya manusia butuh perjuangan untuk mengendalikan diri. Dengan contoh yang sangat baik Al-Qur’an mengisahkan bagaimana Adam di tempatkan Allah bersama Istrinya dengan segala fasilitas kenikmatan yang telah tersedia. Bahwa drama kosmis kejatuhan Adam dari surga ke dunia dilatar belakangi oleh ketidak mampuan Adam mengendalikan dirinya, terutama sifat rakus (tamak).

Dalam bahasa Al-Qur’an peristiwa ini disebut dengan hubut. Allah SWT berfirman:

Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (Al-Baqarah [2]: 36)

Dari ayat tersebut dapat di analisis bahwa orang yang tidak mampu mengendalikan diri dari godaan hawa nafsu akan mengalami kejatuhan moral- spiritual. Oleh sebab itu, keberhasilan Ramadhan akan terlihat pada kemampuan setiap orang yang berpuasa dalam mengendalikan dirinya. Ia tidak akan pernah memperturutkan hawa nafsunya yang cendrung mendorong manusia untuk melakukan kemaksiatan. Sebaliknya, ia lebih memberi kesempatan pada nafsu, qalbu, dan ru’yu-nya untuk menjelajahi keangkasa raya untuk melihat kebesaran-kebesaran Allah SWT.

Sejatinya, Ramadhan melahirkan manusia yang memiliki orientasi hidup yang bersifat ilahiyah. Bukan manusia yang berorientasi dunawiyah yang hidupnya sebatas hanya untuk memenuhi kebutuhan fa’ali seperti makan, harta dan jabatan saja, tetapi manusia yang berfikir jauh kedepan, yaitu kebahagiaan dan keselamatan di akhirat yang bersifat Abadan-abada. Sebagai akhir dari tausiyah yang singkat ini, semoga kita semua menjadi ummat muslim yang bahagia di dunia maupun di akhirat. Amien ya Raabbal Aaalamin,…

 

 

 

Ramadhan Bulan Istimewa

Salah satu motivasi terbesar dalam hidup adalah ketika kita merasakan nilai lebih dari suatu perbuatan yang kita lakukan. Seperti dalam konteks pekerjaan, bila kita mengerjakan suatu pekerjaan dan mendapatkan bonus tambahan dari atasan atau bos tentu akan meningkatkan semangat atau motivasi kita dalam bekerja. Dalam konteks ibadah Ilahiyah, bonus pahala pun Allah berikan kepada para hamba-Nya yang taat, yang senantiasa menjalankan perintah-Nya dengan ikhlas serta mengharap ridho Allah. Salah satu contohnya adalah diberikannya keistimewaan dalam bulan Ramadhan kepada hamba-Nya yang menjalankan berbagai ibadah di bulan yang mulia ini, sayyidus syuhuur (penghulu diantara bulan-bulan yang lain).

Melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan memiliki nilai kwantitatif yang lebih dibandingkan dengan mengerjakannya di bulan yang lain. Hal ini digambarkan misalkan, mengerjakan ibadah sunnah di bulan Ramadhan ganjarannya seperti mengerjakan ibadah fardhu di bulan yang lain, dan mengerjakan ibadah fardhu di bulan Ramadhan pahalanya Allah lipat gandakan sampai dengan 70 kali lipat. Namun sekali lagi, fadhilah ini merupakan nilai kwantitatif dari sebuah perbuatan, bukan untuk menentukan gugurnya kewajiban ibadah yang lain karena sudah dapat pahala yang berlipat ganda. Nilai kwantitatif ibadah menjadi tidak berarti bila tidak sebanding dengan nilai kwalitatif. Dengan kata lain, sebanyak apapun pahala seseorang, tapi kalau ibadahnya tersebut tidak menimbulkan efek positif di kehidupan sehari-hari maka bisa jadi akan sia-sia juga.

Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi bahwa indikator puasa yang baik yang bisa menetralisir dosa-dosa kecil orang yang berpuasa adalah hanya semata-mata karena iman dan mengharap ridho Allah, “Man shooma romadhoona iimaanan wahtisaaban ghufiro lahu maa taqoddama min dzanbihi” (Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan semata-mata karena Allah niscaya diampuni baginya dosa-dosa kecil yang telah lalu). Dua indikator tersebut, iman wahtisaaban. Artinya hanya karena Allah dan hanya mengharapkan perhitungan di hadapan Allah saja, bukan perhitungan manusia dan juga bukan perhitungan pahala yang dikumulatifkan.

Allah menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai nilai tambah atau bonus dari pahala ibadah yang dilakukan di bulan Ramadhan. Hal ini merupakan wujud pengejawantahan makna dari beberapa sifat Allah seperti Arrahman, Arrahim, Al-Ghoffarr, Al-Karim. Kasih sayang Allah berikan salah satunya berupa nilai pahala yang berlipat ganda. Nilai ini merupakan spirit dan motivasi bagi kita untuk menjalankan ibadah yang mudawamah dan istiqomah di bulan-bulan yang lainnya, tidak hanya di bulan Ramadhan. Output yang diharapkan dari puasa adalah “la’allakum tattaquun”, yakni senantiasa menjaga dan meningkatkan ketaqwaan selama hidup di dunia, kata “tattaqun” dalam bahasa Arab berbentuk ‘fi’il mudhori’ (kata kerja untuk masa kini dan yang akan datang), itu artinya tujuan taqwa dalam perintah bukan barang langsung jadi melainkan sebuah proses yang harus berlangsung terus menerus dalam kehidupan kini dan sampai yang akan datang.

Di lain sisi, keistimewaan bulan Ramadhan sebetulnya bisa kita telisik dari rangkaian hurufnya berdasarkan huruf hijaiyah. Bila kita menulis atau membaca tulisan Ramadhan dalam huruf Arab maka akan terangkai dari lima huruf, yaitu ‘ro – mim (ma) – dhod (dho) – alif (a) – nun’. Bila kita artikan rangkaian huruf ini bisa jadi menggambarkan keistimewaan bulan Ramadhan. Mulai dari huruf pertama yaitu ‘ro’, bisa berarti “rohmah” (kasih sayang). Di bulan Ramadhan Allah mencurahkan kasih sayangNya melalui berbagai aspek ibadah dan pengamalan nilai-nila keagamaan. Bukan hanya muslim, bahkan non muslim pun terkadang mendapatkan rizqi di bulan Ramadhan, itu semua karena Allah memberikan kasih sayangNya yang tak terhingga.

Huruf kedua yaitu ”mim”, bisa berarti “maghfiroh” (ampunan). Sudah sangat banyak pemahaman kita semua bahwa bulan Ramadhan bulan penuh ampunan., bulan dibukanya pintu sura dan ditutupnya pintu neraka, bahkan menurut hadits ada salah satu pintu surga yang khusus untuk dimasuki bagi para hamba yang berpuasa yaitu “baabur royaan”. Banyak nilai-nilai ibadah yang bisa mengantarkan kita kepada ampunan Allah atas dosa-dosa kita – bahkan yang telah lalu – dan hanya semisal memberi makan orang yang berpuasa saja sudah bisa mengampuni dosa, seperti hadits nabi yang berbunyi: “man fatthoro shooiman kaana maghfirotan lidzunuubihi” (barangsiapa yang memberi makan orang yang sedang puasa niscaya dosa-dosanya akan diampuni). Huruf ketiga dalam rangkaian kata Ramadhan adalah “dhod” yang berarti “dho’fun” (berlipat ganda). Di bulan Ramadhan sebagaimana yang telah disinggung di atas, semua kegiatan ibadah dilipat gandakan nilai pahalanya dibandingkan dengan mengerjakannya di bulan yang lain.

Kemudian huruf kelima yaitu ”alif” bisa berarti “ulfatun/ulfah” (kelembutan). Salah satu tujuan puasa juga adalah melatih diri kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang lembut, baik hati, fikiran, prasangka, kepekaan dan lain sebagainya. Puasa mentraining kita untuk merasakan lapar dan haus karena tidak makan dan minum, sehingga hati kita bisa lembut dan kepekaan kita muncul kepada saudara-saudara kita yang hidup berjuang tiap hari dengan kelaparan dan kesempitan. Dengan demikian kita bisa bersimpati dan berempati untuk menyisihkan rizqi kita kepada para fuqoro-masaakin-mustadh’afiin sebagai rasa syukur kita kepada nikmat yang telah Allah berikan. Bukankah statement Nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya sangat jelas, bahwa salah satu dari empat golongan yang dirindukan surga adalah “muth’imul jii’aan” (orang yang memberi makan yang lapar). Bahkan di dalam bulan Ramadhan pula terdapat perintah untuk mengeluarkan harta kita dalam bentuk zakat, sebagaimana Al-Qur’an menjelaskan bahwa zakat adalah sarana untuk membersihkan dan menyucikan harta kita.

Huruf yang kelima merupakan huruf terakhir dalam rangakaian kata Ramadhan adalah huruf “nun”, yang bisa berarti “ni’mah” (nikmat). Nikmat di dunia Allah berikan kepada kita semua, terlebih di bulan Ramadhan, semua nikmat hampir kita rasakan di setiap sendi. Dari nikmat yang terkecil berupa buka puasa misalkan, atau juga nikmat bisa bersilaturahim dengan keluarga yang mungkin sudah lama tidak berjumpa, dengan momentum idul fitri kita bisa menyambung lagi tali silaturahim. Nikmat terbesar yang bisa kita rasakan adalah nikmat diturunkannya kitab suci Al-Qur’an di bulan Ramadhan pada malam yang mulia yang disebut malam lailatul qodar, sehingga mengisi malam lailatul qodar dengan ibadah adalah merupakan nikmat yang agung sebagaimana agungnya malam tersebut. Oleh karena itu, kita sebagai muslim yang taat harus senantiasa memaknai dan mengisi bulan Ramadhan ini dengan penuh keimanan dan pengharapan ridho Allah SWT. Semoga kita bisa menjadi lulusan terbaik dari kampus Ramadhan tahun ini. Wallahu A’lam bis showaab.