Ketika Aylin Korkmaz meninggalkan suaminya, pria itu mencoba membunuh dia diatas nama harga diri
Bagian 1
Oleh:ANATJE ALTHOFFDitulis Ulang oleh:FerdiBercermin adalah hal yang biasa, tetapi bagi wanita, ini menatap cermin menjadi penyiksaan. Setiap pagi dan malam, Aylin Korkmaz berdiri dikamar tidurnya dan mematut bayangan dirinya.Pandangan matanya tertumbuk kepada wajah yang dipenuhi bekas luka yang dalam.”Pertama kali bercermin setelah kejadian itu, saya tidak bias mengenali diri sendiri,” ujarnya pelan.”Wajah saya tampak seperti tambalan perca yang dijahit menyatu denga mesin jahit saya tak mengenali wanita di cermin itu.”
Pantulan dirinya di cermin menjadi pengingat akan hari terburuk dalam hidup Aylin. Waktu itu 21 November 2007,dan dia sedang menjalani giliran malam di SPBU. Baden-Baden, tempat dia telah Delapan Tahun bekerja sebagai kasir.Waktu itu menunjukan nyaris pukul 15:00 ketika dia masuk kemobilnya.Giliran tugasnya dimulai pada pukul 15:00 dan dia telambat. Makan siang bersama anak-anak telah membuat dia menghabiskan waktu lebih lama.dia menyukai pekerjaanya sebagai kasir. Pekerjaan itu menyenangkan dan dia punya pelanggan maupun rekan kerja yang baik namun hari itu bisnis maupun waktu sedang terasa lambat Karen itu, Aylin merasa senang ketika seoran rekan kerja menyuruh dia beristiraat pada pukul 18.45. Aylin pergi keruang ganti dan mulai membolak-balik lembaran majalah,”Mendadak saya mendengar bunyi pintu terbuka,Ssaya menengadah dan langsung bertatapan dengan mata itu, sepasang mata yang dingin dan marah hanya itu yang saya ingat.”Pendidikan Aylin cukup baik.dia menuntaskan pendidikan dasar dan berharap untuk melanjutkan dengan mempelajari hukum.tetapi ibunya punya rencana lain untu dia. “Menurut ibu dia seorang gadis harus punya suami untuk menompang hidupnya,” katanya. Maka, dengan bantuan kerabat, sang Ibu mengatur pertungangan bagi putrid bilianya yang cantik. Pria yang beruntuk itu adalah Mehmet Korkmaz, keponakan lelaki dari seseoran kenalan keluara.saya bertemu dia haya sekali sebelu diputuskan bahwa saya akan menikahi dia. ”Saya tidak punya hak bicara dalam persoalan itu,” ujar aylin, blak-blakan.
Tampaknya perjodoan itu masih lumrah,diturki. Anda diberitahu siapa suami anda.kelak, tidak peduli dia apakah dia orang baik atau jahat. Itu adalah bagian anda.dia akan menjadi ayah dari anak-anak anda. Jika dia ternyata pria yang baik.baguslah”. jika tidak sayang sekali.tetapi tidak ada kesempatan kedua, tambahnya. Mehmet berusiah 13 Tahun lebih tua dari Aylin dan dia adalah orang kurdi dia tinggal di jerman, tidak punya pekerjaan tetap dan tidak terlalu lancer berbahasa jerman. Setelah menikah pada 1991 pasangan tersebut pindah ke Baden-Baden. Sang pengantin wanita baru berusia 19 tahun awalnya saya masih berharap bias sekolah disisi tetapi saya segera menyadari bahwa itu tak akan terjadi lagi, kata aylin mehmez tidak dapat menghadapi kenyataan bahwa istrinya yang atraktif dengan lues menyesuaikan diri dengan masyarakat, setempat dan bias langsung bias bicara bahasa jerma n, lebih baik dari dia.bahkan kelahiran 3 anak mereka. 2 puteri dan seoran putra gagal memngubah keadaan , pernikahan meraka tidak bahagia . “Setiap kali saya menganjak sesuatu segagai gagasa yang bagus , dia akan menentang” kenangan Aylin. “Misalnya saya suka membaca. Tetapi begitu saya mengambil buku ,ia akan mulai menggerutu.atau ketika saya menyalakan TV,dia akan mengeluh bahwa saya sering menonton tv .diabegitu cemburuan dan dia hanya mengingin kan saya untuk diri nya sendiri”.
Disalin dari majalah Readers Digest Indonesia Edisi April 2011
Sebagai orang Bekasi, Saya secara pribadi berterimakasih dan mengapresiasai setingggi-tingginya bagi pejabat yang datang ke kediaman Ruyati binti Satubi. Dari kacamata positif dan kebeningan nurani, saya melihat ini tetap sesuatu yang baik dan perlu ditauladani.
Hanya, saya ingin kita semua tidak berhenti sampai simpati, terimakasih dan apresiasi. Perlu sebuah kebijakan konkrit untuk mengatasi akar persoalan dari perkara ini.
Mengapa banyak warga Bekasi yang mau ngadu nasib kerja ke luar negeri? banyak jawaban. Hanya, satu hal yang pasti adalah karena mereka miskin.
Om Wiki mendefinisikan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Mengapa mereka miskin?
Om WIki juga menulis
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
1. penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
3. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
4. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
5. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Nah, buat Kab. Bekasi semua point punya kontribusi.
Dari konteks internal, sebagai pribumi kebanyakan memiliki konstruksi psikologis ala kaum tempatan. Kurang fighting spirit, gak kerja juga bisa makan, malas dan lain-lain. Konon kabarnya, di sejumlah tempat yang namanya kaum pribumi selalu kalah set. Aborigin dan suku Indian jadi contoh.
Faktor personal ini kemudian tumbuh subur dalam pot lingkungan yang membentuk. Konstruksi psikologisnya kemudian ditambah dengan ‘ngadat’. Cepat marah. Emosional. Temperamental. Gak profesional. Keras.
Dari konteks internal, sebagai pribumi kebanyakan memiliki konstruksi psikologis ala kaum tempatan. Kurang fighting spirit, gak kerja juga bisa makan, malas dan lain-lain. Konon kabarnya, di sejumlah tempat yang namanya kaum pribumi selalu kalah set. Aborigin dan suku Indian jadi contoh.
Padahal sebagai wilayah transisi, Bekasi lekat dengan perubahan. Wilayah berubah. Sayang, orangnya tidak berubah. Akhirnya, terjadi seperti di CIkarang. Industri terbangun di Bekasi. Tetapi, yang menjadi karyawan level manajer ke atas bisa dihitung dengan jari. Uang yang beredar di kawasan Inorng dustri hampir 50Trilyun, tapi warga di sekitar ada yang makan nasi sisa catering. Orang Bekasi akhirnya jadi babu di kampung sendiri. Ia jadi kuli di bekas tanahnya sendiri. Tanah yang tadinya hanya ada lio-lio, tempat buat bikin batu bata. Kini muncul pabrik-pabrik besar. Sayang, orang aslinya hanya jadi penonton.
Yang kami butuhkan itu adalah positive discrimination. Diskriminasi positif. Keberpihakan. Artinya, perlu keistimewaan dari masyarakat setempat untuk menikmati kue pembangunan. Misalnya, ketika berdiri pabrik maka perlu dilibatkan masyarakat setempat untuk pengerjaan-pengerjaan yang bisa disub-orderkan. Kawasan tidak perlu di bentengi dengan pagar yang tinggi.
Perlu keberpihakan. Contoh lain, ketika Pertagas membangun LPG Plant di Kampung Cabang Empat, Desa Hurip Jaya, Kec. Babelan kab. Bekasi. Pabrik pengolahan minyak menjadi gas yang dioperatori PT Yudisthira ini tidak memberikan ruang yang leluasa untuk masyarakat setempat., Untuk karyawan dalam, operator dari sekitar 32-orang, yang berasal dari Bekasi itu hanya sekita 2-orang. itupun titipan elit. Yang banyak sekuriti/satpam.
Perusahaan sekaliber milik H. Yaman Edi Baer, mantan Ketua Kadin, masih kesulitan untuk mendapatkan tender di Pertamina. Huuuuh….!
Mungkin butuh 3 buku untuk cerita contoh-contoh dimana saya menilai TIDAK ADA KEBERPIHAKAN untuk masyarakat tempatan.
Nah, Saya mohon….dengan ketulusan hati, kerendahan hati saya mohon, silahkan datang. Raih simpati. Raih popularitas. Silahkan ambil…..nikmati! tapi tolong, kebijakan yang dihasilkan untuk kami di Bekasi bisa mengangkat orang-orang miskin di Bekasi. Bagaimana pun kami punya hak atas republik ini. Kontribusi hasil alam kami besar ke pusat. Hasil pajak kami juga besar. Dari kawasan industri saja Rp 44Trilyun, masa buat APBD cuma diguyur, eh ditetesi deng….rp 800 M.
Semoga tidak ada lagi orang miskin, yang berharap pergi ke negeri orang untuk jadi babu! (kim)
Siapa yang sering pergi ke pasar ? Tentunya ada diantara kalian yang sering kesana,biasanya ya untuk nemenin orangtua berbelanja disana.
Pasar memang alternatif pilihan untuk berbelanja,terutama pasar tradisional.Meskipun kadang jalannya suka berlumpur karena hujan,tapi di pasar tradisional banyak barang barang berkualitas dengan harga yang bisa dijangkau.
Tapi hati hati sama preman di pasar,haha,kalo gamau uang kalian hilang,haha.
Lanjut,di pasar,biasanya ada para penjual yang menjual banyak buku buku bekas.Kebanyakan buku bekas terbitan lama,yang sampulnya sudah kusam,lembaran lembarannya banyak yang lepas,dsb.
Memang,dari penampilan luar terkesan jelek,tidak layak,dsb.
Tapi menurut saya,isi dari buku bekas sama saja.Ilmu yang kalian dapat dari buku bekas sama saja dibandingkan dengan membaca buku yang biasa kalian beli di Toko Buku pada umumnya.
Perbedaannya adalah,buku bekas itu MURAH. Sangat murah meriah,dibandingkan dengan buku buku yang biasa dijual di toko buku.
Itulah salah satu alasan,mengapa saya sangat suka dengan buku bekas !
Mmm,waktu itu,setelah saya selesai ujian pelajaran olahraga di Lapangan Serbaguna deket Terminal Bekasi,saya iseng mampir ke tempat buku bekas bareng teman saya.
Kebetulan lokasinya tidak jauh dari terminal,akhirnya saya sampai juga.
Saya lihat lihat bukunya,memang pemandangan buku kusam jelek sudah tidak asing bagi saya.
Tapi harganya (sangat) murah meriah,contohnya buku Ekonomi untuk Kuliah yang kalian bisa bayangkan bagaimana tebelnya,cuma dijual seharga 12ribu.Mungkin di toko buku biasa,sudah dijual seharga 50ribu lebih.
Saya lihat lihat lagi bukunya,bingung mau beli apa..
Nah,kebetulan disana ada buku bekas Sosiologi kelas 8,oke sesuai dengan yang saya butuhkan saat ini.
Berapa harganya ? cuma LIMA RIBU RUPIAH !.
Hah Lima ribu ?! sesuai dengan harga es bobble di depan sekolah saya ! Gila.
Akhirnya saya beli buku itu,lumayan buat persiapan ulangan,hehe.
Buku Sosiologi itu dari sampulnya sudah terlihat kusam,tapi isi bukunya lengkap sekali ! sangat berguna untuk referensi belajar buat UKK nanti.
Terimakasih buku bekas,meskipun muka kamu buruk rupa seperti the beast,tapi isi bukumu cantik seperti the beauty,haha
Bagi masyarakat Bekasi, nama stasiun Kranji pastinya sudah tidak asing lagi. Kranji ya di Bekasi. Tapi kalau kemudian nama jalannya ditulis dalam bahasa Inggris, itu pasti punya cerita lain. Bisa jadi pembuat nama jalan ingin membuat Kranji Go International. Lihat saja papan nama jalan yang saya ambil gambarnya beberapa hari lalu, Nama jalan tersebut ditulis gado-gado, antara bahasa Indonesia dan Inggris. Kata “Jalan” menggunakan bahasa Indonesia dan di singkat menjadi JL, sementara nama jalannya sendiri menggunakan kata dalam bahasa Inggris “Station Kranji”. Selanjutnya “Kode Pos” ditulis kembali dalam bahasa Indonesia.
Dalam postingan saya terdahulu, Membaca Rambu Berbahasa Inggris di Bekasi, saya mengatakan bahwa tidak ada yang keliru dengan penggunaan rambu lalu lintas dalam bahasa Indonesia dan Inggris tersebut, karena hal tersebut justru memperlihatkan sikap tanggap Pemerintah Kota dalam merespon perkembangan di kota Bekasi. Sebagai salah daerah yang berbatasan langsung dengan wilayah ibukota DKI Jakarta, saat ini memang telah mengalami kemajuan yang begitu pesat. Infrastruktur, sarana dan prasarana terus dibenahi guna terus menggulirkan roda perekonomian dan memberikan kenyamanan bagi warga penghuninya. Kondisi ini tak pelak menjadikan Bekasi sebagai daerah penyeimbang Jakarta, yang perkembangannya tidak ketinggalan dengan ibu kota negara.
Kita ambil saja hikmah positifnya dari adanya rambu dua bahasa tersebut adalah terdorongnya pemahaman warga Bekasi mengenai perkembangan kotanya menjadi sebuah kota internasional. Untuk itu warga Bekasi pun tampaknya sudah harus membiasakan diri berbahasa Inggris agar tidak kagok jika berbicara dengan orang asing yang menggunakan bahasa tersebut.
Jadi kalau lain kali melihat banyak rambu lalu lintas atau nama jalan di Bekasi ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, jangan langsung memarahi pemerintah kota atau kabupaten. Bayangkan saja kita sedang berada di Singapura, London atau New York ketika melihatnya (walau kadang sulit jika kita belum pernah mengunjungi kota-kota tersebut).
Kamil ini adalah seorang pelajar,dia bersekolah di MTs.Attaqwa 03 Babelan-Bekasi Jawa barat ..Setiap hari ia rajin berlali pada waktu sore hari bersama temannya ,
waktu saya temui kemarin Sabtu (7/18) di Lapangan Futsal “FUTSALUNA” Babelan-Bekasi,dia sedang bermain Futsal dengan anak-anak sebayanya dan setelah dia usai bermain ,saya langsung bertanya kepada dia ,”apa benar kamu yang namanya kamil .??” .
dengan rasa hormat si kamil pun menjawabnya dengan sopan dan santun ,”ia ,emangnye ada apa pak.?” kata sikamil dengan bahasa agak sedikit betawi ,lalu saya memjawab “saya sangat tertarik dengan permainan kamu tadi dilapangan ,kamu kelas berapa memangnya .?” saya memuji dia dan bertanya ,”hehehehe,bisa ajah ni si Bapak ,saya duduk dibangku kelas 7/1 MTs pak ,nah bapak sendiri dari mana ?? ” dengan malu-malu kamil menjawabnya ,, “kebetulan saya dari FUTSAL BEKASI mau mencari bakat-bakat muda yang baik ” ..
disela-sela latihan kamil sering kali menggoda atau membuat ketawa teman-temannya , dan ketika saya bertanya kepada dia tentang Cita-citanya dia menjawab ,SAYA INGIN MENJADI PEMAIN FUTSAL .
dengan ini ternyata pemain-pemain muda Indonesia masih mempunyai semangat yang luar biasa seperti kamil ini ..!!
Ketika plt Walikota Bekasi, Dr. H. Rahmat Effendi melakukan sebuah perombakan besar-besaran terkait dengan mutasi, rotasi, promosi dan demosi para birokrat Pemkot Bekasi, mulai dari tingkat staf sampai Pejabat Tinggi pada hari Kamis (09/06/2011), ternyata bukan persoalan yang mudah. Karena, selain berusaha menyesuaikan SDM yang ada, dengan tugas dan tanggungjawabnya yang menjadi amanah para pejabat, juga upaya mengantisipsi akibat-akibat yang ditimbulkan dari proses mutasi, rotasi, promosi maupun demosi tersebut.
Keputusan strategis Plt Walikota Bekasi itu, sekarang menggelinding mejadi obyek pengamatan dari berbagai pihak, mulai dari politisi, akademisi, dan para aktivis. Persoalan awal yang menjadi bahan pengamatan oleh para pengamat, baik yang berstatus politisi maupun bukan, adalah banyaknya pejabat yang mesti dirotasi, dimutasi, dipromosi bahkan ada beberapa Pejabat yang menerima Demosi alias penurunan kepangkatan, dengan istilah lain ‘di-non-job-kan.’
Pelantikan Pejabat yang diselenggarakan secara serempak tersebut melibatkan 203 orang pejabat, yang terdiri dari 168 pejabat eselon III, dan 35 pejabat eselon II telah menuai kritik dari berbagai pihak. Suara-suara miringpun bertebaran dimana-mana, namun demikian diam-diam suara-suara positif pun juga mengimbangi. Terlepas dari suara-suara positif-negatif yang membahana di seantero bumi patriot ini, mari kita cermati dari sudut pandang lain, dimana Kota Bekasi sedang dalam kondisi krisis kepemimpinan.
Dalam diskusi yang digelar oleh harian Radar Bekasi yang bertempat di kantor redaksi pada 16 Juni 2011 lalu, pernyataan positif yang bernada sinispun terlontar dari Ketua DPC Peradi Bekasi, H. Shalih MS, SH, MH, yang menyatakan bahwa Plt. Walkot Bekasi ibarat anak nakal yang tidak patuh pada orang tuanya. Pernyataan ini terkait dengan Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2008 yang sengaja dilanggar, namun PP tersebut tidak mencantumkan sanksi yang jelas atas tindakan pelanggaran yang dilakukannya.
Sementara, pihak Pemkot Bekasi merasa bahwa mutasi, rotasi, promosi dan demosi tersebut sudah benar dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Bahkan PP No. 49 tahun 2008 pada pasal 1, dimana seorang Plt Walkot tidak boleh melakukan mutasi, bisa dibantah dengan ayat 2 pada pasal yang sama tersebut, yakni : Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Dengan ayat tersebut, Pemkot Bekasi memiliki legalitas melakukan mutasi, rotasi, promosi maupun demosi. Dasar Hukum yang digunakan oleh Pemkot Bekasi adalah rekomendasi Pemprov Jabar nomor 820/2358/Pem.Um tanggal 23 Mei 2011 dan surat Sekjen Kemendagri Nomor 832.24/ 1278/SJ tanggal 13 Mei 2011, yang berisi antara lain :
1. Mutasi dapat dilakukan dengan mengutamakan profesionalisme, kompetensi.
2. Pengisian personil jabatan struktural hanya untuk jabatan yang lowong dan tidak boleh merugikan PNS daerah.
Selanjutnya, dasar hukum yang menjadi pegangan Pemkot Bekasi, justru menuai kritik pasalnya adalah bahwa pelaksanaan Mutasi, Promosi, Rotasi dan Demosi tersebut, mungkin tanpa didahului oleh ‘Penilaian Jabatan’, sehingga ‘persyaratan jabatan’ kurang diperhatikan. Seperti halnya, yang terjadi pada, Agus Sofyan (Kadisbimarta) menjadi Staf Ahli Walkot dan dr. Iman (Kepala RSUD) menjadi Staf Ahli Bidang Bidang Ekonomi dan Keuangan yang pada akhirnya, tidak mengutamakan profesionalitas dan kompetensi pejabat yang diberikan amanah.
Sementara itu, pengisian personil jabatan struktural juga tidak hanya untuk jabatan-jabatan yang lowong saja, namun merambah kepada jabatan-jabatan lainnya yang masih aktif, yang kemudian merugikan beberapa PNS. Seperti halnya, dua pejabat eselon II, Dedi Juanda (Kasatpol PP) dan Gunung Hilman (Asda I) yang memprotes keras karena namanya tidak ada dalam daftar pejabat pemerintah daerah atau di non-job-kan. Meskipun, selang beberapa hari kemudian status Kasatpol PP Kota Bekasi Dedi Djuanda, diaktifkan kembali hingga 1 Juli mendatang, melalui surat nomor: 820/Kep.30A-BKD/VI/2011.
Kondisi diatas merupakan cermin dimana makna kepemimpinan berubah menjadi kekuasaan, dimana di dalamnya termasuk kewenangan untuk mengatur birokrasi tanpa melihat lingkungan atau masalah yang saat ini sedang melilit Kota Bekasi. Tidak heran, jika Radar Bekasi (18/6) menulis judul berita, “Shalih : Terbesar, Plt Walkot Bekasi pantas mendapat MURI,” yang beritanya berisi tentang mutasi yang dilakukan Plt Walkot diduga terbesar di Indonesia dan patut mendapat rekor MURI. Kita selaku bagian dari masyarakat Bekasi berharap, semoga bola panas ini tidak menggelinding kemana-mana. Wallahu A’lamu Bisshawwab.
Berbagai teknik perkalian dikembangkan dan ditemukan untuk mempermudah siswa mempelajari dan menguasai kemampuan berhitung dasar ini. Diantara berbagai teknik yang ada, disini saya sajikan salah satu teknik yang cukup praktis yaitu dengan bantuan jari.
Untuk dapat menggunakan teknik ini siswa perlu memenuhi beberapa syarat, antara lain : telah menguasai dan hapal perkalian bilangan 1 s.d 5, dan telah menguasai teknik penjumlahan bilangan. Jika syarat tersebut telah dipenuhi maka teknik perkalian dengan bantuan jari ini akan terasa mudah dan praktis.
Sebagai informasi, teknik ini telah ada sebelumnya dan saya baca dari berbagai sumber, saya hanya mencoba menyajikannya dalam bentuk yang interaktif untuk mempermudah dan membuat lebih menarik dalam penyajiannya. Semoga media sederhana ini dapat bermanfaat baik untuk siswa maupun rekan guru yang ingin menyampaikan materi ini sebagai pengayaan pengetahuan siswa. Selamat belajar dan mencoba …
Sambil tertunduk berlinang air mata Ny Siami tak putus mengucap kata maaf, pengeras suara tak mampu melawan teriakkan warga yang mengepung balai desa, ratusan warga berteriak “usir… usir… usir…” dengan mata melotot dan tatapan ganas siap memangsa wanita lemah tak berdaya, mereka berteriak-teriak hendak mengusir Ny Siami. Walau dikawal beberapa polisi toh akhirnya warga berhasil menarik kerudung Ny Siahami sambil mengumpat sekenanya. Ny Siami bukan maling yang ketangkap basah warga, bukan juga pelaku tindakan asusila yang kemudian dihakimi warga di balai desa. Beliau adalah seorang orangtua murid yang anaknya bersekolah di SD Gadel 2 Kecamatan Tandes, Surabaya. Beliau tiba-tiba saja dibenci ratusan warga karena mengajarkan kejujuran pada anaknya.
Kejadian ini berawal pada tanggal 16 Mei yang lalu, setelah Unas selesai beliau diberitahukan oleh wali murid lain bahwa dalam pelaksanaan Ujian Nasional anaknya dijadikan sumber contekan oleh guru, sebelum pelaksanaan Unas anaknya sudah di plot menjadi sumber contekan untuk membagi-bagikan kepada temannya. Mendengar kejadian tersebut Siami lantas kecewa dengan sikap sekolah yang mengajarkan ketidakjujuran pada anaknya. Akhirnya dengan maksud melayangkan protes Siami mendatangi kepala sekolah, dalam pertemuan itu pihak sekolah hanya menyampaikan permohonan maaf dan itu tidak membuat Siami puas. Beliau kemudian melaporkan kejadian ini pada komite sekolah, dan juga tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Kemudian Siami menyampaikan kejadian ini pada Dinas Pendidikan dan Media sehinggga kejadian ini menjadi perhatian publik
Dituduh mencemarkan nama baik sekolah dan kampung, warga memaksan siami meminta maaf secara terbuka nami Siami baru bisa menyampaikan permohonan maafnya.
Pertemuan juga dihadiri Ketua Tim Independen, Prof Daniel M Rosyid, Ketua Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dindik Tandes, Dakah Wahyudi, Komite Sekolah, dan sejumlah anggota DPRD Kota Surabaya. Satu jam menjelang mediasi, sudah banyak massa terkonsentrasi di beberapa gang.
Mereka langsung mengepung keluarga ini. Beberapa polisi yang sebelumnya memang bersiaga langsung bertindak. Mereka melindungi keluarga ini untuk menuju ruang Balai RW. Warga kian menyemut dan terus memadati balai pertemuan. Ratusan warga terus merangsek. Salah satu ibu nekat menerobos. Namun, karena yang diizinkan masuk adalah perwakilan warga, perempuan ini harus digelandang keluar oleh petugas.
Masyarakat Sakit
Herbert Marcuse mengidentifikasikan masyarakat Sakit sebagai masyarakat satu dimensi. Masyarakat berdimensi satu merupakan masyarakat yang bersikap reseptif dan pasif sehingga semakin menguatkan dominasi atas diri masyarakat tersebut sehingga dominasi tidak lagi dirasakan dan disadari sebagai sesuatu yang tidak wajar. Apa yang dituntut oleh masyarakat kepada Siami sesungguhnya tidak rasional dan tidak wajar, Siami mengajarkan anaknya kejujuran bahwa mencontek itu perbuatan tercela dan dapat mencederai proses pendidikan yang sedang dijalankan anaknya. Tetapi karena proses contek-mencontek massal itu sudah berlangsung lama dan massif maka masyarakat menggagapnya hal yang wajar. Seperti ungkapan “Kebohongan yang diucapkan berulang, akan dianggap benar”. Didalam masyarakat satu dimensi ini segala pandangan hidupnya hanya diarahkan pada satu tujuan utama saja, yakni mempertahankan sistem yang telah ada dan bertahan sehingga kehilangan prinsip kritisnya.
Masyarakat sakit pada kasus ini hanya berpikir pada bagaimana agar anaknya lulus saja tanpa berpikir akan substansi pendidikan bagi anaknya, Mereka berpikir bagaimana anaknya lulus, buka bagai mana anaknya terdidik. Menurut Mercuse hal ini akibat Munculnya bentuk-bentuk kontrol yang baru - Dalam masyarakat industri maju, manusia terbelenggu oleh ketidakbebasan yang berkedokkan kemajuan teknis yang digerakkan oleh rasionalitas, efektivitas dan produktivitas.Dan hal ini akan menghilangkan substansi pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang diberikan sulit tercapai seperti apa yang disebutkan dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional.
Berikutnya Mercuse berbicara tentang Penaklukan Kesadaran yang Tidak Membahagiakan: Desublimasi yang Represif. lam bab ini Marcuse memfokuskan pembahasannya mengenai segi yang kultural, seni dan estetis dari masyarakat industri maju yang dilihatnya bukan sebagai ‘penurunan budaya tinggi menjadi budaya massa tetapi penolakan kultur ini oleh realitas. Dalam kasus Ny. Siami ini pemahaman luhur tentang pentingnya kejujuran yang sudah tertanam dalam masyarakat seolah-olah terabaikan oleh rasionalitas bahwa anak mereka harus lulus untuk memenuhi tuntutan pekerjaan. Sehingga jika Ny Siami laporannya diteruskan untuk menjatuhkan sanksi pengulangan Unas di sekolah tersebut maka ada kemungkinan anak mereka tidak lulus.
Pada hakikatnya pendidikan itu tidak hanya sebagai legalitas formal mendapatkan kehidupan materi saja. Prof. Prayitno mengungkapkan bahwa pendidikan bertujuan membentuk manusia seutuhnya, manusia seutuhnya adalah manusia yang terpenuhi 4 dimensi kemanusiaan diantaranya dimensi individu, sosial, agama, dan norma. Menanamkan kejujuran, kebenaran, tanggungjawab membutuhkan konsekuensi yang harus dipilih guna membentuk manusia yang seutuhnya. Agara masyarakat kita bisa sembuh dari sakitnya. ^.^
Maksud hati ingin melakukan uji coba penerapan pola baru perjalanan Kereta Rel Listrik (KRL), apa daya justru penolakan yang diterima oleh para pengguna KRL. Penolakan tersebut tidak tanggung-tanggung, bukan hanya dalam bentuk pernyataan sikap tetapi juga melalui perusakan KRL yang sedang diuji coba oleh PT Kereta Api Commuter Jabodetabek (KCJ) pada Sabtu (18/6/2011). Sejumlah gerbong KRL dilempari batu di Stasiun Kota, akibatnya kaca-kaca jendela pun pecah dan terjadi kerusakan di sejumlah bagian.
Penolakan yang berujung pada perusakan semestinya sudah diantisipasi sejak awal oleh KCJ karena sebelum diuji coba, sebagian besar pengguna KRL sudah menyatakan sikap dan keberatannya terhadap kebijakan baru KCJ yang terkesan tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat pengguna KRL yang tersegmentasi dalam penumpang KRL Ekspres dan Ekonomi.
Bagi pengguna KRL Ekspres (Depok, Bogor, Bekasi, Serpong), pertimbangan utama menggunakan KRL adalah aspek kenyamanan dan kecepatan waktu tempuh. Umumnya para pengguna KRL ini adalah para pekerja kantoran yang tidak berkeberatan dengan harga tiket yang lebih mahal yakni Rp 11.000 untuk penumpang yang dari Bogor dan Rp 9.000 dari Bekasi. Sementara itu, pengguna KRL Ekonomi adalah para penumpang yang lebih mempertimbangkan aspek keterjangkauan, yang penting sampai ke tujuan walau kenyamanan kurang memadai. Tiket untuk KRL Ekonomi dari Bogor Rp 5.500 dan dari Bekasi Rp 4.500. Pengguna KRL Ekonomi umumnya adalah para pekerja kelas menengah ke bawah dan pedagang.
Dengan alasan untuk mengangkut penumpang yang lebih banyak lagi, PT KCJ merencanakan untuk menyeragamkan jenis angkutan KRL menjadi KRL ekonomi AC dengan harga tiket Rp 8.000 mulai 2 Juli 2011. Sebelumnya direncanakan 1 April 2011 tapi ditunda karena alasan belum siap. Dengan pola baru ini setiap KRL akan berhenti di setiap stasiun kereta. Akibatnya adalah waktu tempuh pun menjadi lebih lama lagi sekitar 40 menit untuk KRL dari Bogor dan 30 menit untuk KRL dari Bekasi, dengan catata jadwal normal.
Kebijakan untuk merubah pola perjalanan inilah yang ditolak para pengguna KRL yang meragukan apakah standar layanan KRL Ekspres masih bisa dipertahankan. Dengan kondisi sekarang saja standar pelayanan sulit dipertahankan, apalagi jika sudah digabung, Nah kalau standar layanan KRL ekspres tidak lagi ditemukan, amat besar kemungkinan sebagian besar pengguna KRL akan beralih ke moda angkutan lain, termasuk kembali memakai kendaraan pribadi.
Sebenarnya bukan hanya pengguna KRL Ekspres yang keberatan dengan kebijakan baru PT KCJ, para pengguna KRL Ekonomi AC pun berkeberatan dengan kebijakan untuk menaikkan harga tiket dari Rp 5.500 menjadi Rp 8.000. Kenaikan sebesar Rp 2.500 dirasakan sangat berat karena berarti akan menambah beban anggaran pengeluaran para pengguna KRL setidaknya Rp 5.000 sehari (pergi pulang). Suatu jumlah yang besar bagi masyarakat pengguna KRL ekonomi yang umumnya pekerja rendahan.
Berbagai keberatan di atas semestinya perlu diperhatikan dengan seksama oleh PT KCJ, termasuk pola perilaku pengguna KRL Ekspres dan KRL Ekonomi. Kalau Anda pengguna KRL, Anda pasti tahu perbedaannya. Penumpang KRL Ekspres umumnya lebih teratur dan tertib serta wangi, mulai dari antre tiket hingga saat berada di dalam gerbong. Sementara pengguna KRL Ekonomi cenderung lebih bebas. Nah, bisa dibayangkan jika karakter dua pengguna KRL ini bersatu dalam satu gerbong KRL yang jumlahnya terbatas, yang terjadi adalah kesemrawutan dan saling berebut untuk sekedar bisa masuk gerbong. Akibatnya pula, tidak ada lagi sedikit kenyamanan yang dapat diperoleh, meski hanya sekedar celah digerbong.
Jadi alih-alih membuat kebijakan baru yang merubah pola perjalanan KRL Ekspres dan merubah tiket KRL Ekonomi, ada baiknya PT KCJ membenahi standar layanannya, apakah dengan menambah gerbong ataupun menambah jalur kereta, khususnya jalur saat masuk Jakarta. Jika selama ini hanya ada 2 jalur kereta dari stasiun Manggarai ke Kota, maka untuk menambah kapasitas sebaiknya mulai direncanakan untuk menambah jalur kereta, misalnya menambah 2 jalur lagi sehingga menjadi 4 jalur. Dengan penambahan jalur tersebut, maka KRL tidak perlu berebut dengan kereta jarak jauh saat masuk Jakarta. Jika ini bisa dilakukan, bukan hanya waktu tempuh KRL menjadi lebih cepat, jumlah penumpang yang diangkut pun otomatis bisa menjadi lebih banyak.
Tentu saja alasan klasik dalam pembangunan infrastruktur adalah masalah pendanaan, tapi kalau direncanakan dengan sungguh-sungguh dan terukur, saya yakin bisa dilakukan. Kalau pembangunan gedung DPR RI atau pembelian pesawat Presiden RI saja bisa dianggarkan, masa pembenahan infrastruktur transportasi untuk masyarakat luas tidak bisa direalisasikan. Ataukan kita mesti menunggu “ahlinya” turun tangan?
Jum’at, 17 Juni 2011, omjay diminta Kang Harun (Penyiar Radio Dakta) dan pak Dahli Ahmad (Ketua IGI Bekasi) untuk mengisi acara talkshow bersama wakil ketua DPRD Jawa Barat, bapak Nur Suprianto dari pukul 07.30-09.30 WIB. Kami ditemani pula dengan teman-teman pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI) Bekasi, Pak Dahli, pak Taufik, dan pak Munif).