Breaking News !!!: Penundaan Jadwal Kopdar dengan Walikota

Rekan-rekan semuanya, barusan saya mendapat kabar dari Imam Saputra (Aweng), Staf Khusus Walikota Bekasi, bahwa Walikota H. Mochtar Mohammad dengan sangat menyesal tidak bisa memenuhi janjinya bertemu rekan-rekan semua dalam acara kopdar yang semestinya akan dilakukan pada tanggal 2 Januari 2010 pukul 11.30 WIB s/d selesai. Walikota menunda acara kopdar menjadi tanggal 9 Januari 2010 di tempat yang sama (rumah dinas Walikota jalan Achmad Yani) dan pada jam yang sama. Penundaan ini terpaksa dilakukan karena secara mendadak Walikota H. Mochtar Mohammad diharuskan menghadiri pertemuan dinas di luar kota pada tanggal 2 Januari 2009.

Menurut Aweng, Walikota H. Mochtar Mohammad memahami kekecewaan teman-teman semua yang telah mempersiapkan diri dan waktu untuk acara tersebut, termasuk dengan mengirimkan tulisan tentang Bekasi dan pembuatan kaos. Untuk itu Walikota Mochtar Mohammad secara pribadi meminta maaf atas penundaan waktu kopdar ke tanggal 9 Januari 2010 dan berharap teman-teman dapat memahaminya.

Meski harus menyesuaikan kembali jadwal kegiatan pribadi, saya dapat menerima dan memahami penundaan acara kopdar ini. Kita ambil saja hikmah dari penundaan ini, antara lain adanya kesempatan bagi teman-teman yang belum mengirimkan tulisannya untuk segera memposting tulisan tentang Bekasi, dan teman-teman yang tadinya berhalangan hadir karena sedang libur/cuti tahunan akhirnya memiliki kesempatan untuk hadir pada acara kopdar. Hikmah lanjutannya, kemungkinan jumlah 100 artikel yang masuk dalam periode 21 Desember 2009 s/d 8 Januari 2010 bukanlah hal yang mustahil (ketika breaking news ini ditulis sudah ada 58 tulisan yang masuk, sehingga tinggal 42 tulisan lagi).

Untuk mendata jumlah yang akan hadir, mohon kesediaan rekan-rekan untuk mengkonfirmasikan kembali kehadirannya dengan menuliskannya pada kolom komentar.

Mohon bantuannya pula untuk menyampaikan hal ini ke rekan-rekan yang belum sempat mengetahuinya.

Selamat Tahun Baru 2010.

Salam be-Blog dan tetap semangat !!!

Aris Heru Utomo

http://arisheruutomo.com

Kalau ada Di Bekasi Mengapa harus Ke luar Kota?

Saya sering berseloroh dan sedikit bergurau “saya mau ke luar kota” kepada teman kantor bilamana ingin berpergian ke beberapa wilayah di Jakarta oleh karena mendapat tugas kantor untuk mendatangi beberapa klien yang berada dibeberapa tempat di Jakarta. Secara kebetulan saya bekerja di kantor konsultan Accounting dan Management di bilangan Kayuringin Bekasi Barat. Boleh dibilang selama 7 tahun lebih — hampir 24 jam sehari, 7 hari dalam satu minggu, 4 minggu dalam satu bulan dan seterusnya lebih banyak waktu saya jalani di Kota Bekasi. Seluruh aktivitas sehari-hari saya mulai dari makan, tidur, bangun, bekerja sejak dari matahari terbit – terbenam – lalu terbit kembali, terus begitu saya habiskan di Kota Bekasi.

Kota Bekasi yang merupakan bagian dari propinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Kota Metropolitan DKI Jakarta, pada saat ini maupun kedepan semakin memiliki posisi yang sangat strategis sebagai Kota Pengimbang (Trickling Down Effect) untuk mengurangi tekanan penduduk beserta aktifitasnya dari DKI Jakarta.

Perkantoran Ruko Bekasi Mas Jl. Jend. A. Yani Bekasi Barat

Salah satu contoh nyata wujud Kota Bekasi yang merupakan sebuah Kota berbasis Jasa dan Industri adalah tumbuh kembangnya sarana dan prasarana pendukung seperti infrastruktur jalan yang mendukung lancarnya lalulintas barang dan mobilitas penduduk Kota Bekasi. Saat jalan di sekitar Jl. Jend. A. Yani Bekasi Barat telah rampung, akses jalan mulai dari depan halaman Kantor Walikota Bekasi sampai di depan Islamic Centre Kota Bekasi begitu mulus dan beberapa tanaman telah ditanam sebagai bagian dari penghijauan Kota Bekasi.

Saya begitu mencintai Kota Bekasi, satu hal yang saya paling sukai adalah saat ini saya hampir tidak perlu lagi “ke luar kota” untuk membeli beragam keperluan baik untuk kebutuhan kantor maupun kebutuhan pribadi. Beberapa Mal dan Pertokoan telah tersedia di Kota Bekasi yang menyajikan beragam kebutuhan warga Kota Bekasi. Bekasi Cyber Park misalnya, pusat perbelanjaan ini sering saya sambangi untuk membeli keperluan kantor seperti membeli perlengkapan komputer. Sampai saat ini saya sudah memiliki beberapa langganan yang memberikan harga “khusus” (setelah tawar menawar dan sedikit lobi) di pusat komputer terbesar di Bekasi tersebut. Keberadaan Bekasi Cyber Park sangat membantu saya untuk menghemat waktu dan tenaga yang selama ini terbuang dibandingkan waktu yang saya habiskan untuk pergi ke Mangga Dua di bilangan Jakarta Barat.

Setiap akhir bulan pusat perbelanjaan di Kota Bekasi selalu disesaki oleh pengunjung termasuk saya sendiri ikur menjadi bagian dari warga Kota Bekasi yang membelanjakan uangnya untuk berbagai keperluan mulai dari menonton film favorit di Bioskop yang tersebar di beberapa tempat seperti Bekasi Square, Mega Bekasi Giant, Metropolitan Mall dan Bekasi Trade Centre, berbelanja kebutuhan sehari-hari untuk satu bulan di beberapa pusat belanja besar seperti Hypermart, Giant, Carefour dan Makro, bahkan ada pula yang berbelanja buku dan alat tulis tersedia pula Toko Buku Gramedia, Intermedia, Toko Gunung Agung, Trimedia BookStore dan Kharisma.

Pusat Belanja di Bekasi Barat. (spesial)

Tidak hanya itu pasar tradisional merupakan salah satu tempat favorit saya selain sebagai tempat berbelanja dapat juga dijadikan sarana rekreasi yang murah dan meriah, mengapa demikian? jawabnya adalah setiap kali saya berada di pasar tradisional begitu hiruk pikuk suara pedagang dan pengunjug bertransaksi, semangat para pedagang mulai dari tua-muda, laki-laki—perempuan saya dapat rasakan energi mereka dan terbayang betapa dinamisnya kehidupan warga Kota Bekasi. Para pedagang bermodal kesil dan pas-pasan yang berada dipasar tradisoinal yang sering dianggap sebagai “kaum marjinal” memiliki semangat untuk bertahan hidup yang begitu tinggi, salah satu contohnya pada saat pasar Jatiasih terbakar beberapa tahun yang lalu, meskipun kios dan atau lapak tempat mereka sehari-hari berjualan terbakar bahkan ada beberapa pedagang yang harus memulai dari nol untuk bangkit akan tetapi dari raut wajah mereka terbesit semangat pantang menyerah, ya benar sebuah semangat yang tak terbeli. Sebuah semangat warga Kota Bekasi.

Begitulah dinamika Kota Bekasi saat ini, sebagai warga yang mengikuti perkembangan dan merasakan hasil pembangunan sebuah Kota yang berangkat dari wilayah agraris menuju Kota berbasis Jasa dan Industri. Meskipun masih jauh untuk disebut sebagai Kota Mandiri dan butuh waktu yang panjang untuk mewujudkannya, saya terlanjur cinta kota ini dan menikmati hidup di Kota Bekasi. Dengan tersedianya sarana dan prasarana baik dari Pemerintah Kota Bekasi maupun dukungan Pihak Swasta yang terus membangun dan berinvestasi mambangun berbagai infrastruktur seperti Apartemen, Mall, Sarana Olah raga, Sarana Jalan, Sekolah, Pusat Industri, Pasar Tradsional Semi Modern dan lain-lain dalam rangka mewujudkan Kota Bekasi sebagai Kota Jasa dan Industri.

Bila cita-cita Kota Bekasi sebagai Kota Jasa dan Industri benar-benar terlaksana dengan baik maka roda ekonomi dan perputaran uang warga Kota Bekasi tidak akan berpindah ke tempat lain atau “ke luar kota” sehingga menambah pendapatan asli daerah dari sisi Pajak dan Retribusi sesuai semangat Otonomi daerah, semoga.

BANTAR GEBANG dalam sebuah Elegi


BANTAR GEBANG dalam sebuah Elegi

Hilir mudik menyusur jalan kota yang tak pernah sepi
Setia menanti ditengah kepadatan lalu-lintas yang mengantri
Dari pejalan kaki hingga mobil sekelas mersi
Banyak waktu terbuang walau hanya tuk beberapa centi
Itulah rutinitas truk pembawa sampah dari Jakarta ke Bekasi

Merebak ‘aroma’ sepanjang yang dilalui
Orang-orang yang terlewati bagai tak peduli
Karena sudah jadi santapan sehari-hari
Hanya lalat-lalat yang setia menemani

Tak sampai batas titik henti
Sekerumunan orang berbaju jauh dari kesan rapi berebut mendekati
Dari onggokan kardus, plastik hingga makanan yang mem-basi
Wajah-wajah optimis berharap mengais sisa-sisa rejeki
Walau terkadang harus berebut dengan yang berdasi

Pro kontra terkadang muncul tak terkendali
Antara yang mendukung maupun yang menolak dalam mencari solusi

Kini, berkat ide dari wakil rakyat dan orang-orang yang perduli
Mesin-mesin canggih berbasis IT namun tetap manusiawi
Gunungan sampah yang bagai tak berarti bisa dirubah menjadi ‘energi’
Sehingga akan menerangi wajah kita kota Bekasi

Oleh : Ruwi
yang peduli Bekasi

Belajar Mencintai Bekasi Melalui Blog!


Minder, Lahir dan Menetap di Bekasi

Sejak dilahirkan 30 tahun yang lalu di Bekasi, tidak banyak yang saya ketahui tentang Bekasi. Masa kecil hingga remaja telah saya habiskan di Bekasi, wilayah yang selalu saja identik disebut dengan wilayah yang terbelakang, terpencil, kampungan, banyak sawah dan rawa, tempat kriminal, jalan raya yang selalu saja becek dan tidak terurus, bahkan saking gelap dan sepinya banyak orang bilang bahwa wilayah Bekasi itu tempat “Jin Buang Anak”. Semua hal tentang bekasi selalu saja terkesan negatif, baik itu yang berasal dari masyarakat Bekasi sendiri, apalagi bagi orang-orang yang berasal dari luar Bekasi.

Continue reading Belajar Mencintai Bekasi Melalui Blog!

Saya Benci Bekasi!

Kranggan yang Kini Mulus
Saya benci Bekasi!

Swear, saya benar-benar benci Bekasi sampai ke ubun-ubun. Saat mencari rumah sekian tahun lalu, saya dihadapkan pada kesemrawutan penataan kota Bekasi. Angka kriminalitas yang tinggi dan kota yang tak ada indah-indahnya.

Tiap hari saat saya membaca koran, banyak kabar kriminal dari Bekasi. Hmm…mengerikan.

Saya selalu membandingkan kondisi Bekasi dengan kondisi dan suasana kawasan tempat tinggal orang tua di Kebon Jeruk Jakarta Barat. Tempat yang lumayan tertata dari berbagai sisi, meski macetnya gak ketulungan. Jadi tiap kali mencari rumah selalu dan selalu saya bandingkan dengan Kebon Jeruk.

Kelak akhirnya saya sadar, tak ada kawasan yang nyaman 100 persen, dimana pun itu. Ada kekurangan dan kelebihan masing-masing kawasan.

Setelah akhirnya tinggal juga di Bekasi, tepatnya di Kranggan, kembali saya bete karena beberapa sebab. Tapi yang paling mengganggu adalah kondisi jalan lingkungan yang buruk. Saya merasa seperti berada di negeri mana gitu…jalanan hancur baur, baik di dalam komplek perumahan maupun menuju komplek.

Selain di Kranggan, jalanan menuju kawasan Pondok Gede, sekitar Ujung Aspal luar biasa bututnya. Lubang di sana sini menganga. Debu beterbangan saat musim kemarau, sementara saat musim hujan lubang tadi berubah jadi danau buatan yang bukan hanya tak sedap dipandang, namun juga membahayakan bagi pengendara motor. Motor jatuh atau tersuruk adalah cerita yang menjadi biasa disini.

Kadang saya berpikir, apa tak ada usaha warga melaporkan kondisi buruknya jalan pada pemda setempat? Atau pemdanya tak peduli? Hmm… Saya hanya bisa menarik nafas kesal saat melintasi jalanan buruk rupa itu.

Ternyata dugaan saya salah. Warga sudah kerap mengadu pada instansi terkecil di lingkungan mereka, mulai dari kelurahan hingga kecamatan, tapi memang lambat sekali penanganannya. Sejak punya rumah tahun 1999, hanya ada beberapa kali perbaikan jalan di kawasan ini.

Anehnya, perbaikan tak pernah mampir ke kawasan tinggal saya. Jalanan tetap berlubang, kalau hujan becek tak ada ojek…

Suatu kali beberapa kawan di dekat ujung aspal yang sudah kesal dengan kondisi jalanan disini menggelar aksi unjuk rasa. Mereka memprotes kondisi ini dengan cara menanami jalanan dengan pepohonan agar tak bisa dilalui. Mereka juga berenang di kubangan jalan. Peristiwa ini diliput oleh salah satu stasiun TV dan tayang di program berita sore.

Saya tak tahu apakah karena liputan itu, beberapa bulan kemudian ruas jalan raya Pondok Gede dari arah PLN hingga Komplek Bulog diperbaiki.

Lalu bagaimana nasib jalan di kawasan Kranggan? Tetap tak berubah. Tak kurang usaha warga secara pribadi membuat surat pembaca di sejumlah koran meminta perhatian Pemda agar memperbaiki jalan ini. Sayapun beberapa kali mengeluhkan hal serupa melalui surat pembaca di Kompas.com.

Hasilnya? Bulan September 2009 akhirnya ruas jalan di Kranggan diperbaiki juga. Senangnya. Saya merasa bangga menjadi warga Bekasi. Ternyata Pemda tidak tidur. Mereka mendengar juga aspirasi kami warga biasa.

Mengapa kami ng0tot minta perbaikan jalan di sini? Tak lain karena fungsi dan posisinya yang strategis bagi lalu lintas ekonomi. Kranggan adalah kawasan persinggungan antara Bekasi, Bogor, Depok dan Jakarta. Jika jalanan disini bagus, saya yakin perekonomian diantara kawasan dimaksud pasti berkembang.

Tengkyu pak Wali, saya tak jadi bete dan benci lagi dengan Bekasi.

Syndrome Cinta Bekasi

Ramainya suasana jalan, penuh hiruk-pikuk kendaraan berlalu lalang, sibuknya aktivitas adalah gambaran pertama kali aku datang di Cikarang, Bekasi. Tak pernah kubayangkan sebelumnya, membuka lembaran hidup baru di tempat yang belum pernah aku kenal seluk-beluknya. Berawal dari lulus Sekolah Menengah Kejuruan di Yogyakarta, mendapatkan pekerjaan sebagai buruh pabrik di salah satu perusahaan otomotif di daerah Cikarang, Bekasi. Masih awam dengan apa yang ada di kota ini, pagi itu aku langsung membuka semua rasa penasaranku dengan berkeliling kota dengan menggunakan jasa angkot. Bolak-balik kutelusuri dan kupahami situasi yang aku temui, tiba-tiba sesuatu muncul perasaan dalam hatiku. Apakah ini yang namanya jatuh cinta?Apakah ini yang namanya kepuasan?Apakah ini yang namanya pandangan pertama?

Aku merasa Cikarang menjadi kota yang paling kucintai, yang paling menemani perjalananku. Walaupun bukan warga aseli tetapi betapa nyamannya aku di kota ini. Semua lembar demi lembar yang tertulis dalam buku kehidupanku tak lepas dengan apa yang diberikan oleh Cikarang. Mulai mendapatkan pekerjaan pertama, mendapatkan jodoh, mencoba bakat berjualan di pasar dan sampai menanti calon buah hati yang Insya Allah bulan depan akan lahir. Sungguh hatiku mencintai Cikarang ini dan mengharapkan Cikarang maupun Bekasi tumbuh berkembang dan meningkatkan kesejahteraan rakyat-rakyatnya.

Mencintai Cikarang, Mencintai Bekasi, berbuatlah positif dan berbuat yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain. Mulailah dari diri sendiri dan keluarga, terus tularkan syndrome Cinta Bekasi ini kepada semua orang dengan penuh langkah-langkah baru yang membangun bersama.

(Cari) Uang Gampang di Bekasi

Sudah menjadi rutinitas pagi saya berkendara motor menuju kantor. cukup jauh memang, dari cikarang menuju stasiun bekasi nyambugn kereta listrik menuju ‘beos’ Jakarta kota. Sebenarnya ada alternative naik kereta rangkaian dari cikarang atapun cibitung, karena pertimbangan ‘pribadi’ saya lebih milih terlebih dulu naik kuda besi sampai bekasi.

Perhatian saya kali ini terusik pada sesosok tubuh ‘nggelesot’ di pinggir jalan dengan setia meacungkan gelas plastic kepada pengendara. Kaki tampak buntung sebelah. Ada diantara beberapa dengan lutut di perban sana sini hingga nampak menjijikkan. Tidak jarang ‘bahkan sering’ lemparan receh maupun kertas singgah ke dalam gelas ini untuk kemudian singgah dengan manis ke kantong.

Lampu merah perempatan (masuk) tol bekasi timur, lebih parah lagi malah. Setiap lampu merah mendapat giliran ‘unjuk cahaya’, setiap motor maupun mobil akan disamperin oleh ‘orang-orangan sawah’ yang mencungkan tangan. “Den, sedekahnya den. Buat makan!”, katanya lirih. Mereka nyelip diantara pengendara tanpa peduli lampu segera hijau. Soal penertiban saya yakin petugas maupun polisi sudah menghalau mereka. Tetap saja kembali lagi dan kembali lagi.

Saya hendak soroti bukan pada soal ketertiban, tapi, pada mentalitas mesti diubah. Mentalitas pengusaha, masyarakat awam –terutama orang-oranga sawah tuch- , pekerja, dan tentu saja pejabat birokrat paling penting. Kenapa penting? Terang saja, “segala kebijakan public tentulah mesti lewat jalur birokrat”, pengamat politik biasanya bilang gitu.

Menjual ‘rasa iba’ dengan pakaian ‘orang-orangan sawah’ compang camping, entah berapa persis pendapatan mereka dalam sehari. Pernah saya baca, tapi, sumbernya entah dari mana, ada sebuah survey mereka mendapatkan 25rb dalam sehari. Minimal! Hanya dengan modal tengadah tangan dan bilang “sedekah mas! Bu! Mbak! Pak!…”

Dalam sebulan boleh dikata 750rb masuk kantong. Inipun kalau mengerahkan seorang diri. Pernah dalam harian lokal menulis tentang sosok seorang ‘raja pengemis’ yang menjadi bos dan menerima setoran dari anak buah yang di tebar. “jangan-jangan ini memang profesi”, batinku. “Ada pelatihan khusus untuk para calon pengemis”, wuih mantep juga mereka. Kali gitu. Tidak jarang diantara mereka menurunkan seluruh kekuatan yang ada. Dari mulai emak, bapak, anak, sampai orok mereka tenteng-tenteng.

Kenapa mereka bertahan?

Apa iya karena faktor ‘tidak ada pilihan lain’?

Komunitas TDA dengan jargon ‘bersama menebar rahmah’ (bener gak sih, mohon maaf karena saya baru beberapa hari bergabung. Inipun sekedar millist) bisa lebih sensitive lagi. Sosial oriented –diluar nyantunin anak yatim dan yayasan tentusaja- lebih diberi porsi lagi. Paling tidak, bisa lebih berperan serta menggeser image “ah, gue nadahin tangan aja udah pasti dapet duit. Ngapain pusing capek capek kerja. Jualan juga belum tentu ada yagn beli!”, kata (yang mungkin) ada dalam benar orang-orangan sawah ini. “Ah, gue nyoba ngasong yang jelas-jelas pake modal sering diusir melulu. Uah untung gak seberapa, yang pada beli juga milih-milih, nawar gak ketulurngan. Mendingan minta-minta klo kabur gampang gak perlu mikirin dagangan”, (mungkin) ada juga yang isi kepalanya kayak gitu.

“Rahmat bagaimana mesti ditebar? Apakah dengan kiprah bagi-bagi sembako dan bhakti sosial masih belum cukup? Anak-anak yatim juga sudah banyak yang disantunin! Yayasan yayasan juga tidak kalah sedikit yang rutin disambangin!”, ada yang protes kayak gini gak ya?

Think Out of the Box. Entah bagaimana mesti nulisnya. Yang jelas ini bukan artikel, atau nasehat, tapi, boleh dikata semacam curhat. Boleh dikata, “sekedar melatih menuliskan apa yang ada di kepala”.

Dengan memberi ‘sedekah secara gampang –lempar koin-’, image “ngapain kerja kalau minta-minta saja banyak yang ngasih”, akan semakin tumbuh subur. Bisa jadi generasi 5 atau 10 tahun mendatang malah makin banyak. Padahal seorang nabi pernah bersabda ‘dan jika kamu masuk hutan kemudian mencari kayu bakar kemudian menjualnya kepasar, adalah lebih baik ketimbang minta-minta”. Dan, si nabi ini –katanya, paling tidak menurut KTP- dianut oleh lebih dari 90% warga bekasi.

Uang gampang alias sedekah recehan dari para pengendara motor atau mobil bisa saja dialihkan untuk memberi penghargaan pada para pedagang. Para penengadah tangan merasa betah dan konsisten dengan profesinya tentu karena menghasilkan. Coba kalau tidak ada yang ‘ngasih’, tentu mereka rontok dengan sendirinya.

Pedagang kecil tentu merasa ‘lebih dihargai’ keberadaan kalau dagangan mereka dibeli. Secara professional tentu saja. Entah kenapa nih, otak tiba-tiba mampet begini. Susah bener mau nyelesaiin satu tulisan ‘demi bisa ikut duduk bareng bapak walikota, dan paling penting adalah makan siang gratis dengan pejabat.

Oke-deh, pokoknya gini. Intinya, saya Cuma menyoroti bagaimana caranya agar mental-mental orang-orangan sawah tuch pada cair. Disini dibutuhkan kolaborasi antara para birokrat sama pebisnis. Intinya lagi, bagaimana caranya kampanye agar warga bekasi tidak dengan entengnya ngasih sedekah dengan ‘uang gampang’. Tapi, mudah ngasih sedekah buat para pedagang yang jelas-jelas mau usaha.

Lantas, apakah menjadi ‘timer’ di perempatan jalan yang tidak ada lampu merahnya juga bisa dikategorikan pengusaha? Waduh, saya bingung dech kalau soal satu ini. Bukan sedekah jelas saja, tapi, lebih sering didorong rasa takut mobilnya kenapa-kenapa kalau tidak ngasih.

Pembangunan ekonomi bisa dipupuk melalui komunitas paling dasar, misalnya dengan “jangan segan segan membeli bensin tiga liter dari pedagang eceran dengan selisih harga 500perak –dan anggap saja ini bentuk sedekah- ketimbang mesti ngantri di pom bensin”.

Wah, kayaknya gak bertema banget ya tulisan ini. Secara sistematika juga kacau abis. Mudah-mudahan ada yang sudi ngelengkapin dengan komentar-komentar. Mohon dimaklum, baru mau belajar nulis di workshop yang diadain TDA 16 januari nanti.

Lagipula, saya yakin koq. Syarat untuk bisa ikutan undangan ke jamuan makan siang bersama bapak walikota bekasi bukan semata-mata ‘tulisan yang bagus atau mendetail. Tapi, lebih condong kearah, “memancing agar lebih bisa bersuara –melalui tulisan- mengeluarkan uneg-uneg (argument kalau istilah kerennya mah) di kepala. Jangan bisanya Cuma bisa dongkol aja kalau melihat sesuatu yang tidak sreg di dada.

Kasih kail. ajari cara makenya, tunjukin tempat mesti dituju, tuntun dan bimbing jalan mana mesti ditempuh. Ini yang saya coba mau keluarkan dari kepala saya. Melalui tulisan walau dengan sangat sangat sangat sulit dilakukan.

Dan, saya sudah mencoba!

Salam,

salwangga

Sumber gambar

Membangun Bekasi

Kalau melihat bekasi sekarang, terus terang beda banget dengan 3 tahun kemaren. Sekarang jalan-sudah banyak di perbaiki dan semakin diperlebar. Tapi saat musim hujan muncul masalah baru. Sebelumnya jalan dengan lubang kecil, saat musim hujan bisa makin lebar. Hal ini salah satunya karena tidak adanya saluran yang memadai disepanjang jalan yang dibangun tersebut. Kalau pun ada, tapi tidak bisa menampung debit air yang banyak, akibatnya meluber ke jalanan, yang menyebabkan kerusakan jalan. Sangat sayang sekali, jalanan yang semula saat musim kemarau halus mulus, di waktu musim hujan mulai bopeng lagi.

Di jalan protokol pun tidak luput dari masalah serupa. Misal di depan BCP ( Bekasi Cyber Park ), air hujan tidak langsung mengalir ke selokan sehingga menggenang lama. Hal seperti ini banyak terjadi di tempat lain.

Usulan saya untuk bapak Walikota :

1. Saat perbaikan jalan , perlu sekaligus perbaikan saluran air dan dipastikan bisa mengalir sempurna ke sungai.

Ini perlu adanya keterlibatan masyarakat sepanjang jalan tersebut. Mereka bisa dikoordinir melalui RT, Kelurahan dan Kecamatan untuk menjaga saluran air tersebut berfungsi dengan sebagaimana mestinya.

2. Bisa diadakan lomba ‘ adipura’ antar kecamatan tiap 6 bulan atau 1 tahun sekali. Dan sang juaranya bisa diliput oleh media bekasi dan dipromosikan daerahnya tersebut.

3. Perlu adanya keterlibatan pihak industri.

Kebanyakan jalan-jalan di Bekasi yang mengalami kerusakan merupakan daerah dekat industri atau daerah yang menjadi akses industri. Banyak truk berbadan besar lewat, yang kelasnya tidak sesuai dengan kelas peruntukan jalannya. Hal ini bisa semakin memperparah kondisi jalan yang ada. Industri ini dilibatkan dalam proses pemeliharaan jalan sehingga jalan akan selalu bagus. Kalau dibandingkan , jalanan di kawasan industri lebih bagus kualitasnya.

Saya yakin semua masyarakat juga menginginkan kondisi jalanan yang bagus. Kalau hanya pemkot Bekasi yang bekerja tanpa melibatkan masyarakat, saya kuatir jalanan bekasi akan semakin parah.

Salut buat pak Walikota, yang selalu melakukan gebrakan yang positif untuk Bekasi.

Mari kita bangun Bekasi dan wujudkan BEKASI ( BEkasi Kota Aman aSri dan Inspritatif )

Mualif AM

Membangun Brand Kota Bekasi

Saya tinggal di Kota Bekasi (tepatnya di desa Bojong Rawalumbu) sejak awal tahun 2004. Saya menikah di pertengahan tahun 2007 di Islamic Center Bekasi dengan seseorang (yang tentu saya cintai) yang mungkin bisa dikatakan ‘asli’ orang Bekasi karena sejak umur 1 tahun telah tinggal dan bertumbuh di kota Bekasi, sejak Pekayon dan Jakasetia masih gelap gulita katanya.

Di Bekasi pula saya membangun dan membesarkan Pasarbatik. Dari sebuah sudut perumahan, kami mengirimkan batik ke seluruh penjuru Indonesia bahkan sesekali ke mancanegara dan melayani korporasi untuk memenuhi keperluan seragam batik mereka. Tidak sedikit pelanggan yang heran, “ada juga batik dari Bekasi ya?” atau ada juga yang bertanya, “Bekasi itu sebelah mana?”. Itulah sebagian dinamika.
Continue reading Membangun Brand Kota Bekasi

TeMpat_teMpat Ke_SukaanKu



Tempat kesukaanku waktu di cikarang ada banyak Hehe…. tapi yang kusebutin salah satunya yang paling kusuka pertama toko majalah di pasimal.

Aku sering kesitu tiap minggu untuk membeli majalah donal dan bobo, klo boleh, hehe….

Di situ macem macem majalahnya ada komik, novel kecil, koran, majalah dll. Di sebelahnya juga ada toko majalah tapi kurang lengkap, yang lengkap korannya….

Di dekat situ, ada juga toko cake famansa. Cakenya enak dan bermacam-macam modelnya, ada cake, tart, ada juga softdrink. Memang tidak terlalu rame sih, tapi lumayan ada pembelinya.

Aku kesitu kira kira pas ada yang ulang tahun saja. Di sebelahnya ada toko buku intermedia tokonya gede megah dan bagus bukunya lengkap….

Nah itu tempat yang kusuka di Cikarang.

Klo di bekasi ada dua tempat yang kusuka, yang satu namanya mega bekasi dan satunya bekasi square.

Di mega bekasi, xx1nya bagus dan mewah deh….. ada 3D, ada gamenya juga. Makanannya lengkap deh, toiletnya yang di food court wuihh bersih banget…..

Klo di bekasi square, tempat aku lomba menggambar dulu tempatnya luas dan dari luar keliatan trendy, karna baru di bangun dan masih blum banyak tokonya, tapi enak juga masih luas jadi bisa lari larian [klo sepi lho….]

Itulah tempat yang kusuka baik di bekasi maupun di cikarang. Klo di bekasi ada gak yang kayak di cikang ya, demikian juga di Cikarang ada nggak ya yang seperti di Bekasi…..