“Revolusi olahraga demi mengharumkan nama bangsa. Olahraga adalah bagian dari revolusi multikompleks bangsa ini,” Ir. Soekarno
Pesta hajat bagi pemain bola dunia sudah memasuki fase babak kedua dimana terdapat beberapa kejutan di antara tersingkirnya Juara Dunia 1998 dan Eropa 2000 Perancis secara tragis dan juga kejutan besar dari Portugal yang mencetak 7 gol tanpa balas ke gawang Korea Utara dan masih banyak kejutan lainnya.
Penulis tidak akan menceritakan detail pesta hajat ini karena semua orang pun sudah menyaksikannya bahkan ada yang sudah mengira-ngira kira-kira siapa yang membawa pulang piala emas itu tetapi ada yang membuat penulis miris dengan hajatan ini dengan kondisi sepakbola kita.
Kita semua tahu bahwa Piala Dunia kali ini ada yang beda dimana negara-negara yang tidak pernah kita prediksi bisa bermain di ajang Piala Dunia seperti Selandia Baru, Korea Utara, Honduras dan masih banyak lagi. Negara seperti Selandia Baru, Korea Utara dan Honduras ini kalau kita bandingan dengan luas teritorial Republik Indonesia masih lebih besar negara kita tetapi kenapa tiga negara ini bisa main di Piala Dunia sedangkan kita masih saja bermimpi dan bermimpi.
Korea Utara, siapa yang tidak kenal dengan negara ini luasnya yang kecil mungkin masih lebih besar Pulau Jawa ini terkenal dengan arogansinya terhadap dunia dengan adanya instalasi rektor nuklir yang menurut AS berbahaya belum lagi adanya rencana untuk meluncurkan roket jarak jauh dan masih banyak lagi permasalahan yang membuat dunia ketakutan, belum lagi dari internalnya yang selalu tertutup.
Itu baru soal politiknya, bagaimana dengan olahraganya ternyata tidak jauh beda karena terisolirnya mereka dari dunia terbukti dengan minimnya sponsor, kemudian ada isunya beberapa pemain yang hilang selama pagelaran dunia ini tetapi keterbatasan itu bisa menutupi mereka untuk tampil menyakinkan walaupun kalah dari Brazil dan Portugal tetapi spirit tetap ada bahkan membuat repot pertahanan Brazil hingga menit ke-50 dan mencuri satu gol.
Selandia Baru, negara kecil ini menurut penulis pun sukses mengukirkan namanya dalam sejarah Piala Dunia dimana untuk pertama kalinya mengikuti pesta hajat sepakbola dunia menggantikan Australia yang hengkang ke benua Asia ini, kita bisa lihat prestasi mereka dimana mereka berhasil mencetak gol duluan ke gawang Italia yang nota bene adalah juara bertahan 2006 walaupun akhirnya di tahan imbang 1-1 kemudian menahan imbang negara Eropa Timur padahal materi pemain mereka rata-rata adalah pemain semi pro atau bermain di kasta terendah di liga Eropa seperti Liga Championship Inggris (Divisi I dan II).
Honduras, lagi-lagi negara (boleh penulis bilang ) kecil mampu bermain di Piala Dunia, padahal negara ini adalah negara dengan pengangguran terbesar di kawasan Amerika tengah dan juga beberapa waktu lalu sempat terjadi semacam pergulatan politik dimana sang Presiden terguling “bertempat tinggal” di Kantor Kedutaan Besar Brazil dan membuat Honduras seperti layaknya arena peperangan, tetapi mereka bisa bermain di Piala Dunia walaupun sampai saat ini belum ada gol yang tercipta tetapi suatu kebanggaan bisa bermain di Piala Dunia dan itu akan di kenang oleh penduduk Honduras.
Itulah ketiga negara yang menurut penulis sangat berpengaruh di Piala Dunia walaupun mereka kekurangan seperti geografis yang kecil, faktor politik dunia apalagi Korea Utara yang terisolasi bahkan mencari sponsor untuk membuatkan mereka perlengkapan bermain seperti kaos tim dan lainnya harus mencari sendiri tetapi apa TEKAD untuk menunjukkan dunia kalau Korea Utara, Selandia Baru, Honduras itu ADA dan BISA bersaing dengan negara-negara lain dan itu sudah terbukti !!
Bagaimana dengan Indonesia ? sudah kah PSSI bermain di Piala Dunia ? jujur penulis miris, malu dan selalu bermimpi kalau ajang ini selalu datang apalagi sampai tropy Piala Dunia ini selalu datang ke Jakarta setiap ajang dunia ini akan dimainkan, karena sampai sekarang pun Tim Nasional Indonesia belum bisa berbicara banyak di Piala Dunia padahal usia negara ini adalah 65 tahun dan 70 tahun usia PSSI, sedangkan negara pecahan Yugoslavia yaitu Kroasia yang PSSI-nya berdiri tahun 1992 dalam waktu 6 TAHUN sudah bisa mempersembahkan gelar JUARA KETIGA Piala Dunia 1998, Perancis dengan mengalahkan Oranje-Belanda !!!
Apa yang salah dari sepak bola kita, kompetisi kita sukses walaupun sering terjadi keributan antar suporter atau antar pemain, penonton yang datang ke stadion penuh bahkan sampai jebol pintu setiap ada pertandingan, sponsor kita banyak yang menyumbang, gaji pemain kita melebihi atau setara dengan gaji direktur dan jajaran direksi BUMN, stadion kita banyak yang standar FIFA, SDM banyak dan berpotensi terus kenapa kita tidak bisa main di Piala Dunia, sedangkan Korea Utara, Selandia Baru, Honduras seperti yang penulis utarakan di atas bisa main di Piala Dunia ?
Andai Bung Karno masih hidup dan sehat bugar mungkin dia akan marah besar terhadap para pengurus PSSI karena tidak becus membawa sepak bola ke pentas internasional seperti yang ia harapkan ! lantas apa hubungannya sepakbola dengan Bung Karno.
Awal tahun 60-an boleh di bilang adalah era keemasan dan kebangkitan negara ini ditangan Bung Karno sebelum dihancurkan oleh tangan besi dan otak diktaktor serta otoriter dari Cendana, kita bisa lihat Indonesia dipandang sebagai pelopor inspirasi perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan juga Afrika, kepemimpinan Indonesia di dalam politik luar negeri pun di akui bahkan Amerika Serikat, Uni Sovyet, China dan India sampai angkat topi dan acungkan dua jempol !
Jepang dan China pun ketika itu belum jaya seperti sekarang yang merajai perdagangan dunia. Kita tahu Jepang porak-porandan karena “hadiah” dari Amerika Serikat sebelum berakhirnya perang dunia kedua, kemudian negara India yang masih belia dan masih mencari jati diri negara pasca merdeka hal yang sama juga oleh China yang sedang sibuk dengan agenda besarnya yaitu revolusi budayanya.
Ditangan Soekarno, posisi Indonesia dalam hal geografis cukup strategis karena menjadi penengah dalam perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Sovyet, setelah Soekarno berhasil melahirkan Konfrensi Asia Afrika yang kemudian menjadi sebuah gerakan yang dinamankan Gerakan Non Blok pada tahun 1955
Itu baru urusan perpolitikan luar negeri yang dirancang oleh Soekarno, lalu bagaimana dengan olahraga, ternyata tidak jauh berbeda dengan pemikiran politik internasionalnya, Soekarno bahkan membuat langkah berani dengan membuat sebuah pagelaran olahraga internasional yang diberi nama Games of The New Emerging Forces (GANEFO). GANEFO adalah ajang olahraga tandingan daripada Olimpiade yang kita kenal pada medio akhir 1962, alasan beliau membentuk GANEFO adalah bahwa olahraga tidak bisa dipisah dengan politik, karena pada pelaksanaan Asian Games’62, Indonesia melarang Israel dan Taiwan untuk mengikuti kegiatan Asian Games dengan alasan solidaritas dan simpati kepada Republik Rakyat China dan negara-negara jazirah Arab.
Aksi ini di protes oleh KOI-Komite Olimpiade Internasional yang mempertanyakan legalitas dan legimitasi Asian Games di Jakarta. Akibat aksi ini Federasi Asian Games (FAG) menskors Indonesia untuk ikut dalam ajang ini karena Taiwan dan Israel adalah anggota resmi PBB. Indonesia juga di skors untuk tidak boleh mengikuti Olimpiade Tokyo’64, karena tidak boleh ikut serta Olimpiade membuat Soekarno marah besar sehingga Indonesia keluar dari KOI, Soekarno menuduh KOI merupakan antek imperalisme, setahun kemudian GANEFO akhirnya lahir di Jakarta.
GANEFO berikutnya di Kairo, Mesir pada tahun 1967 terpaksa di batalkan karena masalah politik, GANEFO sendiri memiliki semboyan Maju Terus Jangan Mundur-Onward No Retreat. Dalam GANEFO ini Indonesia mengundang negara RRC dan negara-negara dunia ketiga. Menurut catatan yang penulis baca, GANEFO diikuti lebih dari 2200 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa dengan diliput sekitar 500 jurnalis dari berbagai negara walaupun GANEFO ini di boikot oleh negara barat tetap saja berjalan dengan sukses.
Seperti ucapannya yang terkenal Satunya Kata dan Perbuatan, dalam meracang olahraga dan sepakbola sebagai jati diri bangsa, Soekarno menunjuk R. Maladi sebagai Ketua Gerakan Olahraga-KOGOR, organisasi ini sendiri ditugaskan oleh Soekarno untuk menyiapkan Asian Games IV di Jakarta, dibawah perintah Soekarno dari kredit lunak Uni Sovyet terbangun lah Komplek olah raga (yang sekarang dikenal dengan Komplek Olahraga Bung Karno).
Pemancangan tiang pertama komplek tersebut di lakukan oleh Soekarno pada tanggal 8 Februari 1960, selanjutnya satu demi satu sarana olahraga yang di impikan Soekarno terwujud. Istana Olah Raga-Istora selesai pada tanggal 21 Mei 1961, Stadion Madya (khusus lari), Stadion Renang, Stadion Tennis pada Desember 1961, Gedung Basket pada Juni 1962, dan yang paling utama Stadion Utama sekarang kita sebut Stadion Gelora Bung Karno pada tanggal 21 Juli 1962.
Setelah sukses dengan capaian Indonesia pada Asian Games’62, Soekarno lantas mengeluarkan sebuah Keputusan Presiden berregister 263/`1963 yang isinya tentang misi Indonesia masuk dalam 10 besar olahraga di dunia, alasan Keppres ini di buat berharap SEPERTIGA penduduk Indonesia aktif dalam bidang olahraga sejak bangku SD, maka impian dari bangku SD itu dapat tercapai
Keppres itu akhirnya tinggal kenangan karena masalah politik sebuah dinasti dari Jalan Cendana dan sampai sekarang Indonesia khususnya sepak bola masih dan masih menjadi penonton baik di depan tivi atau tribun penonton stadion karena menang undian berhadiah dari perusahaan yang menjadi sponsor Piala Dunia, ataupun jurnalis yang di kirim serta bola yang di rebutkan oleh 22 orang dalam satu lapangan..
Coba engkau masih hidup bung…mungkin sepak bola kita bisa juara bahkan melebihi perolehan Brazil huuufffttt..
GBK Std, 230610 10:20
Rhesza
Pendapat Pribadi