Tepat di samping jalan masuk komplek Bina Lindung, ada sebuah bangunan tua dengan dua lantai dan dua bidang ruang. Disitu ada cafe kecil dengan branding Lawton Coffee, dengan bangunan tua yang tebal makin bikin ruangan menjadi adem bahkan saat AC tidak dinyalakan. Ruangan yang tersedia ada dua lantai, yang atas khusus perokok dan yang bawah untuk yang tidak merokok.
Lawton Coffee Jatiwaringin ini juga bisa memfungsikan ruangan lantai dua sebagai tempat untuk meeting, seminar maupun workshop dengan kapasitas 50 orang plus. Hal paling saya suka di lawtong coffee jatiwaringin ini adalah suasana yang tenang dan sinyal wifi yang sangat kencang. Ssstt jangan bilang-bilang kalau saya tiap mau update software selalu kesana yah :)).
Kopi espresso yang disajikan memiliki rasa yang tidak kalah dengan cafe lain, bahkan saya berani bilang bahwa kopi espresso di lawton cafe ini lebih enak dibandingkan starbuck (nggak apa-apa deh sebut merk, testimoni gratis kok :D).
Hanya sayangnya, variasi makanan kurang memadai. Saya pernah mengajak beberapa tim untuk melakukan pertemuan disana dan selalu terkendala masalah makanan. Diluar itu, semuanya mengasyikkan di Lawton Coffee Jatiwaringin ini. Pelayanannya juga ramah. Inilah bentuk surga kuliner di Bekasi. Nggak ada yang tidak ada di Bekasi :D.
Dan para penggiat startup atau freelance programmer atau pelaku bisnis toko online yang ada di Bekasi, saya sarankan bekerja di ruangan kafe lawton ini, jauh lebih nyaman dibandingkan di seven eleven atau starbuck.
Sudah menjadi hukum alam, setiap perkembangan suatu kota, termasuk Bekasi, tentu akan diiringi dengan semakin bergairahnya aktifitas ekonomi masyarakat di kota tersebut. Salah satunya adalah kegiatan ekonomi masyarakat di bidang kuliner. Bahkan kuliner seringkali menjadi bagian khas dari kota yang membedakannya dengan kota-kota lain. Namun sayangnya, seiring perkembangan jaman tidak selamanya pusat kuliner dapat dipertahankan dari waktu ke waktu. Hanya sedikit yang mungkin masih tetap bisa eksis mengikuti geliat perkembangan kota. Read more…
Bertemu dengan pengusaha kuliner adalah hal biasa bagi saya, termasuk pejabat pemerintah. Bertemu dengan artis pun juga biasa bagi saya…. karena sudah jadi pekerjaan saya sebagai wartawan gadungan untuk nyari bahan tulisan.
Mulai dari jamannya Srimulat masih jaya, hingga jamannnya Joshua menghilang, atau jamannya Bebi Romeo nggak saya kenali tapi ngajak saya minum, hingga jamannya Lilis Karlina minta tolong saya untuk menjadi supirnya selama di Jakarta. Mulai dari Eko Patrio menawarkan program komedi setelah selesai dengan Cincang Tawa nya di TPI, hingga Eko Patrio tanpa sengaja mengundang saya rapat bikin program dengan tim kreatifnya. Mulai dari berdiskusi dengan Mi’ing Bagito, hingga beradu konsep peran dengan Tessy alias Kabul.
Mulai dari ngobrol santai dengan Dorce di yayasannya, hingga curhat bersama Otong Lenon. Mulai dari diskusi tentang persiapan pernikahan dengan Zora, hingga bercanda mesra dengan Syaharani. Berhubungan dengan nuaansa politik dengan Joe P-Project hingga ledek-ledekan intelektual dengan Denny Chandra Padhyangan Project. Mulai dari belajar komedi sama Kasino Warkop, hingga diskusi program tv dengan Tauvik Savalas. Mulai dari curhat masalah rumah tangga dengan Ulfa Dwiyanti, hingga cerita rahasia dengan Yaty Octavia dan Pangky Suwito. Mulai dari berburu persetujuan Ineke Koesherawati dengan suami hingga ditolak Dina Mariana dan suami. Pokoknya segudang dan banyak lagi.
Kalau ada yang indah di Rawonnya… ya pemiliknya
Tapi anehnya baru dengan Menara Gading, seorang artis seksi yang tak begitu saya kenal. Sekilas saya pernah mengenal namanya entah dimana, tapi buat saya yang dulu sering sekali “menikmati’ (hingga benar-benar si “menik” jadi “mati”) gambar seksi artis memang pernah mengetahui nama populer Menara Gading. (saat melihat foto-fotonya, mungkin kita hanya bisa berkata “OMG..! OMG…! Oh Menara Gading…! Oooh Menara Gading…! hehehehe!).
Tapi begitu bertemu dengan aslinya, jauh lah dari kesan “gimana gettoh!” ternyata mbak Nara alias Mintul (panggilan akrab saya buat dia - hah? Serasa banget!) lumayan humoris dan suka mbanyol… walau sedikit perasa. Mungkin semua pengusaha kuliner harus “perasa” kali yah…. biar setiap masakan (walaupun ibunya yang masak) bisa selalu pas rasanya.. hihi
Kalau nggak salah sewaktu saya masih kuliah dulu dari satu majalah yang entah apa namanya, itulah kali pertama kayaknya saya kenal wajahnya. Kini sang artis visual itu (demikian dia menyebut dirinya) ada di hadapan saya, dan saya mendengar setiap luncuran kata-katanya dari mulutnya yang indah (hehehehe saya nggak bilang bibir lo!) Betapa besar keinginannya untuk menyenangkan sang ibundanya tercinta. Mulai dari memberikan “oleh-oleh” cucu buat sang ibunda, Sri Wahyuni yang kerap dipanggil Bu’e (atau mami kali ya?) hingga membantu ortunya itu membuka rumah makan “Bu’e” di bilangan Harapan Indah Boulevard. (Wah anak yang berbhakti pada orang tua juga neh?)
Bukan Makan Rawon Rasanya, kalau belum ke RM Bu’e
Lepas dari itu semua, saya coba menelisik lebih jauh dunia usaha kuliner sang ibu dan sang anak ini. Baik Bu’e (panggilan kesayangan orang Jawa) yang berlatar belakang seniman musik dengan beberapa album musik dangdut dan lagu berbahasa jawa timuran serta sebuah lagu yang belum sempat diedarkan, sepertinya mencoba beralih kesibukan menjadi wirausaha kuliner.
Untungnya sang anak. Menara Gading memberikan dorongan penuh kepadanya. Kini tinggal memfokuskan diri mencoba melayani pelanggan dari berbagai strata. Wajar saja bila rumah makan yang dikelolanya itu, menyajikan sajian khas Banyuwangi dengan harga yang benar-benar terjangkau. Nggak percaya? Bisa ngebayangin gak, masak untuk Rawon saja, dipatok cuma Rp.10.000,- per porsi. Nikmatnya lagi, selain makan pokok yang berat, ada tambahan makanan ringan seperti kerupuk Malaysia. Kerupuk Malaysia hampir mirip dengan kerupuk legendar bentuknya atau kerupuk tempe, tapi rasanya dominan iklan laut, gurih asin dan khas ikan lah!
Cuma DI RM Bu’e Sop Buntut yang gak ada “buntut-buntutnya”
Sayang pada kunjungan pertama saya ini, saya belum bisa mencicipi rawon Bu’e yang khas banyuwangi itu. Baru pada kunjungan berikutnya saya dan anak perempuan saya, Lulu Ammantsura bisa menikmati Rawon Istimewa RM Bu’e. Kata Bu’e rawonnya itu sih beda dari rawon lainnya, dan menurut anak saya memang rasanya ternyata beda banget sama BigMac (halah… anak gue bisa ngelucu juga… hehehe!), yang jelas bila anda berkunjung ke RM Bu’e maka Anda akan dilayani atau mungkin ada peluang untuk ketemu dengan sang artis cantik nan seksi Menara Gading, but anyhow… jangan minta diskonya eh maksudnya diskon… karena memang nggak perlu kok… sebab harganya udah murah banget… hehe! Anda tertarik? Hubungi saja untuk reservasi (021) 8836.7016 atau langsung meluncur ke Harapan Indah Boulevard Hijau Blok B6 No. 42, dijamin Anda akan kehabisan Rawon atau makanan lainnya bila datang pukul 10 malam…. hehehehe…. makanya buruan!
(Kadang saya heran… sebenarnya saya ini mau menikmati rawon atau sop buntutnya RM Bu’e atau ketemuan dengan sang pemiliknya yang cantik… MG?… halah! Habis hampir setiap malam saya datang, selalu saja ada lelaki yang sama yang datang ke rumah makan Bu’e dan saya dikenalkan MG bahwa itu adalah salah satu pelanggan setianya… Sebenarnya mau makan atau ingin bertemu dengan pemiliknya si Ibu yang masih tampil cantik di usianya 43 tahun itu.atau juga karena ingin melihat dan bertemu dengan si artis cantik Menara Gading?)
Bagi anda yang pernah tinggal, atau menjadi mahasiswa di Bandung dan senang keluyuran mencari makanan khas, tentunya akan ingat dengan Es Sakoteng dan Siomay Oyen di jalan Sukajadi. Es Sakoteng dan Siomay ini pernah diliput oleh Bondan Winarno yang terkenal dengan perkataan mak…nyus-nya.
Bagi yang tinggal di Bekasi tidak perlu jauh-jauh datang ke Bandung untuk menikmati Es Sakoteng dan Siomay Oyen. Salah satu gerainya ada di Ruko Kemang Pratama, depan Indomaret yang bersebrangan dengan Sekolah Al Azhar dan Marsudirini.
Namanya tidak lagi Oyen tapi sudah diganti dengan Es Sakoteng dan Siomay Mang Dede. Tapi soal rasa tidak kalah dengan Es Sakoteng dan Siomay Oyen. Mang Dede adalah salah satu keturunan yang mewarisi keahlian Mang Oyen dalam mengolah masakan yang sangat terkenal di saentero Bandung. Harganya pun dijamin tidak akan menguras isi kantong, hanya dengan Rp. 15 ribu kita sudah dapat menikmati lezatnya es sakoteng dan siomay khas Bandung.
Es Sekoteng Mang Dede berisi kelapa muda, alpukat, sekoteng (semacam butiran dari aci berwarna merah menyolok), kolang-kaling, gula, susu kental manis, dan es serut. Tampilannya Sangay menggoda lidah untuk segera melahapnya, apalagi jika dinikmati bersama sepiring siomay yang juga tak kalah mak….nyus-nya.
Mang Dede adalah seorang wiraswastawan yang tangguh, yang pernah jatuh berkali-kali dalam merintis usaha, namun memiliki spirit yang luar biasa untuk bangkit kembali. Mang Dede (43 tahun) menceritakan bagaimana memulai usahanya tahun 1988, dengan mengawalinya sebagai pelayan. Beberapa tahun kemudian, dia merantau ke Jakarta dengan mendirikan gerai es sakoteng di sekitar Blok M.
Ternyata banyak warga Jakarta yang menyukai Es Sakoteng dan Siomay made in Mang Dede ini. Dalam waktu sekejap, dia memperoleh keuntungan yang sangat luar biasa untuk ukuran perantau saat itu. Karena ketidaksiapan mental dan cara pengelolaan keuangan yang tidak baik, dalam sekejap juga dia mengalami kerugian yang beruntun alias bangkrut total.
Dia menceritakan bagaimana usahanya bangkrut karena didzolimi dan direbut gerainya oleh saudaranya sendiri, ditipu berjuta-juta dan bahkan harus berurusan dengan penegak hukum. Singkat cerita, setelah bertahun-tahun merantau di Jakarta yang tersisa kemudian hanya baju dan celana yang melekat di badan.
Apa yang membuat Mang Dede kemudian bangkit lagi semangat usahanya ? Bayang-bayang anak istri yang makan satu piring, ditambah garam dan sepotong kerupuk lah yang membangkitkan semangatnya dan menjadikan masa lalu sebagai cermin yang tidak boleh terulang kembali.
Kerja keras, ketekunan, dan senang bersilaturahim adalah prinsip dasar yang selalu dipegangnya serta keyakinan Allah SWT pasti akan menebarkan rezeki kepada orang yang bersungguh-sungguh menjadi pilar utama dalam hidupnya. Dengan modal spritual seperti itu Mang Dede mengembangkan usaha sampai memiliki enam gerai Es Sakoteng dan Siomay yang tersebar di Kota Bekasi.
Gerai pertamanya didirikan di Kemang Pratama tahun 2003 sejalan dengan program kemitraan dengan indomaret. Dengan bercermin pada masa lalu dan tidak malu bertanya kepada semua orang, akhirnya dia mengembangkan usahanya di Nusa Indah Pekayon. Setelah berhasil, kemudian Mang Dede melebarkan usahanya secara berturut-turut di Pondok Cipta Bintara, Indomaret Hermina Kampung Duaratus, Ruko Komplek Cikarang Baru. Semua gerainya berada di selasar toko mini market Indomaret. Akhir tahun 2009, dia memberanikan diri mencicil ruko di komplek Legenda Zamrud yang menggabungkan es sakoteng dengan makanan Chinase Food.
Apa yang bisa dipelajari dari Mang Dede ? Ternyata perubahan itu akan terjadi kalau kita serius dan berani untuk bertindak. Masa lalu menjadi cermin yang harus dibawa kemanapun perubahan itu terjadi. Selain itu, kesabaran dan senantiasa istiqomah dengan cita-cita awal serta berdoa kepada Yang Maha Kuasa menjadi pilar yang kuat dalam menghadapi semua rintangan yang muncul. Insya allah, cita-cita yang baik akan berbuah baik pula.
Penasaran dengan Es Sakoteng dan Siomay Mang Dede ? Datang saja ke Ruko Kemang Pratama atau gerai lainnya yang dekat dengan tempat tinggal anda. Insya Allah dijamin kenyang dan ueeenak !!!!